Bidadari di Serambi Hati

SociopreneurID
SociopreneurID Publishing
3 min readMay 9, 1997

Refleksi buku: Kitab Durratun Nashihin (nasihat-nasihat berharga)

Penulis Refleksi Buku: MIF Baihaqi

Lamongan, kota kecil di Jawa Timur. Di kota itu saya lahir dan dibesarkan bersama sepuluh saudara. Beruntung lima kakak saya sempat nyantri di lingkungan pesantren Langitan Tuban, Tambakberas, dan Sambong Jombang. Sedangkan saya, karena situasi, hanya dingajikan di Madrasah Kranggan dan Madrasah Sunan Drajat. Tetapi saya harus bersyukur, karena dari madrasah itulah sejak dini saya dikenalkan dengan tatahidup dan tatakrama berdimensi wajib vs haram alias pahala vs dosa. Saya pun menjadi tahu bahwa ‘Allah memberikan janji, orang-orang beriman kelak dijanjikan surga. Mereka mendapatkan rejeki, dimuliakan di dalam surga yang penuh nikmat di atas tahta-tahta kebesaran yang berhadap-hadapan, … serta di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya’ (Q.S. Ash-Shafaat: 40–48).

Waktu itu, saya risau oleh godaan-godaan bidadari. Kerisauan saya terasa fantastis. Pertama, adalah godaan Senyum Bidadari Dian Nitami. Kedua, persoalan Harkat Wanita yang diperjuangkan oleh Ira Wibowo di hadapan kekasihnya, Adjie Pangestu. Ketiga, betapa susah merajut dan menyulam pernak-pernik Jalan Kehidupan Ira Wibowo dan Katon Bagaskara. Keempat, sulitnya perjuangan Novia Kolopaking menata mahligai rumah tangga bersama Herman Felani, sementara ibunya hanya mengukuhkan satu aspek lama, yaitu pentingnya Darah Biru serta ruwetnya prasangka-prasangka Novia terhadap Wanita Kedua di sekitar pekerjaan suaminya, Gusti Randa. Kelima, Ria Irawan harus berjuang mati-matian agar tidak menjadi Bidadari yang Terluka.

Saya benar-benar dipenuhi impian-impian yang mengharukan. Pada malam-malam tertentu, dengan sabar saya harus menemani Ira Wibowo yang menangis di penjara. Ia kelihatan sangat lusuh, berseragam biru-biru, dan tatapannya menerawang ke langit-langit penjara. Saya lalu menghiburnya sambil mengusap air matanya. Di malam yang lain saya menjadi tumpahan keluh-kesah Novia, karena ia sangat tersinggung atas perlakuan suaminya yang pada waktu-waktu tertentu bersikap dan berperilaku sangat keterlaluan.

Repotnya, para bidadari itu sering datang ke rumah setiap malam. Mereka datang ketika kita sekeluarga harus shalat magrib. Saya, Anda, dan kita semua menjadi ‘terpaksa’ untuk sebentar saja menghadap Tuhan, sebentar saja berdialog dengan Tuhan; sementara pada jam yang sama hati kita disentuh untuk mau peduli dan berbagi keluh kesah mengenai bidadari-bidadari itu. Para bapak, ibu-ibu, remaja, anak-anak baru gede, dan bahkan anak-anak usia sekolah dasar, semuanya larut dalam persoalan bidadari. Dalam keadaan haru-biru seperti itu, wajah Ira Wibowo dan Ria Irawan, senyum Dian Nitami dan Novia Kolopaking memenuhi otak tiap pemirsa. Sulit bagi para pemirsa untuk melupakannya. Mereka serasa bersama. Mereka serasa dekat. Bahkan mereka serasa telah memiliki. Ketika malam semakin larut, kemerduan suaranya semakin nyaring terdengar.

Bunga mawar harum dan rupawan Perhiasan putih kahyangan Oh bunga mawar, cepatlah berkembang Kuingin memetik dikau Betapa lama ku harus menunggu Tak sabar rasa hatiku

Tidur saya semakin lelap. Mimpi saya pun semakin jauh. Tiba-tiba dinginnya pagi dikejutkan oleh berita Republika, tentang pernikahan ‘simpang siur’ Emha-Novia. Pikiran saya menjadi galau. Novia yang sepanjang malam kutemani dalam mengatasi Wanita Kedua, kini benar-benar menjadi wanita kedua Emha. Lalu kenyataan demi kenyataan membuyarkan lamunan saya. Ira Wibowo yang memperjuangkan harkat wanita benar-benar dipersunting oleh Katon. Ria Irawan yang lama menghilang kini disunting Yuma Winatakusumah. Beribu-ribu, bahkan jutaan pemirsa merasa kehilangan bidadarinya.

Seminggu setelah itu, Emha dan Novia menerangkan bahwa pernikahan mereka adalah Pernikahan Prihatin. Mereka menginginkan makan nasi, tetapi yang diijinkan hanyalah makan jagung. Hati saya lebih tersentuh dan terenyuh lagi. Sebagai manusia, dan atas nama kemanusiaan, saya segera ingat akan ketegaran hati Novia, juga segera ingat akan kebesaran nama Emha. Akhirnya, dengan segala keikhlasan, buku Bidadari di Serambi Hati ini saya khususkan sebagai kado pernikahan prihatin mereka. Semoga ada makna.

Sekiranya benar Anda sedih karena bidadarinya telah dipetik Sang Arjuna, saya ingin mengingatkan lagi janji Tuhan yang pasti benarnya: “ Bagi pengikut-pengikut Nabi, yaitu orang yang bertakwa benar-benar, akan disediakan tempat kembali yang baik, yaitu Surga ‘Adn yang pintu-pintunya senantiasa terbuka bagi mereka,… pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.” (Q.S. Shad: 49–52). “ Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. “ (Q.S. Ar-Rahman: 56).

Bandung, 9 Mei 1997

dua tahun Farah

Originally published at http://mifbaihaqi.wordpress.com on May 9, 1997.

--

--

SociopreneurID
SociopreneurID Publishing

Nurturing Social Entrepreneurship in Indonesia through developing Responsible Ecosystems by promoting Social Innovation & providing Entrepreneurship Education.