Self-Love: Wujud Keimanan Seorang Muslim

Studia Humanika
Studia Humanika
Published in
5 min readAug 13, 2024
Ilustrasi self-love: seni mencintai diri untuk bertahan menghadapi kerasnya dunia (sumber gambar: https://www.freepik.com/free-vector/happy-narcissist-girl-looking-herself-mirror-admiring-her-beautiful-reflection-cartoon-illustration_12699120.htm#fromView=search&page=1&position=1&uuid=32d90e99-b67c-45c6-88cb-9fceaa2465e0 )

Self-love adalah konsep yang belakangan ini hangat diperbincangkan orang-orang, terutama kalangan dewasa-muda. Secara harfiah, self-love bermakna mencintai diri. Konsep ini sangat menarik bagi generasi kini yang lebih peka terhadap isu kesehatan mental, apalagi di tengah gempuran berbagai tugas sekolah, pekerjaan, dan tantangan kehidupan lainnya. Lantas, bagaimana Islam memandang konsep self-love ini?

Psikolog Adriano Rusfi menyatakan bahwa self-love dalam Islam bukan saja boleh, tetapi wajib bagi setiap muslim. Mengutip beliau saat mengisi kajian Overthinking Series, “karena, kalau bukan kita yang mencintai kita, siapa lagi? Kita tidak bisa mengharapkan orang lain mencintai kita, jika kita sendiri tidak mencintai kita”. Lebih jauh lagi, penggagas pendidikan Aqil-Baligh ini menyatakan: tidak mencintai diri sendiri artinya tidak mencintai ciptaan Allah yang bernama diri.

Untuk menerapkan sikap self-love, kita harus mengakui dan menerima kondisi diri sendiri terlebih dahulu (self-acceptance). Sikap self-acceptance tersebut berarti mengakui kondisi apapun yang Allah swt. berikan pada kita, sekalipun itu dianggap sebagai kekurangan di mata manusia. Dengan kata lain, seorang tunanetra selayaknya mengakui, menerima, dan bahkan berbangga dengan ketunanetraannya. Seorang tunarungu, tunagrahita, tunalaras, tunadaksa selayaknya bangga dengan kondisi yang dimilikinya. Karena sejatinya, Allah swt. tidak pernah mencipta orang cacat.

Langkah awal yang mungkin paling berat dalam self-love adalah bagaimana kita menerima dengan ikhlas akan keadaan diri (sumber gambar: https://www.freepik.com/free-vector/high-self-esteem-with-woman-mirror_10882719.htm#fromView=search&page=1&position=0&uuid=ccf9d7fc-19da-4147-9541-e33566e74a66 )

Adriano menyatakan dengan tegas, jika kita sampai beranggapan bahwa Allah swt. bisa dan pernah gagal dalam mencipta manusia, maka kita wajib mengulang syahadat kita sebab kita telah terjerumus dalam kemurtadan. Padahal, Allah swt. telah berfirman dalam QS At-Tin ayat 4:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

Bahkan, Allah swt. menantang kita untuk mencari letak kecacatan dalam ciptaan-Nya. Dalam QS Al-Mulk 3–4, Allah berfirman:

الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ

ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ

(Dia juga) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih ketidakseimbangan sedikit pun. Maka, lihatlah sekali lagi! Adakah kamu melihat suatu cela? Kemudian, lihatlah sekali lagi (dan) sekali lagi (untuk mencari cela dalam ciptaan Allah), niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dengan kecewa dan dalam keadaan letih (karena tidak menemukannya).

Maka jelaslah bahwa Allah tidak pernah menciptakan manusia dalam kondisi tercela, sehingga sudah sepantasnya kita bersyukur atas pemberian-Nya atas kita.

Selain itu, mengakui diri berarti juga mengakui segala kekurangan kita, termasuk kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan. Orang yang bergelimang dosa sekalipun dilarang untuk membenci diri sendiri hingga merasa terputus dari rahmat Allah swt.

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Az-Zumar 39:53)

Oleh karena itu, mencintai diri sendiri adalah bagian dari rasa syukur kita terhadap berbagai nikmat yang telah Allah swt. berikan pada kita. Jika nikmat itu tidak kita syukuri, maka kita berpotensi terjerumus dalam kondisi kufur nikmat. Adriano kemudian mengutip pesan dari Ust. Rahmat Abdullah padanya: “Mengakui kelebihan-kelebihan diri adalah cara mensyukuri nikmat Allah pada kita. Orang pintar yang mengaku bodoh itu bukan rendah hati, tapi kufur nikmat.” Mengakui kelebihan diri adalah bentuk menjalankan perintah Allah swt. dalam QS Adh-Dhuha ayat 11:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).”

Maka, mengucapkan kalimat seperti aku adalah orang pintar dalam bidang ini; aku adalah orang yang cantik; aku adalah orang kaya sejatinya diperbolehkan dalam Islam, selama dinyatakan dalam kesyukuran. Ungkapan seperti bukanlah bentuk kesombongan/ke-takabbur-an.

Dalam satu kesempatan, Rasulullah saw. Bersabda: “Tidak akan masuk surga sesiapa yang ada di dalam hatinya kesombongan walaupun sebesar zarrah.” Maka seorang laki-laki bertanya: “Sesungguhnya seseorang tentu menyukai pakaian dan sandal yang bagus!” Rasulullah saw. menjawab: “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, (yang dimaksud) sombong itu adalah “menolak kebenaran” dan tidak mensyukuri (bantuan, pemberian) orang lain.”

Self-love adalah salah satu ungkapan rasa syukur atas nikmat dan segala yang telah Allaah berikan pada hamba-Nya (sumber gambar: https://www.freepik.com/premium-vector/islamic-girl-praying_13254275.htm#from_view=detail_alsolike )

Terkait hadits ini, Adriano mengomentari mirisnya sikap sebagian dari kita yang sulit sekali memuji diri karena takut dikira sombong, tetapi mudah sekali mencela orang lain, padahal itulah kesombongan yang sebenarnya. Ia menegaskan kembali, yang disebut kesombongan adalah bersikap apriori terhadap kebenaran dan juga melecehkan orang lain. Sementara, mengakui kelebihan diri dan mengaktualisasikannya justru dibenarkan dan didorong oleh agama.

Ia mencontohkan bagaimana Abu Bakar disifati sebagai orang yang jujur dan membenarkan (Ash-Shiddiq). Sahabat Umar, Utsman, dan Ali pun seluruhnya jujur dan membenarkan perkataan Rasulullah saw., tapi citra Ash-Shiddiq itu melekat kuat pada Abu Bakar. Begitu pula sifat Al-Faruq (pembeda haq dan bathil) yang melekat kuat dalam diri Umar, sekalipun sahabat lain juga memiliki sifat tersebut. Sahabat Utsman pun lekat dengan sifat dermawan, bukan karena Abu Bakar dan Umar tidak dermawan, tapi sifat dermawan tersebut teraktualisasi maksimal dalam diri Utsman.

Berkaca dari contoh sahabat di atas, Adriano berpendapat bahwa self-love harus bermuara pada self-accomplishment, yang bermakna menjadi pemenang dengan keunikannya masing-masing. Berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairaat) itu dicapa dengan aktualisasi keunikan pribadi, sebagaimana Abu Bakar dengan shiddiq-nya, Umar dengan faruq-nya, dan Utsman dengan kedermawanannya.

Terakhir, mari kita renungkan hadits berikut:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak disebut beriman (secara sempurna) seseorang, hingga ia mencintai
untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”

Hadits tersebut menunjukkan bahwa iman seseorang tidak akan sempurna hingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Tapi, bagaimana kita hendak mencintai saudara kita jika kita tidak mencintai diri kita sendiri? Sehingga, mencintai diri atau self-love sesungguhnya adalah wujud ikhtiar kita mencapai kesempurnaan iman.

Tulisan ini disarikan dari seri kajian Overthinking Classroom “The Science of Happiness” yang diselenggarakan oleh Studia Humanika, bersama Drs. Adriano Rusfi, Psi. (Konseptor Pendidikan Aqil Baligh, Rumah Bunda, dan Majelis Lukmanul Hakim)

Penyadur: Vieri M. Naufal (Staf Badan Pengkajian dan Penerbitan Salman ITB)

--

--

Studia Humanika
Studia Humanika

Intellectual Discovery & Discussion 🌙📚✨ Explore Islam among deep philosophical discussions and community. Join us on this intellectual journey!