Learning to Question: A Pedagogy of Liberation

SociopreneurID
SociopreneurID Publishing
3 min readOct 13, 2020

(1989, Paulo Freire)

Baginda (Doc. Dreamdelion)

Penulis Refleksi Buku: Baginda Muda Bangsa

buku ini mengingatkan saya pada obrolan dengan seorang teman di sebuah tempat makan di Jakarta, kira-kira di akhir tahun 2019. Saat itu saya sudah menjalani komunitas pendidikan, Generasi Emas Pemimpin Negeri selama 1 tahun. Ketika saya sedang curhat, meluapkan apa impian dan harapan saya melalui komunitas pendidikan ini dan beragam tantangan yang sedang saya hadapi.

Teman saya bilang “Gin, jangan sampe jadi messiah complex lu, merasa jadi juru selamat, merasa ditakdirkan dan bisa menolong semua orang, bahaya, bisa gila lu ntar!”

Hal yang sama juga pernah saya alami waktu berada di sebuah komunitas (satu tahun sebelum merintis Generasi Emas Pemimpin Negeri) yang berbeda pada tahun 2017. Saya bertanya-tanya ke diri sendiri, untuk apa tiap akhir pekan jauh-jauh dari Depok ke Jakarta Timur untuk “memotivasi” adik-adik di rusun agar bermimpi tinggi, toh pada saatnya tiba saya mungkin tidak bisa bantu apa-apa? Tealita mungkin tidak memberi izin kepada mereka untuk menjadi apa yang mereka cita-citakan. Rasanya saat itu, semua kata semangat saya untuk mereka cuma omong kosong dan sekedar janji manis.

Ironi kan, sebuah niatan baik tapi karena terlalu naif malah jadi sinis.

Gara-gara omongan itu, saya jadi berpikir, sepertinya selama ini saya sering kali terjebak dalam siituasi messiah complex itu. Saya pernah ada di satu fase yang betul-betul merasa bersalah karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk adik-adik binaan kami di Generasi Emas Pemimpin Negeri. Waktu itu, mereka tidak bisa lanjut kuliah karena masalah ekonomi keluarga dan kami tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal sebelumnya kami telah sedemikian rupa memberikan dorongan dan motivasi agar mereka mau lanjut kuliah.

Rasanya jadi seperti omong kosong. Cuma jual mimpi ke anak-anak biar mereka bisa jatuh sesakit-sakitnya saat dihantam realita.

Buku Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan (Don. Goodreads)

Di buku ini, Freire mencoba mengingatkan hal yang sama kepada pembacanya, bahwa institusi pendidikan memiliki batasan. Pendidikan tidak semerta-merta dapat menciptakan perubahan sosial di masyarakat. Setiap pendidik harus menyadari hal itu, karena mimpi menciptakan perubahan yang diyakini dan diusahakan secara naif tak jarang akan menjadi keputusasaan dan sinisme.

Lebih lanjut lagi, Freire mengatakan pendidikan yang memerdekakan murid sembari menanamkan nilai luhur, tidak semerta-merta melahirkan orang-orang yang memiliki budi pekerti dan membela keadilan. Kalau kata Freire, “ya semua murid gue gak bakal jadi revolusioner”. Apa yang kita usahakan di kelas pada akhirnya akan banyak dipengaruhi oleh realita yang dihadapi si anak.

Namun, perlu diingat adanya batasan ini tidak berarti apa yang dilakukan para pendidik menjadi sia-sia. Pendidik tetap berkewajiban untuk sepenuh hati membagikan apa yang mereka rasa benar, dalam hal ini adalah nilai-nilai dan prinsip yang memerdekakan diri murid sembari mengasah kepekaan sosial mereka.

Freire ingin mengingatkan kepada setiap pendidik bahwa secara naif meyakini bahwa pendidikan dapat menciptakan perubahan sosial tanpa menyadari batasannya hanya akan melahirkan sinisme dan kekecewaan, ketika impian “buta’ ini dipertemukan realita yang tidak ideal.

Pendidik harus tetap menjaga idealismenya (ini keharusan) sembari menentukan ekspektasi yang tepat.

Oiya, terakhir mungkin saya mau mengatakan bahwa institusi pendidikan memang memiliki batasan, tapi pembelajaran tidak. Pembelajaran yang memerdekakan diri tidak terikat batasan institusi. Ia juga terjadi di masyarakat melalui gerakan-gerakan akar rumput yang mencoba untuk mengkritik sistem, menyodorkan realita alternatif, dan membangkitkan kesadaran diri.

Jadi, untuk para pendidik, saya rasa ruang kelas bukan satu-satunya tempat berjuang. Ruang Pembelajaran menjadi semakin luas dan tidak terbatas. Kalau sudah begini, ya tinggal seberapa radikal kita untuk mengusahakan kondisi yang lebih baik.

Kalau pendidikan sudah sinis dan kecewa, terus siapa yang mau berjuang?

--

--

SociopreneurID
SociopreneurID Publishing

Nurturing Social Entrepreneurship in Indonesia through developing Responsible Ecosystems by promoting Social Innovation & providing Entrepreneurship Education.