Terpaut Jarak

SociopreneurID
SociopreneurID Publishing
4 min readMay 29, 2020

Ada yang mau pesan makan? Lagi ada promo nih.

Begitulah kira-kira ucapan yang sering terlontar antara saya dan teman-teman kantor ketika jam makan siang tiba. Biasanya kami memesan makan siang melalui aplikasi ojek online. Selain karena malas berjalan ke luar kantor, aplikasi ojek online kerap memberikan promo diskon makanan. Begitu mudah dan praktis sehingga kami hanya perlu duduk manis di kantor, menunggu abang ojek mengantarkan pesanan makan siang kami.

Oh ya, sebelumnya izinkan saya membagikan cerita ini atas rasa rindu saya akan hari-hari yang saya lewati bersama teman-teman sekantor. Sudah hampir tiga bulan saya tidak bertemu langsung dengan mereka. Kami hanya tim kecil yang terdiri dari sembilan orang. Setiap hari kami lewati bersama, sehingga mereka rasanya sudah seperti keluarga saya sendiri dan kantor sudah seperti rumah kedua bagi saya. Momen sekecil apapun yang telah dilewati dengan mereka menjadi begitu berarti dan ngangenin di masa-masa social distancing seperti saat ini.

Oke, kembali ke topik makan siang.

Biasanya, kami tidak makan siang di pantry yang sudah disediakan manajemen gedung. Kami lebih memilih untuk makan bersama di spot khusus dalam ruang kerja kami. Spot tersebut biasanya kami manfaatkan sebagai leisure spot (tempat bersantai). Di sana, telah kami sediakan sebuah karpet, bantal-bantal, bean bag, dan beberapa boneka. Spot itu menjadi tempat favorit kami untuk melepas penat dan juga berkumpul untuk bersenda gurau, termasuk untuk makan. Saat jam makan siang, kami duduk lesehan di spot tersebut sambil menyantap makanan yang sudah dipesan, ditemani obrolan ringan dan gurauan yang hangat. Memang, sejatinya kami lebih banyak bercanda ketimbang serius.

Tahun ini rasanya belum lama kami menikmati momen kebersamaan tersebut di kantor. Akibat pandemi virus COVID-19, kami harus mengikuti anjuran pemerintah untuk bekerja dari rumah (WFH) sampai waktu yang belum ditentukan. Mulai dari hari pertama bekerja di rumah, makan siang pun saya lewati sendirian. Hari demi hari berlalu, rindu rasanya mendengar canda, tawa dan senda gurau teman-teman kantor, terutama saat momen makan siang tiba. Ditambah lagi saat memasuki bulan puasa tahun ini. Sepi sekali rasanya. Sudah dua tahun belakangan saya lewati bulan puasa di kantor bersama teman-teman. Meskipun keyakinan kami berbeda-beda, kami sering berbuka puasa bersama di kantor. Beberapa teman bahkan tidak hanya ikut berbuka, namun juga ikut berpuasa, sehingga mereka turut merasakan nikmatnya melepas haus dan lapar saat berbuka.

Tahun lalu, ada satu cerita lucu saat kami berbuka bersama di kantor. Pada suatu waktu, dua orang teman kantor saya ditugaskan untuk membeli takjil dan makanan untuk berbuka. Dengan penuh semangat, mereka berangkat mencari takjil dan makanan untuk sembilan orang. Namun, hingga waktu berbuka tiba, mereka berdua tak kunjung kembali. Kami pun akhirnya berbuka dengan air mineral. Padahal dalam pikiran kami sudah terbayang suguhan kolak pisang dan onde-onde, ditambah dengan air kelapa muda yang menyegarkan dan bungkusan nasi Padang sebagai menu utama. Tak lama setelah kami berbuka, mereka kembali dengan muka yang berbahagia. Mereka menaruh beberapa kantong plastik berisi takjil, minuman dan nasi bungkus dengan percaya diri di atas meja.

“Maaf ya, tadi antriannya lama, yuk dimakan dulu takjilnya,” ujar teman saya sembari membuka ikatan pada kantong plastik yang ia bawa. Namun, ketika ia melihat isi kantong plastik tersebut, raut wajahnya berubah. Dari muka yang penuh keyakinan dan percaya diri, berubah menjadi muka shock dan sedih, seakan melihat sesuatu yang memilukan. Sontak kami bertanya apa yang terjadi. Ternyata, kolak yang sudah dibeli tertumpah, bercampur dengan makanan lain dalam kantong plastik tersebut. Miris hati ini melihatnya, namun rasanya tidak tega juga melihat muka teman-teman saya yang sudah bersemangat membawakan kolak ini untuk dimakan bersama. “Ya sudah, kita makan saja mana yang masih bisa dimakan,” ujar teman saya yang lain. Karena sudah kelaparan, kami tetap menyantap takjil dan makanan lain yang sudah dibawakan oleh kedua orang teman tersebut.

Cerita ini masih populer untuk dijadikan bahan olok-olok antara kami hingga hari ini. Sangat disayangkan, tahun ini kami tidak dapat melewati momen-momen kebersamaan seperti ini lagi. Ada banyak momen-momen kebersamaan lainnya yang tidak dapat kita lakukan tahun ini perihal pandemi COVID-19, terutama momen kebersamaan saat bulan Ramadan. Menunaikan shalat tarawih berjamaah di masjid, berbuka bersama teman-teman, mudik, berkumpul dengan keluarga besar, pergi berlebaran ke rumah sanak saudara juga tidak dapat kita jalani seperti sedia kala. Untuk mencegah penyebaran virus COVID-19, banyak daerah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga mayoritas aktivitas hanya bisa dilakukan di rumah.

Tentunya dengan lebih banyak berdiam diri di rumah, interaksi fisik tidak banyak terjadi. Berkomunikasi dengan teman-teman dan keluarga pun saat ini lebih banyak dilakukan melalui video call. Bahkan, koordinasi pekerjaan juga dilakukan melalui video call. Di awal, memang saya merasa sangat canggung dan belum terbiasa. Ternyata cukup sulit untuk melakukan koordinasi pekerjaan jarak jauh. Miskomunikasi terjadi beberapa kali. Meskipun demikian, saya tetap menantikan momen saat tim saya berkoordinasi melalui video call. Karena hanya melalui video call-lah saya dapat melepas rasa rindu kepada teman-teman sekantor. Melihat dan mendengar senda gurau mereka walau hanya melalui layar laptop rasanya sudah memberi semangat tersendiri bagi saya.

Momen kebersamaan memang tidak dapat digantikan melalui video call. Baru kini saya sadari betapa berartinya waktu yang dilalui bersama orang-orang terkasih. Yang tidak saya sadari selama ini adalah betapa seringnya kita bertindak seolah segalanya akan tetap sama, nyatanya situasi dapat berubah secepat membalikkan telapak tangan. COVID-19 ini membawa banyak renungan baru yang selama ini luput dari pemikiran saya. Saat ini, untuk bisa mengembalikan kondisi seperti semulai, ada harga yang harus dibayarkan. Ada rasa rindu yang harus ditahan, dengan menaati sejumlah aturan dan tetap berada di rumah. Ternyata benar, “segala sesuatu baru akan berarti ketika sudah tidak kita dapati lagi.” Semoga kita bisa berkumpul dengan orang-orang yang kita kasihi lagi sesegera mungkin. Aamiin.

Cerita: Yolanda A. Hanjani

Penyunting Bahasa: SIDPub

--

--

SociopreneurID
SociopreneurID Publishing

Nurturing Social Entrepreneurship in Indonesia through developing Responsible Ecosystems by promoting Social Innovation & providing Entrepreneurship Education.