Seragam: Kebosanan Konsumen Terhadap Pola yang Sama.

Arbha Witarsa
Talkabot.id
Published in
6 min readApr 23, 2019
Bayangkan, kamu bangun pagi-pagi dan kamu sudah melihat banyak iklan yang bentuknya sama, dan kamu belum bergerak sedikit pun. Hari yang sangat indah, iya kan?

Internet telah membuat semua orang dapat diakses oleh siapa saja dan di mana saja meraka berada. Hal ini membuat sebuah brand dapat dengan mudahnya masuk ke dalam keseharian kita. Itulah alasan mengapa di setiap harinya kita dapat melihat banyak sekali iklan dari berbagai macam brand. Pertanyaannya adalah, apakah kita ingin melihat iklan tersebut? Apakah kita akan tergugah untuk mencari tahu lebih lanjut tentang brand tersebut?

Tapi apakah Anda sadar bahwa sebuah iklan adalah cerminan dari brand itu sendiri. Sebuah perusahaan membuat iklan dan menyebarkannya dengan harapan yang tinggi, dengan biaya yang tinggi pula. Ternyata kita tidak meliriknya. Bahkan kita membenci iklan itu karena mengganggu. Siapa yang salah? Kita sebagai target pasar mereka, atau cara mereka? Mungkin ada yang salah dari cara kita memasarkan brand kita di zaman sekarang.

Billboard adalah salah satu bentuk iklan tradisional.

Iklan yang Membosankan: Iklan Tradisional dan Iklan Tradisional Baru.

Kita sudah lelah menjadi sasaran iklan. Faktanya, pada tahun 1970-an rata-rata masyarakat Amerika Serikat melihat 500 iklan per-hari. Hari ini angka itu meningkat menjadi 5000 iklan per-hari. Bayangkan berapa iklan yang kita ingat dalam sehari? Jika hanya 3, berarti ada 4997 iklan yang tidak kita gubris setiap harinya. Inilah yang membuat 92% orang lebih percaya kepada rekomendasi yang dilakukan oleh orang lain dibandingkan perusahaan.

Apa yang membuat iklan menjadi membosankan? Jika dilihat dari sesuatu yang tak terukur, iklan yang membosankan adalah iklan yang “sama”. Sama di sini maksudnya tidak memiliki pembeda dengan iklan-iklan brand lain. Berdasarkan penelitian ilmuwan psikologi bernama John Eastwood mendefinisikan kebosanan sebagai keadaan yang monoton atau berulang-ulang. Sering kita lihat banyak sekali iklan komersil brand kelas menengah melakukan promosi dengan elemen visual seperti model dengan paras molek, highlight produk dengan kualitas gambar yang bagus, serta caption berbahasa inggris yang mungkin tidak semua orang mengerti namun cukup keren. Tapi apakah iklan seperti ini dapat disebut berhasil? Jika hal ini dilakukan berulang-ulang tentu saja akan membosankan.

Semakin cerdasnya konsumen membuat mereka lebih banyak mempertimbangkan banyak hal untuk membeli suatu produk. Dengan menggunakan metode iklan tradisional saja tidak akan cukup. Iklan tradisional ini menggunakan medium seperti billboard, poster, brosur, dll. Namun apakah iklan di media sosial dapat disebut baru? Iklan yang menggunakan medium media sosial memiliki elemen yang sama seperti iklan tradisional, yang berubah hanyalah mediumnya. Hal ini tidak menjadikan “iklan tradisional baru” ini menjadi revolusioner, melainkan hanya memotong biaya produksi saja. Jadi jangan terlalu melebih-lebihkan soal digital marketing melalui media sosial jika strategi yang anda buat masih sama seperti membagikan brosur di jalan raya. Seperti yang dikatakan Steve Jobs, “janganlah melihat kompetitormu dan berkata kalian akan melakukan yang lebih baik. Lihatlah kompetitormu dan katakan kalian akan melakukan hal yang berbeda”.

Pada dasarnya, jauh sebelum internet hadir, kita manusia selalu berinteraksi dan bertransaksi dengan orang-orang yang kita tahu, kita sukai, dan kita percaya. Sebuah brand akan melakukan apapun untuk mendapatkan ketiga elemen tersebut dan membuat mereka dekat secara personal dengan konsumen mereka. Pada akhirnya konsumen akan merasa diperlakukan sebagai manusia yang sederajat dengan brand tersebut, bukan hanya dipandang sebagai konsumen semata.

Gunakanlah media sosial untuk terhubung dengan konsumen, bukan untuk sekedar memamerkan produk Anda.

Cara Untuk Peduli dan Lebih Dekat, Implementasi pada Media Sosial

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk peduli dan lebih dekat dengan konsumen Anda. Berikut beberapa contoh yang dapat kita lakukan:

1. Menyulap data demografis menjadi konten pemasaran lintas bidang.

Data demografis yang Anda miliki bisa jadi adalah jalan keluar Anda. Ubahlah data yang anda miliki menjadi sebuah narasi cerita yang dapat Anda kembangkan bersama brand Anda. Sebagai Contoh, brand Redbull memiliki mayoritas konsumen laki-laki yang berumur 25 hingga 35 tahun dan mayoritasnya tinggal di kota-kota besar. Redbull adalah sebuah brand minuman suplemen energi untuk orang-orang yang bekerja lebih keras. Maka dari itu Redbull membuat banyak sekali video dokumentasi kegiatan kegiatan yang membutuhkan pengalaman tingkat tinggi seperti olahraga ekstrem.

Selain olahraga ekstrem memiliki integrasi dengan produknya, Redbull mencoba untuk memotivasi konsumennya agar lebih berani melakukan apa yang mereka sukai. Selain menaikan penjualan, Redbull berhasil mendapatkan kepercayaan komunitas olahraga ekstrem dan juga membuat industri olahraga ekstrem itu sendiri lebih hidup dan berkembang. Sebuah upaya promosi yang memenangkan semua pihak, iya kan?

2. Meningkatkan partisipasi dari banyak pihak.

Anda tidak akan pernah bisa melakukan segalanya sendiri, khususnya menyebarkan informasi. Di sinilah peran influencer menjadi penting, walaupun sebenarnya tidak perlu, cukup orang-orang sekitar Anda saja. Perlihatkan kepada konsumen Anda bahwa bukan hanya Anda yang percaya kepada brand Anda. Ajaklah orang lain untuk membantu anda melakukan promosi, dan buat aktivitas promosi itu tetap organik tanpa intervensi dari siapa pun. Kebanyakan brand tidak mengerti seberapa penting originalitas dari para brand ambassador mereka. Sehingga apabila kita melihat seorang brand ambassador melakukan promosi kita merasa bosan, dan tidak tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut. Bukan karena kita skeptis, tapi kita akan merasa bosan dan jenuh dengan keseragaman itu sendiri. Cobalah untuk memberi kebebasan untuk memperlihatkan ciri khas dari seluruh partisipan kegiatan promosi Anda, dan cobalah lebih humanis walaupun hanya sedikit.

3. Kombinasikan media sosial dan teknologi terbaru.

Media sosial bukan hanya menjadi sarana berkomunikasi, namun juga sarana berekspresi. Alih-alih menyebarluaskan informasi, kadang kita lupa bahwa beberapa pengguna media sosial sangatlah ekspresif. Mereka mencurahkan apa yang ada dipikiran mereka dan membagikannya. Kombinasi media sosial dan teknologi lain seperti augmented reality, virtual reality, atau chatbot sekalipun bukan lah hal yang tidak mungkin dilakukan. Beberapa perusahaan telah mengkombinasikan kedua teknologi ini menjadi satu untuk meningkatkan penjualan mereka, H&M adalah salah satunya.

H&M adalah perusahaan multinasional yang memfokuskan diri pada produk fashion . H&M memberikan pengalaman baru dalam berbelanja melalui teknologi chatbot. Mereka menyulap sebuah platform media sosial yang berbentuk aplikasi bertukar pesan bernama Kik (yang merupakan aplikasi yang populer di Kanada) menjadi sarana konsumen untuk berbelanja. Disana konsumen dapat bertukar pesan dengan chatbot yang di desain khusus untuk merekomendasikan produk, dan memudahkan kegiatan transaksi tanpa harus datang ke outlet setempat atau membuka website brand H&M.

Chatbot yang dibuat oleh H&M ini mampu merekomendasikan produk yang sesuai dengan gaya dan selera konsumen secara spesifik. Chatbot H&M mempelajari selera konsumen dengan cara memberikan beberapa pertanyaan, dan jawaban konsumen inilah yang mereka pelajari. Chatbot H&M pun dapat memberikan kemudahan bertransaksi serta memberi tawaran potongan harga khusus untuk para penggunanya. Chatbot H&M bukan hanya menjadi customer service 24 jam, chatbot ini juga seolah menjadi asisten kita dalam berbelanja produk H&M. Dengan pengetahuan akan seluruh produk, ketersediaan warna dan ukuran, serta sistem rekomendasi yang sempurna membuat konsumen mendapatkan pengalaman baru dalam berbelanja. Segala kemudahan ini seakan membuat konsumen merasa seperti raja atau ratu dalam cerita dongeng yang dapat mendapatkan apapun tanpa harus beranjak dari istana.

Kesimpulan

Di era ini, sebuah brand tidak cukup melakukan promosi komersil hanya dengan fokus kepada produk atau jasa mereka. Sebuah brand perlu hadir langsung dalam kehidupan konsumen dan mencoba untuk peduli kepada mereka. Sebuah brand pun harus mampu terus berkembang dan memberikan pengalaman-pengalaman baru bagi konsumennya. Untuk meningkatkan partisipasi konsumen, sebuah brand harus bisa menjadi sosok yang dikenal, disukai, dan dipercaya oleh konsumen sebagaimana hubungan antara manusia dengan manusia walaupun brand tersebut menggunakan teknologi canggih. Dengan cara ini konsumen akan terus hadir di mana pun dan kapan pun brand itu ada.

Hal ini bukanlah hal yang mudah dilakukan dan tidak dapat dilakukan dengan cepat. Untuk membangun hubungan dengan konsumen dibutuhkan kesabaran. Sebagai sebuah brand, Anda harus bisa konsisten. Selayaknya seorang profesional dalam bidangnya, mereka membutuhkan banyak jam terbang sebelum orang lain percaya. Mereka perlu bergaul dengan orang-orang yang bersinggungan dengan mereka. Mereka harus bisa berkolaborasi dan melakukan banyak hal bersama orang-orang tersebut.

Seperti inilah seharusnya sebuah brand berinteraksi dengan konsumennya. Walaupun tidak berinteraksi langsung atau berinteraksi melalui perantara, sebuah brand harus bisa membuat hubungan yang organik dengan konsumennya. Konteks dari kepedulian ini bukan hanya pura-pura peduli, namun secara aktif berkontribusi langsung dalam kegiatan tertentu seperti memberikan pengalaman baru dan juga terus mengembangkan jaringan dan hubungan dengan orang-orang baru. Dengan cara inilah sebuah brand dapat hidup di masyarakat — hidup secara nyata dan bukan hanya hidup untuk dilupakan.

--

--

Arbha Witarsa
Talkabot.id

An ant in a little colony, who have a dream to become an elephant.