Chatbot: Si Pembawa Kemudahan yang Dipersonalisasi
Percayalah, hidup semakin mudah karena kemajuan teknologi yang terus berkembang seiring berjalannya waktu. Setidaknya begitu yang saya rasakan; mulai dari kemudahan mengakses transportasi online, membeli barang, hingga booking tiket nonton jauh sebelum film-nya rilis. Semuanya terasa dekat dan mudah. One click away and it’s all done.
Namun, dengan keinginan konsumen yang ingin serba instan di dunia yang serba cepat ini juga, rasa-rasanya pekerjaan seorang admin pengelola bisnis online pun bertambah. Konsumen ingin cepat direspon supaya pesanannya cepat diproses tapi di sisi lain admin tak hanya menjawab pertanyaan dari sekadar satu atau dua konsumen saja. Bisa puluhan bahkan ratusan. Saya sendiri tak bisa membayangkan bagaimana cara mereka menjawab semua pesanan dan pertanyaan yang diajukan konsumennya.
Beruntunglah kita hidup di era serba digital ini. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, dengan teknologi yang terus disempurnakan, hidup juga terasa lebih mudah. Pekerjaan admin bisa terasa lebih ringan dengan chatbot yang telah dipersonalisasikan sesuai kebutuhan.
Merunut sedikit ke belakang, sebenarnya chatbot sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1960-an. Awal mulanya, chatbot dibuat untuk memperdaya manusia supaya mereka merasa sedang bertukar pesan dengan sesama manusia padahal sebenarnya robot. Sejak saat itu, chatbot kemudian mulai mengalami pergeseran fungsi dan terus mengalami kemajuan.
Efek dari coba-coba itu pun dapat kita rasakan sekarang. Chatbot dapat menjawab pertanyaan konsumen dengan cepat tanpa harus gelisah menunggu kapan pertanyaan atau pesanannya akan dibalas dan diproses admin.
Saya melihat bahwa kini ada tiga ranah besar yang kian digemari orang dalam berjual-beli di perdagangan online, yakni fashion, kosmetik, dan kuliner. Saya akan mengambil ranah terakhir untuk contoh kasus.
Katakanlah seorang konsumen lapar dan ingin memesan makanan secara online. Kemudian, ia langsung memesan ke admin yang khusus menjawab dan memproses pemesanan makanan lewat WhatsApp atau LINE (ya, masih ada yang menggunakan cara ini. Justru menurut saya sedikit lebih efektif dibanding jasa yang ditawarkan aplikasi transportasi online karena pemesanan bisa langsung diproses tanpa si driver harus datang ke restoran). Bisa bayangkan bagaimana kalau konsumen ini memesan pada jam makan siang atau malam, di mana banyak orang juga yang berpikiran sama dengan konsumen yang saya sebutkan sebelumnya? Bagaimana si admin bisa membalas semua pesanan dalam waktu singkat?
Di sinilah chatbot bisa mengambil peran. Dengan banyaknya pesanan yang masuk, chatbot yang telah terpersonalisasi dapat menanyakan makanan/minuman apa yang ingin dipesan, alamat konsumen, total pembayaran, dan lain-lain. Admin kemudian memproses pesanan ini lebih lanjut ke bagian dapur dan bertanggung jawab atas pengantaran yang akan dilakukan ke konsumen. Pekerjaan admin akan lebih ringkas, efisien, dan semua pesanan yang masuk juga terpenuhi. Tak ada lagi konsumen yang marah-marah karena adminnya slow response.
Bagi saya, salah jika beranggapan chatbot mengambil alih pekerjaan admin. Justru sebaliknya, chatbot ada sebagai pembantu admin. Personalisasi chatbot yang dieksekusi dengan baik akan membuat pengalaman konsumen merasa bahwa ia tidak sedang berbicara dengan mesin. Alih-alih, konsumen akan merasa senang bahwa permintaannya cepat ditanggapi dan diproses. Jika Anda seorang pemilik bisnis, kepuasan pelanggan adalah kepuasan Anda juga, bukan?
Tak heran jika kini chatbot telah banyak dipakai di ranah bisnis dalam skema yang disebut conversational commerce. Para konsumen bisa membeli sesuatu dengan cepat hanya dengan berbincang dengan chatbot, si pembantu admin yang dipersonalisasi.
Untuk mendapatkan pengalaman seperti ilustrasi yang saya gambarkan, kunjungi Instagram Talkabot untuk mempelajari lebih jauh tentang chatbot dan bagaimana chatbot dapat membawa kepuasan bagi konsumen.