Content Marketing

Apa yang Bisa Didapatkan dari Budget 42 Milyar Content Marketing?

Belajar dari keributan akibat tayangan perayaan ultah Startup Pendidikan

Sehari yang lalu jagad Twitter diramaikan dengan netizen yang tiba-tiba mengomentari perhelatan ulang tahun sebuah startup di sektor pendidikan yang rela mengambil blok prime time di 9 stasiun televisi arus utama di Indonesia. Komentar tersebut bergulir panjang dan kemudian menghasilkan perdebatan dan respon yang bermacam-macam.

Awalnya saya tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi. Perdebatan dan topik bahasan di jagad Twitter biasa terjadi hanya dalam waktu hitungan hari. Setiap hari ada saja yang dibahas oleh warganet. Mulai dari soal bekal makanan, feminisime, agama, sampai dengan yang paling tidak penting seperti soal anak-anak yang belajar di rumah dan dikaitkan dengan privilese.

Memang begitulah karakter dari Twitter, karena hanya bermodal ucapan setiap orang di dalamnya bisa membuat konten yang kemudian direspon oleh jutaan orang yang melihatnya. Sebagian besar mengabaikan, sementara lainnya berkomentar, menyebarkan dan juga memberi like. Respon macam-macam dan itu yang membuat Twitter begitu dinamis.

Saya sendiri cenderung untuk tidak terlibat, hanya melihat dan menanggapi perbincangan ketika ada kaitannya dengan bidang yang saya tekuni: lingkungan, bisnis, dan marketing.

Perspektif Biaya Perhelatan

Oke balik ke pembahasan tentang ulang tahun startup tadi. Perdebatan tersebut sebenarnya lucu karena even yang dipublikasikan sudah terjadi pada 16 Juli yang lalu. Sementara perdebatan baru terjadi pada Jumat, 17 Juli pagi dan menghangat seharian penuh.

Saya yang awalnya tidak peduli, akhirnya memutuskan untuk ikut bagian karena saya mendapatkan data yang saya butuhkan: kira-kira berapa yang dikeluarkan untuk menghelat acara tersebut.

Perspektif biaya ini penting karena akan memperjelas bagaimana kita bisa mengukur efektifitas.

Jumat malam saya mendapatkan datanya dari cuitan @sweethellena. Dalam cuitannya disebutkan bahwa biaya untuk menyiarkan acara pada waktu prime, adalah sekitar Rp2,25M per jam. Artinya acara yang diadakan pada pukul 18.30 hingga 20.30 tersebut menghabiskan Rp4,5M per stasiun tv. Dalam acara itu blocking dilakukan pada 9 stasiun tv sehingga totalnya adalah 40,5M.

Lanjut ke bagian tamu. Acara tersebut melibatkan 18 tamu yang terdiri dari para influencer, artis, ban, dan tokoh. Angka itu diluar pihak startup yang terdiri dari 3 orang yakni dua founder dan satu ibu. Perkiraan biaya untuk mengundang seluruh tamu ini mencapai 1,2 miliyar hingga 1,5 milyar.

Jadi total untuk perhelatan dua jam itu setidaknya bisa mencapai Rp42 Milyar.

Sebelum membahas lebih lanjut, kamu mungkin bertanya-tanya startup yang mana ini? Atau sebagian dari kamu sudah mengetahuinya. Ya, startup yang saya maksud adalah Ruangguru yang digawangi oleh anak muda Universitas Indonesia, Belva Devara dan Ilman Usman.

Lalu acara apa yang saya maksud? Acara yang saya maksud adalah acara ini, acara ulang tahun Ruangguru yang ke-6.

Kamu juga bisa lihat di takarir (caption) poster tersebut, bahwa diumumkan kalau ada pemberian hadiah untuk para audiens yang ikut mempromosikan poster acara.

Membandingkan Kebermanfaatan

Sebelum membahas lebih jauh, saya ingin kembali membahas terkait dengan perdebatan yang terjadi. Perdebatan yang dibahas oleh warganet Twitter adalah uang sebanyak itu apa tidak sebaiknya digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat?

Puluhan miliyar untuk pendidikan, untuk para guru dan semacamnya. Ada pula suara yang datang dari para pegiat hak masyarakat seperti pengamat media yang melihat bahwa tontonan blocking seperti itu menghalangi hak masyarakat untuk mendapat informasi lain yang lebih penting.

Bahkan ada pula suara yang menyebutkan bahwa acara Ruangguru tersebut mengganggu waktu para orang tua untuk mendapat hiburan yang biasa mereka nikmati.

Oke, sekarang kamu bisa melihat seperti apa konteks perdebatan yang terjadi. Bahwa uang milyaran yang dikeluarkan oleh Ruangguru sebaiknya dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat.

Saya tentu tidak akan membangun narasi ataupun pembahasan terkait hal tersebut, saya hanya ingin membahas dari sudut pandang bisnis dan marketing. Apakah uang puluhan milyar yang dikeluarkan oleh Ruangguru itu “bermanfaat” dari pandangan investasi bisnis.

Bagi saya praktisi konten marketing tentu akan melihatnya dari kacamata konten. Pertanyaan paling sederhana yang bisa saya ajukan adalah, berapa banyak konten yang bisa dihasilkan dengan uang sebanyak itu? Berapa pengembalian investasi yang bisa didapatkan oleh Ruangguru?

Antara Brand Ekspose dan Dampak

Untuk melihat seberapa berdampak acara ini kita harus mengetahui apa tujuan utama dari kampanye. Acara perhelatan tersebut menggunakan tajuk ulang tahun ke-6 Ruangguru. Apa tujuan dari peringatan ulang tahun ini?

Umumnya, acara peringatan ulang tahun perusahaan dilakukan hanya sekadar untuk mendapatkan awareness atau senang-senang belaka. Namun saya agak skeptis dengan itu. Saya yakin Ruangguru berusaha untuk bisa mengonversinya menjadi pemasukan. Sayangnya, sampai tulisan ini terbit saya belum menonton seperti apa tayangan selama dua jam tersebut.

Melihat tayangan sebenarnya penting karena saya bisa mengetahui ada spanduk apa yang ditampilkan di sana. Ada tawaran apa yang disampaikan pada penonton selain menikmati hiburan penampilan dari para artis dan tamu. Dan juga bisa mengetahui narasi-narasi apa yang ingin dibandung melalui acara tersebut.

Tapi tidak apa, saya mencoba untuk berasumsi bahwa acara peringatan ulang tahun tersebut adalah untuk “syukuran”, mendapat brand awareness sekaligus untuk mendapatkan user baru (conversion). Asumsi ini menurut saya wajar karena Ruangguru adalah perusahaan startup digital yang secara model bisnis selalu mengandalkan aspek scale up atau nilai perkalian dari hasil investasi yang dikeluarkan. Bakar uang untuk mendapatkan potensi hasil yang berkalilipat.

Nah, mari kita mulai masuk ke pembahasan.

Dalam konteks marketing, even dan eksibisi (pameran) adalah salah satu cara untuk mendapatkan potensi pembeli yang sangat efektif. Kenapa? Karena ada interaksi langsung dan audiens akan langsung berurusan dengan tawaran-tawaran sales yang meyakinkan (convincing).

Sama seperti yang terjadi dengan peringatan ulang tahun Ruangguru yang disiarkan itu. Saya melihatnya sebagai sebuah even pamer kemampuan brand. Menarik lebih banyak perhatian dan sekaligus untuk meyakinkan audiens baru untuk mencoba Ruangguru. Sehingga saya yakin pasti ada akuisisi pengguna karena acara tersebut.

Menghitung Jumlah Penonton

Seberapa besar akuisisinya? Untuk bisa menghitungnya, yang diperlukan adalah perkiraan traffic yang dihasilkan. Traffic yang saya maksud adalah jumlah penonton yang melihat acara tersebut.

Namun saya tidak bisa mendapatkan datanya secara spesifik. Selain karena tidak ada akses, selama ini industri televisi di Tanah Air masih mengandalkan data pihak ketika untuk menerka berapa pasang mata yang melihat sebuah tayangan.

Data yang bisa saya dapatkan adalah dari berita yang dilansir oleh Media Indonesia yang mengutip data dari Nielsen Television Audience Measurement (TAM). Dijelaskan bahwa di masa pandemi pada rentang bulan Maret terjadi kenaikan penonton antara 12% menjadi 13,8%. Kenaikan 1,8% ini diterjemahkan sebagai kenaikan penonton sebesar 1 juta penonton.

Dengan angka itu, secara nasional hitungan ngawur saya adalah penonton televisi di Indonesia mencapai 90 juta penonton diseluruh wilayah. Meski data Nielsen TAM di atas hanya terbatas pada persentase sampel di 11 kota besar Indonesia.

Angka 90 juta atau sebesar 30 persen dari total penduduk Indonesia mungkin angka yang muluk. Namun menjadi menarik karena angka penonton Youtube di Indonesia adalah sebesar 153 juta atau 88% dari pengguna internet di Indonesia. Kita bahas tentang penonton dari sisi internet ini nanti. Kita bahas dulu terkait dengan penonton Ruangguru di televisi.

Penonton acara ultah Ruangguru bisa datang dari berbagai arah. Namun saya akan sederhanakan menjadi dua sumber yakni internet dan penonton televisi.

Penonton dari internet ini bisa datang dari poster yang dibagikan oleh Ruangguru melalui sosial media dan media lainnya. Termasuk juga dari para tamu yang hadir yang memunculkan publikasi acara di akunnya maisng-masing. Ada 18 tamu yang hadir dengan massa bermacam-macam.

Komposisinya seperti ini: 14 adalah mega influencer atau selebriti, 1 macro influencer, 2 mid-tier influencer, 1 tidak saya temukan akun sosial medianya.

Sumber: Mediakix

Saya tidak ingin membedah satu persatu potensi penonton yang datang dari para influencer ini karena pembahasannya akan terlalu panjang. Intinya, kamu bisa mengira-ngira berapa banyak potensi penonton yang datang dari para influencer dari seberapa besar engagement rate dari para tamu ini.

Selanjutnya adalah penonton dari para penonton televisi saya tidak bisa pastikan berapa jumlahnya karena saya tidak memiliki alat ukur yang jelas terkait potensi penonton yang akan melihat tayangan. Tapi jika dibolehkan saya akan menggunakan asumsi seperti di bawah.

Asumsikan pada pukul 18.30 hingga 20.30 hari Kamis, 16 Juli 2020 ada sebanyak 5 juta penonton (termasuk dari audiens internet) di sembilan stasiun arus utama. Saya tidak begitu memahami apakah angka 5 juta penonton adalah angka yang wajar untuk prime time atau tidak. Tapi katakanlah jumlahnya mencapai angka itu.

5 juta penonton Ruangguru terdiri dari para siswa pengguna Ruangguru (user), orang tua (user decision maker), calon pengguna Ruangguru (prospek), orang tua calon pengguna Ruangguru (wali dari prospek), para guru di bawah naungan Ruangguru (mitra) dan penonton awam yang tidak pernah mengenal Ruangguru (audiens).

Enam golongan tersebut bisa jadi adalah penonton yang melihat acara perhelatan ultah tempo hari. Secara demografi rentang usianya tentu saja beragam namun profilnya cukup jelas yakni keluarga yang memiliki anak-anak sekolah, berpendidikan dan memiliki televisi.

Asumsi corong pemasarannya kira-kira seperti ini:

Wali siswa menonton acara di tv > melihat Ruangguru > mengenal Rungguru di televisi > mendapat tawaran promo bimbel > kemudian mencari Ruangguru.com di internet lewat ponsel > mengunduh aplikasi/kunjung website > lalu membayar dan mendaftarkan anak sebagai siswa bimbel > Selesai.

Kira-kira berapa penonton dari pihak Ruangguru yang terdiri dari siswa, mitra dan orang tua? Klaim di halaman resminya, Ruangguru mengungkap bahwa mereka telah digunakan oleh 15 juta pengguna dan memiliki 300 ribu mitra guru.

Jumlah 15 juta bisa jadi adalah data pada tahun 2019 karena muncul di pemberitaan Dailysocial. Padahal di masa pandemi virus corona, penggunaan internet melonjak tinggi. Pengguna Ruangguru pasti telah tumbuh. Tapi untuk menyederhakan pembahasan saya akan gunakan angka ini.

5 juta adalah 33 persen dari 15 juta, jelas tidak mungkin seluruh pengguna Ruangguru menonton acara perhelatan. Asumsikan saja para konsumen dan pengguna Ruangguru yang menonton ada sebanyak 33 persen dari 5 juta yakni 1,65 juta. Berarti ada sekitar 3,3 juta penonton yang berpeluang untuk dikonversi menjadi pengguna baru Ruangguru.

Potensi Konversi Pengguna Baru, Untung atau Rugi?

Saya akan bulatkan saja angkanya menjadi 3 juta penonton potensial. Dari tiga juta tingkat optimisme konversi tentu bermacam-macam. Coba kita hitung dengan asumsi lima persen konversi.

5% dari 3 juta penonton adalah 150.000 penonton. Kemudian untuk mendapatkan angka pendapatan (revenue) saya melihat angka dari paket yang dijual di website adalah seharga Rp880.000. Harga potongan dari harga normal sebesar 2 jutaan.

Sumber: Ruangguru.com diakses 18 Juli 2020

Tentu saja dari even selalu ada kode promo atau potongan harga khusus. Jadi mustahil rasanya jika para penonton acara ultah harus membayar harga dua juta. Lebih murah dari Rp880ribu mungkin saja, tapi untuk lebih pasti saya akan gunakan angka ini saja.

Nah dari balik ke angka konversi yakni 150.000 penonton yang menjadi pengguna. Lalu dikalikan dengan Rp880ribu, hasilnya adalah Rp132Milyar. Wow! Bila benar Ruangguru mengeluarkan uang 42M untuk acara kemarin, maka mereka bisa mendapatkan keuntungan 312 persen. Tiga kali lipat.

Tapi tentu saja hitung-hitungan seperti ini terlalu optimis. Oke, maka saya perlu menurunkan angka estimasi konversinya menjadi 1 persen.

Dari konversi 1 persen jumlah pengguna yang didapatkan adalah 30.000. Kemudian dikalikan Rp880ribu hasilnya adalah Rp26,4M. Ruangguru merugi jika konversi hanya mencapai satu persen dari total penonton!

Kamu bisa lihat, jelas bahwa ada perbedaan signifikan antara konversi 5% dengan 1% dan hal ini adalah wajar dalam bisnis.

Estimasi konversi biasanya tergantung dengan cara pandang perusahaan terkait dengan pendekatan investasi. Konversi 5% tentu sudah sangat optimis jika dibandingkan dengan harga pemasaran yang dilakukan melalui even dalam konteks Ruangguru ini.

Mungkin kamu bertanya, kok kecil hanya 5%? Biasanya kan 10% bisa. Kamu mungkin lupa bahwa investasi marketing umumnya semakin besar biaya yang dikeluarkan persentase revenue yang didapatkan akan semakin kecil. Tapi persentase kecil tersebut angka nominalnya bisa begitu besar.

Nah, dari sini kamu bisa mulai mengira-ngira seberapa besar skala uang yang diputar oleh Ruangguru di even dua hari lalu. Satu hal yang jelas, Ruangguru harus bisa mendapatkan lebih dari Rp42 Milyar untuk bisa mendapatkan keuntungan. Dari hitungan ini jumlah Break Even Point (BEP) dari pengguna baru adalah sebanyak 47.727 pengguna (1,59%).

Sebagai perbandingan, jumlah kapasitas penonton di Gelora Bung Karno adalah 77.193 kursi. Jadi dalam dua jam Ruangguru harus bisa mendapat pengguna baru lebih dari 50% kapasitas GBK.

Nah, dari sini kita bisa ketahui seberapa besar usaha yang dilakukan oleh Ruangguru.

Selanjutnya saya akan membahas bagaimana jika Ruangguru menggunakan pendekatan lainnya?

Mengeluarkan 42M untuk content marketing

Saya mencoba untuk bisa mengestimasi kira-kira apa yang terjadi jika Ruangguru mengambil langkah lain dengan biaya setara namun menggunakan pendekatan content marketing.

Bagi yang belum mengetahui tentang content marketing, inti dari content marketing adalah bagaimana perusahaan membuat konten kemudian mendistribusikannya untuk mencapai tujuan marketing. Selengkapnya tentang content marketing bisa kamu baca di artikel saya tentang serba-serbi content marketing.

Nah, apa saja konten yang bisa diproduksi untuk content marketing? Pada dasarnya ada banyak sekali konten yang bisa diproduksi untuk content marketing. Namun saya akan fokus pada dua hal yakni daring (online) dan luring (offline).

Content marketing daring bisa berupa artikel webiste, video, audio, infografis, ebook. Ini hanya contoh sebagian kecil yang menurut saya cukup jelas perbedaan antara satu dengan lainnya.

Sementara content marketing luring berupa buku, majalah, dan ensiklopedi. Saya memilih tiga bentuk ini karena berkaitan dengan target market yang disasar oleh Ruangguru yakni para siswa dan walinya.

Selanjutnya dari setiap konten tersebut mari coba menghitung berapa banyak konten yang bisa dihasilkan. Sebagai catatan, harga yang saya gunakan ini adalah berdasarkan rata-rata harga produksi konten yang saya kerjakan bersama tim TEKNOIA Creative.

Pertama, adalah artikel seputar edukasi dan dunia pendidikan. Artikel dengan asumsi 1.500 kata seharga Rp400rb per artikel, dengan uang 42M rupiah Ruangguru bisa mendapatkan 105.000 naskah artikel. Artikel ini bisa digunakan di website dan berpotensi untuk mendatangkan jutaan pengunjung. Dan artikel bisa tetap relevan hingga satu tahun lebih. Bandingkan dengan tayangan even live yang hanya bertahan 2 jam.

Kedua, adalah video. Dengan asumsi durasi video sepanjang 15 menit, berisi tentang edukasi dan dunia pendidikan seharga Rp10juta. Jumlah video yang dihasilkan bisa mencapai 4.200 video dan bisa terus tayang di Youtube misalnya.

Ketiga, konten Audio. Asumsi durasi konten audio adalah sekitar 30 menit, dengan biaya Rp3 juta maka Ruangguru bisa mendapatkan 14.000 rekaman audio untuk podcast. Jumlah rekaman sebanyak itu tentu melebihi jumlah konten untuk satu tahun, lebih tepatnya bisa untuk 38 tahun.

Keempat, konten infografis. Konten infografis ini adalah konten edukasi dengan desain grafis. Biaya yang dibutuhkan adalah sekitar Rp2 juta. Maka dengan uang 42M Ruangguru bisa memproduksi 42.000 infografis.

Kelima, konten sosial media. Konten sosial media umumnya dibutuhkan untuk satu bulan penuh atau sekitar 30 materi atau lebih. Saya asumsikan sebulan membutuhkan 60 konten maka biayanya mencapai Rp18 juta (1 materi Rp300 ribu). Dengan uang 42M Ruangguru bisa mendapatkan 2.333 materi sosmed.

Keenam, ebook. Konten ebook edukasi bisa menjadi konten untuk anak-anak belajar secara elektronik. Dengan asumsi ebook 50 halaman dengan biaya Rp5 juta maka Ruangguru bisa mendapatkan 84.000 judul ebook.

Selanjutnya adalah konten luring yang tidak membutuhkan internet. Karakter dari konten luring adalah keterbatasannya dalam hal duplikasi. Sehingga untuk memproduksinya dibutuhkan biaya yang cukup tinggi dengan kuantitas terbatas. Namun saya akan tetap mencoba menghitungnya.

Ketujuh, konten buku. Dengan asumsi ukuran buku A5, dengan 200 halaman dengan biaya hpp per buku sudah termasuk naskah adalah sekitar Rp60 ribu maka Ruangguru bisa memproduksi 700 ribu buku. Artinya akan ada 700.000 pasang mata yang bisa membaca buku dengan terdapat brand Ruangguru di dalamnya.

Kedelapan, konten majalah. Majalah edukasi dengan biaya produksi sebesar Rp90 ribu akan bisa mendapatkan 466.666 kopi majalah bila Ruangguru mengeluarkan biaya 42M.

Kesembilan, ensiklopedi. Ensiklopedi meski sudah sangat tergeser dengan internet, tapi saya coba hitung potensinya. Dengan asumsi produksi sebesar Rp500 ribu per ensiklopedi, Ruangguru bisa memproduksi 84.000 ensiklopedi. Ensiklopedi memiliki sifat informasi yang lebih tahan lama dibandingkan dengan buku ataupun majalah.

Dalam content marketing tentu sembilan konten di atas harus dikombinasikan dengan efektif. Sehingga tidak terfokus pada satu bentuk konten saja. Pertanyaan selanjutnya tentu saja adalah apakah konten bisa menandingi efektifitas tayangan teleivisi?

Jika kembali melihat tingkat konversi, tentu akan sangat bisa diperdebatkan. Saya sendiri sayangnya tidak memiliki alat ukur yang pasti terkait dengan berapa konversi yang bisa dihasilkan dari artikel misalnya. Ukuran yang bisa saya bagikan adalah potensi traffic yang bisa dihasilkan dari ratusan ribu naskah artikel. Kamu bisa membaca juga perhitungan cost per view dari Getcraft.

Angkanya bisa mencapai belasan jutaan melampaui jumlah asumsi penonton televisi di atas. Namun konten cukup sulit diukur efektifitasnya dilihat berdasarkan waktu, karena artikel tidak akan mampu menarik perhatian jutaan orang dalam waktu dua jam saja.

Kemudian jika melihat konten luring. Jelas tayangan televisi menang segalanya. Selain lebih efisien, tayangan televisi juga bisa disiarkan ke jutaan layar dalam waktu singkat. Sementara konten cetak terbatas jumlah cetak maupun akses ruang.

Menurut saya, satu-satunya konten yang berpotensi untuk bisa menyamai efektifitas tayangan televisi adalah konten video. Konten video yang mampu mendatangkan penonton hingga jutaan orang hanya dalam waktu jam. Namun untuk menentukan rasio konversi tentu harus sangat berhati-hati.

Kesimpulan

Dari paparan ini dengan segala asumsinya, jelas saya mengakui bahwa televisi masih menjadi saluran marketing yang sangat efektif. Alasannya adalah karena Indonesia memiliki jumlah populasi yang sangat besar dan mempercayai tayangan sebagai informasi yang kredibel. Selain itu tayangan televisi bisa dengan mudah dilihat oleh jutaan pemirsa dalam waktu singkat.

Sementara konten memiliki beberapa keterbatasan dan juga tingkat konversi yang cenderung lebih rendah. Tentu saja ini semua asumsi saya karena saya tidak memiliki data yang pasti. Kalau kamu memiliki datanya, kamu bisa kontak saya untuk memperbaiki naskah ini.

Satu-satunya yang bisa mematahkan efektifitas televisi adalah bila jumlah penonton televisi menurun dan lebih banyak penonton bergeser ke media digital. Namun tentu media digital juga harus bisa menunjukakn bahwa tingkat konversi yang dihasilkan bisa lebih tinggi dibandingkan dengan televisi.

Lalu apakah saya akan merekomendasikan brand untuk menggunakan iklan televisi? Tentu tidak sesederhana itu. Setiap kampanye marketing memiliki tujuannya masing-masing dan tidak semuanya tentang konversi komersial.

Ada kalanya kampanye marketing hanya tentang awareness. ada pula kalanya tentang konversi. Semua goal harus bisa direncanakan dan disusun dengan baik oleh brand sesuai dengan strategi marketing masing-masing.

Hal yang perlu kamu perhatikan adalah, antara tayangan televisi dengan content marketing adalah tentang persaingan efektiftas biaya dan juga kenyamanan audiens.

Brand besar tentu saja bisa mendapatkan manfaat yang banyak dengan menggunakan saluran seperti televisi karena memiliki sumber daya uang yang besar. Karena memiliki sumber daya dan ingin hasil yang cepat, brand besar bisa melakukan pemasaran yang intrusif.

Sementara content marketing bisa dilakukan oleh brand kecil sekalipun untuk bersaing dengan perusahaan besar. Selain sifatnya adalah menarik (inbound), content marketing juga cenderung disukai karena tidak mengganggu audiens.

Dari sini mungkin kita bisa belajar, khususnya saya bahwa aktifitas brand di televisi memang begitu besar skalanya. Namun dengan perhitungan yang tepat dan teliti sebenarnya saluran pemasaran konvensional seperti tv juga tetap bisa mendatangkan keuntungan.

Jadi, kembali lagi, mana yang lebih unggul dan bermanfaat? Terlepas dari argumentasi para pengkritik Ruangguru, saya tidak bisa menjawabnya dengan mudah. Namun jika kamu mengukur efektifitas berdasarkan keberlanjutan informasi, maka content marketing jelas lebih berkelanjutan karena tidak terbatas waktu siaran. Tapi lagi-lagi, seluruh asumsi saya di atas bisa jadi salah.

Nah, bagaimana menurutmu? Setelah mengetahui ini, kira-kira apakah benar, Ruangguru dianggap menghamburkan uang?

Sekian Inspirasi Marketing kali ini, sampai jumpa di artikel selanjutnya.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.