Wajah-wajah Perjuangan

(Foto: Ozi Gumetra)

Tanpa Nama
Tanpa Nama
4 min readJun 19, 2018

--

Arsip tanpanama.id 22 Mei 2018

(I)

Ibu-ibu pejuang/Dokumentasi Ozi Gumetra

Sepuluh bulan sudah ibu-ibu bercaping ini bertahan di lokasi yang nantinya akan dibangun Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/Geothermal Gunung Talang Sumatra Barat. Mereka hanya mempertanyakan apa dampak buruk dari pembangunan, tapi mereka dibalas dengan jawaban yang merendahkan.

Dibilang mereka harus kuliah dulu agar dapat memahami. Mereka tidak bodoh dan tidak bisa diperbodoh. Banyak beredar di media sosial dampak-dampak pembangunan seperti ini. Orang-orang ini hanya ingin tahu, apakah kejadian-kejadian seperti itu akan terjadi di daerah mereka?

Tapi mereka terus dibungkam, dikriminalisasi, dan diintimidasi. Dituduh sebagai provokator, diadu domba, dan ditakut-takuti dengan aparat bersenjata yang seharusnya melindungi mereka.

Namun semangat mereka tak pernah pudar. Sepuluh bulan bukanlah waktu yang sebentar untuk berjuang. Banyak yang telah dikorbankan: harta, tenaga, dan ladang-ladang mereka yang subur.

Belakang ini, lokasi mereka dijadikan tempat latihan militer. Mereka tidak anti dengan militer, tapi ada apa? Kenapa harus di lokasi mereka yang saat ini jelas-jelas sedang bersengketa?

Tidak bisa dimungkiri, sebagian besar dari mereka yang berjuang adalah orang-orang yang pernah mencicipi bagaimana kuatnya militer di masa orde ba(r)u. Rasa takut itu kembali muncul, teringat bagaimana orang-orang tiba-tiba hilang setelah mengritik kebijakan.

Apakah ini ada hubungannya dengan rencana pembangunan PLTPB di lokasi yang sama? Entahlah.

Tapi saat ini mereka hanya ingin menuntut hak mereka, hak atas rasa aman, hak untuk bekerja dan hak untuk membesarkan anak-anak mereka dari tanah mereka yang subur. Sama dengan yang telah dilakukan leluhur mereka berabad-abad dahulu.

(II)

Dokumentasi Ozi Gumetra

Namanya Raisa, umurnya masih 4 tahun dan ibunya adalah seorang pejuang Gunung Talang. Raisa sering ikut ibunya saat pertemuan-pertemuan yang membahas soal gerakan, dan tentu saja kita berdua sering bertemu.

Raisa anak yang aktif. Dulu waktu pertemuan di salah satu hotel di Padang dia pernah menanyakan nama saya dan bertanya saya sekolah di mana? Saya menyebutkan nama saya, tapi bingung mau jawab apa dengan pertanyaan dia yang ke dua. Karena saya sudah selesai kuliah dan tentu saja sudah tidak sekolah. Akhirnya saya jawab kalau sudah gak sekolah karena sudah selesai kuliah.

Dia kelihatan bingung dengan jawaban saya. Dia bilang kenapa saya gak sekolah, kan di sekolah “kita punya banyak teman”. Dia bercerita kalau dia ingin sekali masuk TK, karena teman-teman sudah pada masuk TK.

Saya sebenarnya ingin menceritakan apa itu kuliah, kenapa setelah kuliah saya gak sekolah. Tapi. sepertinya dia tidak tertarik dengan apa yang akan saya sampaikan, dan memilih untuk kembali berlarian di dalam ruangan.

Saya kemudian hanya bisa tersenyum, teringat adik saya di rumah yang kira-kira seumuran dengan Raisa. Melihat kelakuan anak-anak kecil memang selalu menyenangkan. Kepolosan dan rasa ingin tahunya terkadang membuat kita terlupa akan kasus-kasus besar yang sedang kita hadapi.

Waktu sedang memperhatikan pemateri yang sedang menyampaikan materinya, saya melihat Raisa sedang asik mecoret-coret papan tulis putih yang digunakan untuk menyanggah kertas Plano. Saya penasaran dengan apa yang dibuat. Namun karena si pemateri sedang asik becerita saya urungkan dulu niat untuk melihat apa yang Raisa buat di papan itu.

Setelah pemateri selesai bercerita, barulah saya langsung menghampiri Raisa dan melihat apa yang dia buat di papan tulis. Ternyata Raisa waktu itu sedang membuat sebuah gambar. Saya tidak terlalu jago memahami sebuah gambar, apalagi gambar seorang anak kecil umur 4 tahun.

Saya kemudian bertanya, apa yang sedang dia gambar. Dia bercerita, kalau gambar orang dengan arsiran warna hitam (menunjuk gambar yang paling tengah) itu adalah ayahnya, dan sebelah kanan adalah ibunya, lalu sebelah ibunya adalah teman-teman ibunya, dan sebelah ayahnya adalah teman-teman ayahnya.

Satu gambar penuh makna

Dan gambar seperti angka tiga terbalik itu adalah gambar Gunung Talang, tempat mereka tinggal. Puncak Gunung Talang memang terlihat indah dari arah rumahnya.

Saya merasa takjub dengan apa yang disampaikan Raisa. Anak sekecil Raisa bisa menceritakan dengan detail apa yang dia gambar. Saya akhirnya jadi seperti anak kecil yang banyak tanya. Saya penasaran kenapa Raisa menggambar gambar itu, ia menjawab kalau mereka “sedang berbaris supaya orang tidak mengambil gunung mereka” dilanjutkan “nanti gunungnya marah kalau diambil,” jawab Raisa dengan polos.

Merinding saya mendengar jawaban seperti itu dari seorang anak berumur 4 tahun. Saya jadi berpikir, mungkin saya terlalu meremehkan pemikiran anak kecil. Anak ini mungkin belum tahu maksud ini semua. Tapi dia merasakan perjuangan orang-orang di sekitarnya atau mungkin dia lebih tahu dari kita semua.

Entahlah.

===

Catatan: Saat ini, Ibu Raisa dan ribuan masyarakat lain masih bertahan di kamp-kamp perjuangan di kaki Gunung Talang. Mereka menolak pendirian Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di pemukiman dan peladangan mereka. 10 bulan sudah mereka berjuang mempertahankan hak-hak mereka atas tanah leluhurnya.

===

Tulisan ini terbit pertama kali di Facebook Ozi Gumetra pada 11 Mei 2018. Diterbitkan kembali di sini atas permintaan penulis, sebagai bentuk kampanye penolakan masyarakat atas pembangunan Geothermal. Ikuti perkembangan terbaru di akun Instagram berikut:

@talangmelawan

@bunghattatalks

@jaandigadueh

--

--

Tanpa Nama
Tanpa Nama

Tempat pengepulan abal2an. Kami mencintai karya tulis kamerad2 kami, sebab itu kami mengarsip seluruh kiriman dari alm tanpanama.id, karya ya harus diapresiasi.