Belajar Ekonomi Sirkular dari Chairish Marketplace Barang Vintage

Ketika barang lawas dan antik disepelekan, padahal menghasilkan banyak cuan dan menjaga keberlangsungan alam.

Photo by Erwan Hesry on Unsplash

Apa yang terjadi dengan barang-barang tua yang awet tapi sering dianggap tidak lagi menariK? Biasanya, nasib barang seperti ini berakhir di pembuangan atau dijual murah di pasar loak. Miris. Padahal, barang tua yang awet tetap bisa bernilai tinggi dan dijual dengan keren seperti yang dilakukan oleh Chairish. Sebuah marketplace yang fokus pada menjual barang-barang lawas.

Kebanyakan pemilik furnitur menganggap bahwa jual beli barang tua itu melelahkan. Tempat membelinya kumuh, sulit dijangkau, tidak praktis dan produk yang diinginkan belum tentu ada. Itu sebabnya furnitur tua sering diabaikan begitu saja. Pasar barang-barang tua dan antik pun ibarat membeku dalam waktu. Tidak ada perubahan dan tidak menambah apapun.

Kalaupun ingin membeli furnitur tua di lokapasar populer atau pasar daring, furnitur tersebut bercampur dengan barang lain yang tidak ada kaitannya sama sekali. Ini membuat pengalaman berbelanja menjadi tidak menyenangkan dan terlalu distraktif.

Tapi bayangkan jika furnitur-furnitur tua dan barang-barang yang awet namun bergaya lawas bisa “hidup” kembali di lokapasar (marketplace) yang modern, intuitif dan sangat mudah digunakan. Hal inilah yang terjadi dengan Chairish. Sebuah lokapasar daring di Amerika Serikat yang fokus pada barang-barang vintage.

Dipandang Sebelah Mata

Chairish berdiri pada tahun 2013 Anna dan Gregg Brockway dengan dipandang sebelah mata. Mereka kerap dianggap tidak realistis karena di masa itu tidak ada orang yang mau berbelanja furnitur secara daring. Furnitur harus disentuh dan dilihat langsung oleh pembeli. Begitu anggapan di masa awal berdirinya Chairish.

Belum lagi soal logistik dan pergudangan, toko daring yang mengandalkan teknologi internet akan menghabiskan banyak sumber daya jika harus memiliki pergudangan dan logistik. Namun Chairish punya caranya, yakni mereka bukan menjadi toko dengan banyak furnitur lawas, tetapi mereka fokus pada mengembangkan aplikasi dan platform jual beli furnitur lawas. Hal ini yang kemudian membuat Chairish berbeda dari lokapasar raksasa lainnya seperti Amazon atau pun toko furnitur seperti IKEA.

IKEA di Amerika Serikat bahkan berancang-ancang untuk memasuki bisnis furnitur bekas seperti yang dilakukan Chairish. Tidak mengherankan karena nilai industri ini diperkirakan mencapai US$ 16,6 milyar.

Melalui kemampuan ini, Chairish berperan sebagai enabler atau pihak yang meningkatkan kapabilitas para pemilik barang vintage sehingga mereka mudah untuk menjual barangnya.

Namun siapa yang menyangka, delapan tahun berselang, Chairish saat ini telah bernilai lebih dari US$ 49,2 juta dengan ribuan daftar furnitur bergaya lawas yang berkualitas. Seluruh barang yang didaftarkan di situs ini melalui proses kurasi dari pihak Chairish. Partner yang melakukan konsinyasi dengan Chairish akan mendapatkan fitur-fitur lokapasar yang bisa diandalkan.

Keunggulan dari segi kenyamanan berbelanja inilah yang kerap diutamakan oleh Chairish. Tidak heran jika pada tahun 2021 Chairish sempat mendapatkan predikat sebagai Best Online Shops di tahun 2021 untuk kategori Home Living oleh Newsweek.

Komitmen Pada Ekonomi Sirkular

Sistem ekonomi saat ini bertumpu pada gaya hidup konsumerisme yang tiada akhirnya. Hal ini berakibat pada suplai dan permintaan produk yang terus menerus meningkat, meski kita tahu produk tersebut belum habis masa gunanya. Ini tidak hanya berlaku bagi makanan atau pun alat elektronik, furnitur pun juga mengalami hal yang serupa. Furnitur lawas sering dianggap tidak lagi tren dan akhirnya dibuang begitu saja.

Laporan Agensi Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerika Serikat pada tahun 2017 bahkan menyebutkan bahwa ada 12,2 juta ton furnitur terbuang. 80,2% dari furnitur terbuang itu bahkan berakhir di pembuangan tanpa didaur ulang atau digunakan kembali. Hanya sekitar 0,3% “limbah” furnitur tersebut yang diselamatkan untuk digunakan kembali.

Chairish melihat bahwa produk-produk lawas yang terbuang itu sebenarnya masih dapat digunakan kembali. Dalam konsep keberlanjutan, hal ini disebut dengan ekonomi sirkular. Sebuah sistem yang membuat daur hidup produk menjadi lebih panjang dan terus berputar.

Furnitur tua yang awalnya terabaikan dan sulit untuk dijual, kini dapat dipajang dan mudah dilihat oleh calon pembeli hanya melalui lokapasar daring. Alhasil Chairish berhasil menghidupkan lagi “nyawa” dari produk-produk lawas.

Photo by Christelle BOURGEOIS on Unsplash

Tantangan yang dihadapi Chairish sebenarnya terletak pada bagaimana perusahaan bisa melakukan kurasi produk dan melakukan verifikasi penjual. Mengingat setiap daftar produk yang ada di Chairish adalah hasil input dari penjual. Artinya, penjual bisa saja mengelabui pembeli dengan mengatakan spesifikasi produk dan kualitas produk yang berbeda. Apalagi produknya adalah produk vintage yang biasanya berusia tua.

Tidak jarang akibat masalah ini, Chairish akhirnya harus mendapatkan ulasan buruk dari customernya. Namun meski tantangannya cukup sulit, Chairish nyatanya bisa menjaga kualitas kurasinya dan terus berhasil meningkatkan user dan meraih pendanaan.

Sumber: Resale Report 2021

Dalam Resale Report yang dilansir Chairish menyebutkan bahwa tren industri jual kembali (recommerce) diperkirakan akan tumbuh sebesar 54% dalam lima tahun ke depan. Angkanya bahkan diprediksi jauh lebih tinggi dibandingkan ritel konvensional yang menjual produk-produk baru yang hanya berada di pertumbuhan 15,2% Tren ini bahkan didukung oleh kepercayaan dua pertiga konsumen yang percaya bahwa menjual kembali produk bisa berperan pada masa depan keberlangsungan alam.

Menariknya dalam laporan yang sama, ditemukan bahwa produk yang akan mengalami peningkatan jual kembali adalah produk fesyen; elektronik; perabotan rumah; dan buku. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya konsumen bukan tidak ingin membeli produk bekas, tapi sejatinya yang dibutuhkan adalah akses jual beli yang mudah dan instan.

Stigma Generasi Z yang konsumtif, ternyata tidak terbukti. Malahan, laporan Chairish menunjukkan kalau 80% generasi muda seperti Gen Z tidak merasa masalah jika mereka membeli barang bekas terutama produk fesyen. Alasannya adalah karena mereka semakin paham tentang pentingnya keberlangsungan alam di mulai dari produk yang dibeli.

Komitmen pada ekonomi sirkular ini akhirnya membuat pendiri Chairish Greg dan Anna mendapat penghargaan sebagai Best of Green Changemakers dari situs gaya hidup ramah lingkungan Trehugger.

Situasi Jual Beli Furnitur Bekas di Indonesia

Di Indonesia tren belanja daring memang telah memasuki babak yang matang. Data Badan Pusat Statistik (BPS) di laporan Statistik E-Commerce 2020 menyebutkan bahwa setidaknya ada 16.277 pelaku usaha ecommerce di Indonesia. 8,29 persen dari pelaku usaha tersebut adalah jual beli barang rumah tangga furnitur, peralatan dapur, dan lain-lain.

Namun sejauh ini tidak ada data berapa besar nilai dari industri funitur. Data yang teknoia dapatkan hanyalah informasi Kementerian Perindustrian yang menjelaskan bahwa di sektor industri furnitur, terdapat 1.114 perusahaan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Kapasitas produksinya sendiri mencapai 2,9 ton furnitur setiap tahun.

Pun tidak jelas ada data yang jelas mengenai seberapa besar limbah furnitur bekas di Indonesia. Persoalan data limbah adalah masalah serius yang bertahun-tahun Indonesia tidak juga benahi. Tanpa data ini, pelaku usaha ekonomi sirkular tidak memiliki pedoman yang jelas berapa nilai bisnis mereka sesungguhnya.

Tidak heran jika kemudian di Indonesia industri ekonomi sirkular untuk furnitur misalnya seperti tidak berkembang. Paradigma lama tentang furnitur bekas ya biarkan saja terbuang ke pembuangan sampah. Atau bahkan jika terlalu besar wujudnya, harus dibongkar terlebih dahulu kemudian dibuang. Padahal bisa jadi furnitur tersebut masih sangat layak untuk digunakan dan dijual kembali.

Sejauh ini teknoia kesulitan untuk menemukan lokapasar daring yang memposisikan diri sebagai lokapasar untuk furnitur bekas. Insiatif untuk menampung furnitur yang terbuang hanya kami temukan pada IKEA yang memiliki layanan Removal dan Recycling Service. Di halaman resminya, IKEA Indonesia menyebutkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan dengan organisasi nirlaba untuk mengumpulkan, memaksimalkan dan menggunakan kembali furnitur yang terbuang sehingga meminimalisir dampak pada lingkungan.

Jika pun memasukkan lokapasar produk barang antik, terdapat lokapasar Hobikoe yang menjadi platform jual beli produk antik seperti uang kuno, jam tangan, buku, dekorasi rumah dan lain-lain. Sejauh catatan yang ada, memang beberapa kali terdapat inisiatif untuk membangun bisnis di ceruk furnitur bekas ini namun kini terlihat naik dan tenggelam. Alhasil, belum ada perusahaan yang benar-benar berhasil untuk menjadi lokapasar furnitur lawas seperti Chairish.

Apakah tantangannya terletak pada konsumen yang tidak tertarik pada jual beli furnitur bekas? Atau berkaitan sebenarnya dengan masalah logistik furnitur yang sulit? Toh nyatanya Brand toko furnitur seperti ACE, Atria, Informa juga memiliki kanal jual beli daring yang fungsional dan cukup banyak mendatangkan pembeli.

Selain itu juga ada Dekoruma dan Fabelio yang terkenal sebagai startup jual beli furnitur di Indonesia. Keduanya telah mendapatkan pendanaan pada tahun 2021 yang lalu. Meski Fabelio belakangan ini dikabarkan sedang tersandung masalah manajemen yang berakibat pada banyak pengungkapan wanprestasi.

Dekoruma sendiri kabarnya terus optimis dengan industri jual beli furnitur di Indonesia.

Kembali pada produk barang bekas, tren membeli produk bekas sebenarnya di Indonesia juga bukan barang baru. Tren thrifting yang saat ini banyak digandrungi anak muda menunjukkan bahwa sebetulnya barang bekas tetap punya nilai selama memperhatikan aspek-aspek tertentu.

Sayangnya, bentuk aktivitas ekonomi jenis ini sama sekali tidak memberikan dampak sirkular atau bahkan ekonomi lokal. Pakaian thrift misalnya, kebanyakan datang dari luar negeri yang berarti merupakan produk impor hasil buangan. Fungsi ini semata hanya berupa re-use dan bukan memutar kembali komoditas untuk punya usia lebih panjang. Selain itu, pakaian thrift umumnya hanya bertahan satu atau dua kali perputaran sebelum akhirnya berakhir juga di pembuangan.

Jadi, jika memang kita benar memiliki perhatian pada ekonomi sirkular, terutama pelaku industri besar kita perlu lebih serius dan menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan.

Dari Chairish sebenarnya kita bisa belajar bahwa industri furnitur bekas tetap bisa tumbuh dan berkembang seiring dengan kesadaran kita pada keberlangsungan alam. Dengan memanfaatkan teknologi serta fokus pada pengalaman konsumen, layanan yang mulanya dipandang sebelah mata akhirnya bisa mendapat berbagai penghargaan dan berkontribusi untuk alam dan lingkungan.

Nah, bagaimana menurutmu? Apakah kamu tertarik untuk mengikuti jejak Chairish untuk mengembangkan ekonomi sirkular di Indonesia? Jika iya, dan inisiatifmu sudah berjalan, hubungi saja TEKNOIA, kami akan bantu publikasikan Brand kamu itu.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.