F.O.M.O: Fear Of Missing Out

Restu Arif Priyono
suarsocial
Published in
5 min readJun 29, 2018

Tantangan mudahnya akses informasi

“A photo of a person taking a photo of the a lake and trees on an iPhone cellphone in Scunthorpe” by Adam Birkett on Unsplash

Secara singkat, FOMO atau Fear of Missing Out adalah sebuah gejala psikologis ketika seseorang merasa tidak aman apabila ketinggalan mengetahui atau mengikuti sesuatu.

Di era sosial media, gejala FOMO ini semakin menjadi. Mungkin pernah kita rasakan bahwa kita merasa harus up-to-date dengan informasi terkini di sosial media, hanya agar dianggap paling banyak memiliki pengetahuan, atau hanya sekadar untuk mengatakan kepada teman kita, “Eh, lo tau X gak? Lo gatau X??Masa lo gatau sih.”

Arus informasi bertubi-tubi dan tidak habis-habisnya disodorkan kepada para pengguna smartphone dalam bentuk timeline media sosial. Hal ini sering kali membuat kita kelelahan dalam mengonsumsi informasi. Bahkan seringkali informasi yang diterima bukan informasi penting.

Kalau kita fokus pada perasaan takut ketinggalan ini, akhirnya kita mencoba berbagai cara untuk mengonsumsi banyak hal di media sosial. Kalaupun ada informasi yang diterima, pada akhirnya merupakan informasi yang bersifat kulit luarnya saja, dan tidak mendalam. Ada istilah “Baca judulnya aja, ngerti sebagian, di-share pula”, dan dari situlah seringkali berita hoax menyebar. Ingin berbagi tidaklah salah, namun kita juga menginginkan hasil yang terbaik dari apa yang kita bagi.

Padahal, nyatanya tidak semua hal yang tersedia perlu kita konsumsi, termasuk informasi media sosial. Ketinggalan informasi yang tidak relevan lebih dapat diterima untuk mendapatkan informasi mendalam yang benar-benar dibutuhkan.

Apabila kita memiliki fokus dalam hidup ini (baca: cita-cita, ambisi), segala usaha dan upaya kita tertuju pada hal tersebut. Termasuk apa yang kita baca, telaah, dan menjadi perhatian kita. Segala hal yang tidak relevan dengan tujuan tersebut bisa dinomorduakan. Orang yang tidak memiliki tujuan hidup akan lebih mudah terombang-ambing dan tidak mendapatkan apa-apa.

Poin pentingnya adalah tujuan hidup memiliki andil besar terhadap filter informasi yang perlu dan tidak perlu dikonsumsi oleh seseorang. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai data, informasi, pengetahuan, dan kebijaksanaan yang bisa menjadi gambaran bagaimana penerimaan informasi bisa diarahkan sesuai dengan tujuan hidup kita.

Data, Informasi, Pengetahuan, Kebijaksanaan

Sebelum kita sampai pada bagaimana cara menangani fenomena ini, kita perlu memahami terlebih dahulu posisi data, informasi, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Dengan memahami posisi masing-masing hal ini, semestinya kita bisa menerima informasi secara lebih terarah.

Data

Data adalah kumpulan fakta, seperti: “sepatu”, “kursi”, “matahari”, “59”, ”inci”, dan sebagainya. Dapat dilihat bahwa data tidak memiliki konteks dan keterhubungan yang jelas antara satu dengan yang lainnya. Apabila dianalogikan dengan sebuah buku, data adalah huruf-huruf yang menyusun buku tersebut.

Informasi

Data yang memiliki makna disebut dengan informasi. Berbeda dengan data, informasi memiliki keterhubungan dan arah tertentu dari suatu fakta. Contohnya adalah “hari Selasa tanggal 27 kemarin terjadi hujan”. Analogi informasi dalam sebuah buku adalah kalimat-kalimat yang menyusunnya.

Pengetahuan

Informasi yang diberi konteks disebut dengan pengetahuan. Pengetahuan memiliki nilai pola informasi, sehingga bisa dijadikan acuan untuk memperkirakan (forecast). Contoh pengetahuan misalnya, “Dalam rentang bulan September hingga Mei, adalah musim hujan”. Selain itu, pengetahuan biasanya dikelompokkan berdasarkan kedekatan ilmunya, ada Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan sebagainya. Dalam analogi buku sebelumnya, pengetahuan dianalogikan sebagai bab dalam sebuah buku.

Kebijaksanaan

Dari serangkaian pengetahuan yang dimiliki seseorang yang diaplikasikan untuk mengambil keputusan atau tindakan dinamakan kebijaksanaan. Kebijaksanaan dapat diperoleh dari proses mempelajari pola orang lain, atau pengalaman diri sendiri. Dalam analogi sebuah buku, kebijaksanaan adalah buku itu sendiri, yang di dalamnya terkandung bab-bab yang menyusunnya.

Personal Knowledge Management

Lalu bagaimana cara untuk mengendalikan keadaan ini? Jawabannya adalah Personal Knowledge Management (KM). Apabila kita mencari definisi KM, banyak sekali pakar yang memberikan definisi dan penelitian mengenai hal ini. Berikut ini adalah salah satu definisi yang menurut saya sangat baik dan relevan dengan KM.

“Knowledge management is a discipline that promotes an integrated approach to identifying, capturing, evaluating, retrieving, and sharing all of an enterprise’s information assets. These assets may include databases, documents, policies, procedures, and previously un-captured expertise and experience in individual workers.” (Duhon, 1998)

Secara umum, KM dapat dibagi menjadi lima fase utama, mulai dari identifying, capturing, evaluating, retreiving, dan sharing. Saya menyederhanakan proses tersebut menjadi pengumpulan data (collect), mencerna (digest), dan keluaran (output).

Collect

Hal yang paling penting dari fase pengumpulan informasi adalah: identifikasi dan penyaringan. Pada tahap ini, memiliki tujuan sangat diperlukan di antara fase-fase lainnya. Karena, tujuan, cita-cita, atau goal menjadi penyaring utama untuk informasi apa saja yang kita perlukan. Dengan demikian, kita bisa menentukan kategori atau channel apa yang mestinya kita ikuti.

Di dalam tulisan ini, saya membagi informasi menjadi dua kategori utama: informasi aktual dan informasi faktual. Informasi aktual adalah informasi yang bersifat baru dan terkini. Sedangkan informasi faktual adalah informasi yang nyata, yang sifatnya tak lekang oleh waktu. Mana yang lebih baik? Tentunya keduanya adalah hal yang baik. Nilai dari informasi ditentukan oleh keberadaan informasi tersebut ketika dibutuhkan.

Nilai dari informasi ditentukan oleh keberadaan informasi tersebut ketika dibutuhkan.

Dengan menyadari terhadap dua jenis informasi ini, kita bisa menentukan tools yang dibutuhkan untuk mengumpulkan kedua jenis informasi tersebut. Berikut ini tools yang saya gunakan untuk mengumpulkan informasi aktual:

Sedangkan informasi faktual saya peroleh dengan menggunakan tools berikut ini:

Digest

Apabila informasi yang telah diperoleh hanya dibiarkan begitu saja, berarti informasi tersebut tidak memiliki relevansi yang tinggi di dalam hidup kita. Kita biasanya menyimpannya karena kita menduga di suatu hari nanti mungkin informasi ini akan bermanfaat dalam kehidupan kita. Namun, pada akhirnya, hal itulah yang disebut dengan FOMO. Bukan berarti hal tersebut buruk, namun kita perlu menyadari hal tersebut, agar ketakutan kita lebih terarah ke arah yang lebih baik dan positif.

Sebaliknya, informasi yang diakses secara berulang merupakan informasi yang sangat relevan terhadap hidup kita. Oleh karena itu, digest merupakan proses memilah informasi agar mempermudah kita mengaksesnya di kemudian hari. Caranya adalah dengan cara mengategorisasi, memberikan prioritas, dan menghapus informasi yang tidak relevan.

Tools yang saya gunakan untuk digest informasi adalah sebagai berikut:

(ya, saya menggunakan satu tool yang sama untuk dua kegunaan)

Output

Proses terakhir dari KM adalah output. Pengetahuan yang mengendap tidak akan memberikan nilai yang tinggi apabila didiamkan saja dan tidak diwujudkan menjadi aksi atau dibagikan kepada orang lain. Bagian ini merupakan sintesis dari berbagai informasi yang dikumpulkan dan disortir sebelumnya.

Tools yang saya gunakan adalah:

Referensi

--

--

Restu Arif Priyono
suarsocial

A tech enthusiast with background in Software Engineering and Business. Currently as a CEO of Techlab.