Pacarku Seorang Aktivis
(Kiriman dari: Nurdin Hamzah Hidayat, Komunitas Literasi Aksara Berkaki)
Arsip: tanpanama.id (12 Agustus 2017 & 10 September 2017)
Bagian I: Surat dari Pacar Seorang Aktivis
Selamat pagi sayang, tampaknya hari-harimu akan menyenangkan sekali… maaf tak bisa menemuimu hari ini, untuk sekedar membawa kopi susu kental manis yang sering kau pinta padaku tiap paginya, tapi pagi ini aku benar-benar tidak bisa sayang, maaf ya… :)
Kemaren aku melihat banyak kertas-kertas bertulisan namamu, semacam artikel yang kau tulis dengan berbagai latar organisasimu itu, aku tercengang sayang, ternyata pacarku seorang aktivis. Aku sempat tak menerima kenyataan itu, karena kau tak pernah sebutkan itu kepadaku, tiap harinya kau hanya bilang akan kuliah dan menyelesaikan perkuliahan, ternyata kau bohong sayang.
Ku baca tulisanmu, semua yang kau tulis begitu hebat, layaknya seorang yang kritis(i), kau bicara soal kesenjangan sosial, kau bicara soal ekonomi bahkan kau menghardik pemerintah, aku masih tak percaya dari seorang yang aku kenal selama ini ternyata juga memikirkan orang lain.
aku diantara marah dan bahagia, ternyata pacarku adalah orang yang memikirkan orang lain, aku tau kau penyayang, itu terlihat bagaimana kau mengenaliku, bahkan dengan mudahnya kau datang kerumahku. Berani sekali.
Pantas saja isi tas kamu semua hanya buku-buku, akupun tak tau siapa pengarangnya, tak menarik, walau tampaknya seperti novel atau sejarah tokoh dan soal ideologi-ideologi.
Aku ingat beberapanya, kalau tidak salah Pramoedya Ananta toer, Frans Magnis Suseno, buku Dari penjara kepenjara, dibawah bendera revolusi II dan Dunia Sophie. Bukumu itu tak buat mataku lapar, mungkin aku lebih suka puisi karya Boy Chandra, Tere Liye dan penulis indie yang banyak bicara soal cinta, hingga aku menggambarkan dirimu lewat puisi-puisi, aku mengirimu puisi-puisi, sama seperti sekarang aku menulis surat untukmu.
Sayangku, aku pasti tau aku tak suka aktivis, mereka lebih banyak merasa hebat dan merasa semua begitu mudah terselesaikan degan macam-macam teori yang mereka paparkan, aku tak pernah dengar itu sih sebenarnya, Cuma aku muak dengan mereka sayang, mereka bicara seakan-akan mengerti segalanya, menyalahkan pemerintahan ,polisi bahkan mereka mempolisikan ayahku yang diduga menyuap untuk meloloskan proyek, kau tau sejak itu aku benci aktivis.
Sayang, aku tak larang dirimu, sungguh tak apa, ini sudah terjadi. Semangatmu membela kaum lemah bagiku sebuah kebanggaan, ternyata rumah belajar yang kau buat itu adalah hasil dari diskusimu, komunitas yang menyenangkan itu ternyata buah hasil pikiranmu, aku senang disana sayang, dengan anak-anak jalanan, membaca puisi, bernyanyi, menari bahkan aku sempat tertidur di rumah baca sembari menunggumu pulang dari beli nasi goreng kampoeng kesukaanku disimpang tugu.
Kau tau sayang, mungkin tulisanmu belum mendunia, hanya sebatas kalangan mahasiswa, mungkin pembacanya hanya teman-teman kita saja. Mungkin wajar temanmu begitu banyak, semua kalangan ada didekatmu, aku terheran ketika kau lebih sering dipanggil bung, bukan abang seperti aku memanggilmu.
pernah aku mengutip ini, tulisan Pram,”Tahukah Kau Kenapa Aku Menyayangimu Lebih Dari Yang Lain? Karena Kau Menulis!”
Tulisanmu bisa mengantarkan aku akan ribuan imajinasi yang selama ini mengekangku dalam satu sisi ruang pribadiku sayang.
Tetaplah seperti ini sayang, tetaplah menulis apapun yang ingin kau tulis. Karena kau bebas merdeka dalam alur nalarmu. Tetaplah menulis dengan apapun yang kau risaukan dan jawablah akan kegelisahan, kecemasan yang terus meneror dalam setiap malam sebagai mimpi buruk. Carilah fakta yang menjadikan itu cahaya dalam kehidupan kita selanjutnya.
Kau yang membanggakanku.. aku harap kau tak menjadi pembunuh seperti zaman orba, atau menjadi orang yang mementingkan kekuasaan seperti sekarang, harga-harga naik sayang, mama mulai cerewet.. katanya DPRD adalah penipu. Gubernur hanya modal pantun dan masih banyak lagi sayang, aku harap kau tak masuk dan diintimidasi apalagi hilang diculik seperti para aktivis pasca reformasi.
Aku mohon, jangan tinggalkan aku, semoga kau tak marah karena aku lancang membaca tulisan-tulisanmu dan mengomentarinya. Dari aku, pacarmu, pacar dari seorang aktivis.
II. Kubalas Suratmu, Kekasihku
Selamat malam kekasihku, jujur aku terkesima membaca bait-bait dari seluruh goresan tanganmu ini.. tak kusangka engkaupun mengutip kata-kata dari buku-bukuku itu, aku tidak marah sayang, percayalah.
Akhir-akhir ini aku sudah mulai jarang memintamu untuk datang kerumah, karena aku diminta untuk menginap disalah satu sekretariat BEM karena lusa akan ada aksi., aku harap engkau mengerti dan rajin-rajinlah bertanya kabarku, sebab aku sudah terlalu larut dalam draf-draf materi yang tiap malam dibahas dan belum juga tuntas.
Pacarku, terima kasih engkau mengerti kondisiku belakangan ini, bukan tak ingin mendatangi kost-an mu.. tapi uangku habis dan belum kudapati tambahannya, kemaren aku pinjam pada temanku, tak banyak, namun cukup kurasa untuk beberapa minggu ini.
Tak perlu engkau risau pula sayang, aku tak akan menyakiti diriku sendiri, tetapi percayalah jika tidak begini, — bila aku tak lantang dalam berprinsip — maka aku bisa pastikan selama denganmu aku pun tak punya keinginan bersamamu sampai nanti, iya sampai nanti, yang sering kita bicarakan setiap malamdirumah belajar, setiap engkau mulai mengeluh karena ragu akan langkah kita kedepannya..
Sayang, lusa ada aksi,. Aku harap kau datang, Beritahu papamu bahwa kau ikut bersamaku, tapi kau bacalah dulu draf-draf ini, kau bahas dan kau tanyakan kepadaku, mungkin sebagai anak berprestasi dikelas kau punya cara analisa berpikir kritis yang aku sendiri tak berpikir demikian, sampaikan pula kepada mamamu bahwa aku yang akan menjagamu digaris massa, aku juga yang akan perhatikanmu diantara massa aksi yang ada. Itupun jika mereka setuju..,
Pacarku, kemerdekaan itu adalah sebuah guyonan bagi mereka yang masih enggan memerdekakan diri, kau terpelajar, dan akupun terpelajar, sudah patutnya kita bersetia pada hati terlebih hati yang acap kali tertindas.
Kau tau, aku bukanlah aktivis yang baik, bukan mengincar ketenaran dan popularitas belaka, seperti banyaknya aktivis yang hanya berlindung pada lembaganya.
Aku, pacarmu, yang sejak dahulu merasakan pahit, mendengar jerit, dan sering kali dililit sulit. Itu sebab aku yang paling sulit untuk berkata — untuk pamit dari gerakan-gerakan ini.
Sayang, aku bangga padamu dari semua keluh kesahmu, dan apalagi engkau mulai tajam dalam menyikapi persoalan bangsa ini, diam-diam aku pun punya pacar seorang pemberani, aku suka itu.
Esok lusa datanglah pagi hari kekampus kita, bawa almamatermu, jika kau takut wajahmu tampak oleh dosen atau media, gunakan saja masker pelindung dari debu agar tiada orang-orang tau,, cukup aku yang tau engkau ada diantara kawan-kawanku.
Kekasihku yang manis, cinta itu bagiku adalah sebuah keidealis-an, berpijak dan tak goyah, begitulah kenapa aku sengaja menyembunyikannya darimu, sebab aku takut kau mulai takut bersamaku karena orang-orang berpikir bahwa jadi pacar aktivis hanya memperburuk keberuntungan, dan memperjelas nasib kemeralatan.
Tak punya uang dan hanya jadi incaran intel disetiap malam, untung-untung yang datang itu benar-benar intel, kalau saja orang suruhan? Semoga kau ikhlaskan aku sejak dari sekarang.
Percayalah, dan jangan sesali atau bergerak mundur, kita sama-sama jalani ini dengan seada-adanya, dengan penuh bahagia, aku pasti akan memprioritaskanmu.
Tapi kau juga harus prioritaskan rakyat, sebab kita ini bagian dari rakyat, yang semestinya merelakan kemerdekaan diri sendiri, dan bukan sekedar hidup mewah dan terkesan wah di depan banyak orang seakan-akan buta dalam kondisi yang ada.
Aku tak mau seperti itu sayang.
Aku yakin dibalik lipstik mahalmu, ada sebuah bibir manis yang tak mau lihat rakyat menangis.
Ikuti tulisan lain dari Hamzah di blog nurdinhamzahhidayat.wordpress.com
Ikuti juga Instagram Aksara Berkaki @aksara_berkaki