AKU BANGGA BAPAKKU SEORANG PETANI

Elis Siti Toyibah
Tanijoy
Published in
3 min readJan 29, 2018

Penuturan seorang anak petani tentang Bapaknya akan mengajari kita bersikap apa adanya tanpa kepalsuan.”

Panggil saja aku Dani, aku baru saja memulai petualanganku di Sekolah Dasar (SD). Aku adalah seorang kakak laki-laki. Aku punya adik bernama Wildan, dia masih kecil dan sangat lucu. Kata Ibu usianya belum genap satu tahun. Setiap hari sepulang sekolah aku biasanya menghampiri Bapak di lahan atau di Kandang Kambing. Bapak tidak pernah melarangku untuk mengikuti berbagai kegiatan di Kebun. Biasanya orang-orang di Kebun memanggil Bapak dengan sebutan Mang Yadi. Jika libur sekolah aku malah biasa ikut Bapak pagi-pagi sekali berkeliling di Kebun. Aku jadi tahu apa yang dikerjakan oleh Bapak setiap harinya untuk bisa memberikan aku makan, menyekolahkanku dan memberi aku uang saku.

Setiap hari sebelum mengantarku pergi ke sekolah, Bapak sudah berangkat lebih dulu berkeliling memeriksa dan merawat tanaman yang ditanam tidak terlalu jauh dari rumah kami di Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, kabupaten Bogor. Bagi Bapak bangun sebelum adzan shubuh itu sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil, karena kakek dan nenekku dulu adalah seorang petani. Saat seusiaku Bapak juga sudah sering ikut ke Kebun untuk membantu kedua orangtuanya, sehingga ilmu tentang tanam menanam Bapak dapatkan secara turun temurun.

Aku pernah mendengar Bapak bercerita pada Ibu tentang masalahnya yang terjerat hutang pada seorang tengkulak. Bapak kesulitan mencari modal untuk menanam, jadi terpaksa Bapak berhutang pada tengkulak. Aku tidak tahu siapa nama tengkulaknya. Sejak saat itu Bapak jadi menghadapi banyak kesulitan. Apalagi saat beberapa kali mengalami gagal panen karena keterbatasan pengetahuan, membuat hutang Bapak semakin menumpuk. Keadaan ini membuat aku harus makan seadanya, menunggak uang sekolah dan jarang mendapat uang saku. Walaupun begitu, aku masih bisa melihat Bapak tetap berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan semuanya tanpa pernah mengeluh. Aku tahu Bapak adalah seorang petani yang selalu mau mencoba dan belajar hal baru.

Pada suatu hari Bapak pulang dengan wajah yang sumringah. Aku yang sore itu akan segera pergi berangkat mengaji mendengar Bapak bilang pada Ibu kalau Bapak merasa senang bertemu dengan Mas Alfi. Kata Bapak Mas Alfi itu adalah seorang manajer lapang Tanijoy di desa kita. Saat aku tanya apa itu Tanijoy, Bapak menjawab kalau Tanijoy itu usaha sosial yang bisa membantu Bapak. Setelah menjadi petani binaan pertama di Tanijoy, Bapak mendapatkan bantuan modal dan dipinjami lahan untuk menanam lebih banyak sayuran. Bapak juga sering mempraktekan dan memberitahuku ilmu-ilmu baru tentang pertanian yang Bapak dapat dari Mas Alfi. Perlahan-lahan Bapak mulai bisa mencicil bayar hutang, membayar uang sekolahku lalu memberiku uang saku. Itu karena Bapak sekarang punya pendapatan yang lebih banyak setiap bulannya. Aku bersyukur melihat usaha dan kerja keras Bapak sebagai petani kini jadi lebih baik. Aku bangga sama Bapak. Suatu hari aku ingin menjadi petani yang tidak pernah berhenti belajar dan pantang menyerah seperti Bapak. Kalau bukan karena Bapak dan para petani lainnya, belum tentu orang-orang di kota bisa makan sayur-sayur yang sehat dan enak.

--

--

Elis Siti Toyibah
Tanijoy
Writer for

Professional Storyteller, Ventriloquist, Real mom