Bakar Semangat Suroboyo di Ignition Gerakan Nasional 1000 Startup Digital

Mencoba berpartisipasi pada 1000 Startup Digital dari sudut pandang lain

Semangat anak muda Surabaya terpantik oleh gerakan nasional yang diharapkan mampu untuk memajukan bangsa. Apalagi kalau bukan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital yang berlangsung di beberapa kota di Indonesia dan saya berkesempatan untuk hadir kembali di event ini akhir pekan lalu, bukan menjadi peliput seperti tiga tahun lalu tetapi sebagai peserta.

Tahap pertama Gerakan Nasional 1000 Startup Digital tahun 2019 masih sama seperti masa pertama kali gerakan ini diluncurkan yakni tahap Ignition. Itu artinya 1000 Startup Digital (sebut aja 1000 SU) tahun ini masih menggunakan konsep yang sama atau setidaknya memiliki garis besar yang sama seperti sebelumnya yakni memiliki tahapan dan berjenjang.

Lihat kiri bawah depan. Foto usai Ignition Jakarta era pertama di Trisakti tahun 2016. (Foto: 1000startup.id)

Perbedaannya kali ini adalah, setiap peserta yang ingin hadir tidak perlu untuk mendaftar mulai dari tahap awal (ignition) tetapi bisa langsung lompat ke tahap-tahap yang dibutuhkan. Menurutku ini menarik karena tidak semua startup di Indonesia memang berawal dari nol tetapi ada pula yang sudah berjalan tapi butuh pengetahuan di titik-titik tertentu.

Misal, kalau ada startup yang sudah punya tim dan tahu bagaimana memulai bisnis, mereka mungkin hanya butuh pengembangan produk. Sehingga mereka mungkin bisa masuk langsung ke tahap bootcamp dari pada harus masuk dari ignition atau workshop. Bisa dicek di situs resmi Gerakan Nasional 1000 Startup Digital.

Tapi saya sendiri mendaftar 1000 SU dengan niatan untuk memulainya dari awal. Selain karena saya baru saja ditinggalkan oleh co-founder, saya juga merasa perlu untuk belajar kembali. Niatannya jelas adalah untuk mencari pengetahuan baru dan relasi baru. Syukur-syukur kalau saya bisa mendapat tim baru di sini.

Tidak ada salahnya dicoba, toh gratis.

Bakar semangat

Ignition di Surabaya berlangsung pada 15 September 2019 yang lalu di gedung Q Universitas Kristen Petra. Saya sendiri baru pertama kalinya ke gedung ini, dan merasa keren ternyata ada kampus punya gedung seperti ini. Kalau menurut berita, gedung ini baru diresmikan awal tahun 2019. Dan dengar-dengar ada dua auditorium mewah di gedung ini. Salah satunya adalah yang digunakan untuk perhelatan Ignition 1000 Startup kemarin.

Ruang Auditorium kapasitas maksimalnya sekitar seribu lebih orang dengan dua tingkat. Tingkat bawah lebih rendah dari pada panggung. Sementara tingkat kedua melayang di atas kursi tingkat satu, tingkat dua rasanya lebih cocok untuk tamu VIP.

Dengan ruang Auditorium yang begitu besar, menunjukkan betapa Ignition 1000 SU Surabaya ini sebenarnya diantisipasi akan dihadiri ribuan orang. Saya kurang tahu berapa banyak total peserta acara kemarin dan saya tidak terpikir untuk bertanya ke partner penyelenggara yakni Satu Atap karena memang saya tidak lagi dalam kapasitas sebagai jurnalis. Jadi saya lebih fokus menikmati acara saja. Haha..

Saat acara berlangsung, saya datang agak terlambat. Dari ketentuan yang menyebutkan kalau acara dimulai pukul 10.00 saya datang sekitar jam 11.00. Suasana di luar ruang sudah sepi, saya ke meja registrasi untuk mendaftarkan kehadiran. Serunya saya tidak perlu untuk menulis kehadiran karena saya cukup menunjukkan QR Code (dibagikan saat registrasi melalui email) kepada panitia registrasi dan *tit* saya boleh masuk ruangan.

Sebelum masuk ruangan, saya dibekali stiker bertuliskan nama, bidang startup yang saya pilih dan peran apa yang saya ambil. Saya memilih sebagai hustler karena saya merasa dikedua peran lain yakni hipster dan hacker saya tidak memiliki kemampuan yang cukup. Sementara hustler adalah peran yang saya geluti sejak masa kuliah.

Kemudian saya memilih General sebagai bidang startup. Mengapa General, karena saya tidak tahu pasti apakah ide saya termasuk di tujuh bidang lainnya yang tercantum: agrikultur, entertainment, edukasi, fintech, kesehatan, logistik, dan pariwisata. Kalau ingin dipilih secara spesifik startup yang ingin saya tawarkan lebih kepada bidang edukasi dan entertainment. Karena berkaitan dengan media dan literasi.

Selain stiker identitas, peserta juga diberi stiker lain. Seperti ini sih penampakannya. Semuanya adalah stiker.

Buku dan stiker merah yang atas adalah yang saya dapatkan tahun 2016 (Foto: Bagus Ramadhan/TEKNOIA)

Berbeda dengan apa yang saya dapatkan saat 1000 SU sebelumnya. Saya dapat karena GNFI media partner dan saya meliput.

Ok kita lanjut ke soal acara Ignition. Apa aja sih isinya?

Sebagaimana judulnya, Ignite the Nation, tahap ignition 1000 SU adalah tentang memantik semangat para peserta untuk mau berkecimpung di dunia startup. Dari tiga panel pembicara dan pembicara kunci yang dihadirkan saat itu, hampir kesemuanya bercerita tentang mengapa startup dan potensi apa yang bisa didapatkan dari ekonomi digital.

Pembicara kunci pertama misalnya, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak yang bercerita tentang bagaimana Jawa Timur merupakan wilayah yang potensial untuk industri. Berdasarkan data pemerintah provinsi, Jawa Timur adalah wilayah dengan pendapatan bruto terbesar kedua di Indonesia.

Pertanyaannya tentu saja, ada di manakah jawa timur jika berbicara tentang ekonomi digital? Menurut Emil ekonomi digital akan bisa memberikan daya ungkit yang lebih untuk produktifitas Jawa Timur. Itu sebabnya startup-startup digital harus mampu untuk membantu kinerja industri-industri yang sudah ada.

Hal yang paling menarik dari paparan beliau adalah, tentang para pekerja geek yang ternyata memang banyak dimiliki Indonesia. Namun mereka lebih banyak beraktifitas dibalik garasinya masing-masing. Padahal para pekerja geek yang kebanyakan adalah pekerja lepas ini seharusnya mau untuk membangun ekosistem sebagai bagian dari kaderisasi dan pengorganisasian.

Berangkat dari premis ini, wagub akhirnya memiliki ide untuk segera merealisasikan millenial job center yang akan mengakomodir para pekerja geek tadi untuk bertemu dengan pemain industri dan juga para pengembang talenta.

Kemudian ada pula Bu Sutjiati dari Kominfo yang memperjelas bahwa ternyata 1000 SU tahun ini adalah relaunch 1000 SU sebelumnya. Gerakan nasional yang disebut new era kali ini diklaim adalah milik bersama dan tidak melihat siapa yang paling berkepentingan. Meskipun Kominfo berperan penting, tapi startup-startup yang dilibatkan sangat beragam.

Sejujurnya saya tidak melihat klaim itu adalah hal yang nyata kecuali yang tampak dari Ignition Jakarta yang bisa menghadirkan empat startup paling sukses dari Indonesia dalam satu panggung (eh tiga ding). Pun 1000 SU kali ini didukung oleh pihak-pihak yang sepertinya lebih sedikit dibandingkan dengan era sebelumnya. Saya melihatnya dari spanduk sih, belum terkonfirmasi masih sebatas dugaan saja.

Bandingkan nama institusi yang berjajar antara 1000 SU sebelumnya dengan yang saat ini.

Foto: Bagus DR / GNFI (2016)
Foto: Bagus Ramadhan / TEKNOIA (2019)

Lanjut pembicara berikutnya adalah Ahmed Tessario yang merupakan pendiri ruang kerja bersama (co-working space) paling hits di Surabaya, Satu Atap yang memaparkan data mengejutkan. Ingat kata-kata saya soal Surabaya ternyata tertinggal secara ekosistem? Ternyata Tessario sudah tahu data ini, data yang dia miliki menggambarkan bagaimana Surabaya secara ekosistem ekonomi digital tertinggal dibandingkan dengan Malang dan Yogyakarta.

Ini jelas mengonfirmasi kalimat Akhyari Hananto (founder GNFI) yang saya temui beberapa hari sebelumnya saat kami berdiskusi soal ekosistem Surabaya.

Usai Tessario memaparkan materinya, Ignition 1000 SU Surabaya akhirnya dibuka secara resmi dengan menyentuh bola Tesla (lebih tepat namanya plasma ball sih). Entah apa kaitannya bola ini dengan dunia startup digital.

Foto: Bagus Ramadhan / TEKNOIA (2019)

Diskusi-diskusi panel yang cukup variatif

Setelah resmi dibuka, kegiatan selanjutnya adalah diskusi panel yang menghadirkan para praktisi startup di sekitar Surabaya. Saya sangat bersyukur pembicara yang dihadirkan bukan orang-orang itu atau startup-startup itu lagi.

Panel pembicara saat itu memang datang dari startup-startup kecil, namun mereka sudah cukup teruji karena bisa eksis dan berkembang meski tidak terlalu melejit namanya.

Ada tiga diskusi panel yang dihadirkan, panel pertama menghadirkan BRI Venture, Telkom, Google dan Tanihub. Mereka berbicara lebih banyak tentang peluang dan ruang apa yang bisa mereka berikan untuk ekosistem startup di bawah bendera 1000 SU.

Seperti BRI Venture yang ternyata terbuka untuk startup fintech, kemudian Telkom yang siap untuk membina rekan-rekan startup, Google pun senada yang mengungkapkan bahwa mereka memiliki program pembinaan dan seed funding mencapai US$100.000 untuk startup yang terpilih. Sementara Tanihub lebih bercerita tentang pengalaman bagaimana harus berjuang mengembangkan diri dan tumbuh membangun ekosistem pasar yang ternyata belum siap di awal-awal mereka berdiri.

Usai panel pertama, jam istirahat sholat dan makan.

Sayang sekali karena memang venue berada di lingkungan UK Petra sehingga tidak tersedia fasilitas untuk ibadah bagi peserta yang beragama muslim. Bagi saya pribadi, alasan inilah yang sebenarnya mendasari adanya halal friendly tourism. Ketika venue dihadiri oleh kalangan muslim yang membutuhkan fasilitas khusus seperti tempat wudhu dan sholat, ada baiknya vendor menyediakan kebutuhan tersebut.

Saya akhirnya harus berwudhu diruang janitor tempat mencuci peralatan kebersihan yang memang memiliki keran. Sementara di toilet tidak ada keran yang memadai untuk bersuci. Kemudian untuk sholat saya lakukan di ruang panitia.

Maafkan kelancangan saya jika saya kemudian membandingkan bagaimana sebuah universitas di barat Surabaya yang muslim adalah minoritas ternyata malah lebih sudah menyediakan ruang khusus untuk kebutuhan ini.

Usai sholat, saya makan di ruang terbuka yang sepertinya sebuah kantin. Bentuk ruangnya sangat menarik dengan ada kolam ikan besar menemani para peserta menikmati santap siang. Saya senang melihat kolam itu, dan ternyata ada kura-kura di sana. Haha.

Oke usai istirahat, saya bertanya pada panitia kapan acara kembali dimulai. Mereka mulanya mengatakan kalau acara dimulai jam 14, tapi sampai 14.30 ruangan juga belum terisi dan pembicara juga belum naik panggung. Kesempatan buat saya untuk melihat-lihat gedung.

Gedung ini ternyata tinggi ada sisi untuk kelas, yang bertingkat sampai lima lantai (sepertinya). Sementara bagian Auditorium ada empat tingkat. Terbilang besar untuk sebuah gedung bagian dari kampus. Sekitar gedung ini juga sudah dibebaskan lahannya dengan tidak ada pesaing gedung pencakar langit lain sehingga aliran udaranya begitu deras dan tentu pemandangan yang indah. Cocok untuk melamun usai kuliah. Haha..

Balik lagi soal diskusi panel, di panel kedua pembicaranya adalah kalangan regulator. Pembicara datang dari OJK pengawasan fintech dan dosen dari UK Petra bidang kewirausahaan. Saya begitu mengantuk saat sesi ini, pun rasanya tidak menarik buat saya. Saya tertidur pulas sampai diskusi panel usai.

Panel ketiga dan terakhir menurut saya paling seru. Karena menghadirkan para pelaku startup yang tersembunyi itu. Ada Riliv, ada Jahitin, dan Shipper.

Riliv saya sudah cukup familiar karena sering muncul di lingkup Surabaya dan sudah terdengar di televisi nasional. Sementara Jahitin adalah startup kecil yang menurut saya cukup kuat untuk tetap eksis. Startup yang paling menarik bagi saya adalah Shipper yang memang bisa berbagi cerita secara lebih detail dan menunjukkan kesuksesannya sejauh ini dalam membangun startup.

Saya terkejut ketika mas Budi Handoko berkata bahwa dalam membangun startup yang paling mendasar adalah soal tim. Semakin tim solid semakin baik, dan di 1000 SU kemarin mas Budi memuji Tanihub yang berhasil dibangun oleh enam founder.

Awalnya saya mengira enam founder adalah tim yang terlalu gemuk, tetapi ternyata menurut mas Budi jumlah itu masih cukup aman untuk menjadi pondasi startup yang kuat. Shipper sendiri kalau tidak salah memiliki founder sebanyak lima orang.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana caranya membangun startup dengan founder lebih dari empat orang. Mencari satu saja sudah sangat sulit. Belum lagi kalau co-foundernya pergi begitu saja seperti saya alami. Patah hati pasti. Haha, sabar…

Usai pemaparan panel ketiga, acara ternyata sudah selesai. Panitia kemudian mengumumkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Sesi networking yang garing

Panitia menjelaskan bahwa usai Ignition, adalah fase networking yakni fase para peserta untuk membangun tim sesuai dengan ide yang dimilikinya. Idealnya adalah ada tiga peran dalam satu tim yakni hipster, hustler dan hacker.

Sesi networking Foto: Bagus Ramadhan / TEKNOIA (2019)

Hipster adalah mereka yang jago dalam hal desain, visual, dan grafis. Hustler adalah mereka yang lebih jago di bidang pengembangan bisnis. Sementara hacker adalah mereka yang jenius di bidang pengembangan teknologi. Tiga peran ini akan bisa saling mengisi untuk menemukan bentuk yang pas dalam sebuah startup.

Masalahnya, Ignition Surabaya kemarin sangat tidak berimbang jumlah peserta dalam hal pembagian peran. Saya sudah menyadari hal ini semenjak saya datang dan mendapatkan stiker dari panitia. Stiker yang saya gunakan ternyata sebenarnya adalah stiker untuk peran hipster yang kemudian mereka coret dan ditulis menjadi hustler.

Ternyata memang pendaftar mayoritas adalah hustler, para pebisnis. Para peserta yang mengaku lebih tahu soal ide dan bisnis daripada membangun produk. Hipster dan hacker diakui keduanya adalah pembangun produk, sementara hustler adalah garis depan yang bisa dibilang modal dengkul.

Karena kebanyakan adalah hustler, alhasil networking menjadi tidak efektif. Di setiap bidang peserta sudah dikumpulkan dan menyampaikan idenya masing-masing, namun karena kurangnya hacker dan hipster tidak ada tim yang bisa benar-benar terbentuk dari sesi berjejaring.

Saya bahkan hampir tidak menemukan satu hacker pun saat sesi networking. Kemana mereka? Apakah benar mereka lebih memilih untuk berada di rumah dan mengerjakan sesuatu sendiri sebagai pekerja lepas. Mengapa begitu ya? Saya terus bertanya-tanya sampai detik ini.

Akhirnya saya memutuskan untuk pulang tanpa berbincang dengan satupun hacker. Semangat yang rasanya meredup karena tidak mendapat apa yang saya harapkan dari tujuan awal saya datang ke acara ini: mendapat co-founder baru.

Tapi tidak apa, saya jelas tidak mau menyerah. Saya sudah memutuskan untuk berkecimpung di dunia startup sejak saya resign dari GNFI satu tahun lalu. Tidak ada jalan kembali, yang ada adalah jalan untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik.

So, apa kesimpulannya?

Overall sebagai peserta saya cukup mendapat vibe semangat dari Ignition 1000 SU di Surabaya kemarin. Dari segi penyelenggaraan, saya tidak bisa berkomentar banyak selain hanya bisa mengagumi Auditoriumnya (karena memang panitia biasa saja dan kekecewaan soal kebutuhan sholat).

Apa rencana saya berikutnya? Saya mencoba untuk menghubungi beberapa rekan untuk mau bergabung dan atau bahkan saya bergabung mereka untuk sebuah startup. Sebab bagi saya Gerakan Nasional 1000 Startup Digital kali ini rasanya bisa menjadi peluang untuk belajar sesuatu sehingga saya agak ngotot untuk harus bisa mendaftar tahap selanjutnya yakni workshop.

Mungkin bisa dikatakan saya cukup beruntung untuk bisa menempatkan diri dengan dua sudut pandang untuk even besar ini. Jika dahulu saya bertindak sebagai jurnalis Good News From Indonesia sebagai media partner, kini saya berlaku sebagai seorang yang berusaha untuk bisa berkecimpung di dunia startup secara langsung. Mungkin, keberuntungan ini bisa menjadi nilai lebih dari tulisan ini.

Kira-kira itu yang bisa saya ceritakan di fase ini. Saya berencana untuk selalu menulis catatan tentang perjalanan saya di 1000 Startup Digital ini, semoga di tiap tahap saya dan tim (doakan segera ada tim) bisa terus lolos.

Terima kasih telah membaca. Sampai jumpa di tahap berikutnya.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.