Indonesia Pengguna Adblocker Terbanyak di Dunia, Apa Solusi Untuk Pengiklan?

Ketika iklan semakin lama semakin mengganggu audiens

Photo by Jo San Diego on Unsplash

Iklan merupakan salah satu saluran untuk memasarkan produk yang efektif. Melalui iklan, Brand bisa memperkenalkan produk unggulan dan produk barunya pada audiens yang belum mengenal Brand. Tujuan dari iklan adalah agar target pasar semakin aware dengan produk. Namun bagaimana jika ternyata iklan di internet semakin lama semakin dianggap mengganggu?

Tren pengguna internet yang merasa terganggu dengan iklan terlihat dari meningkatnya penggunaan adblocker di seluruh dunia, bahkan Indonesia menempati negara terbanyak pengguna ad blocker. Ad blocker merupakan aplikasi atau sistem yang mencegah munculnya iklan ketika pengguna internet sedang membaca atau mengonsumsi konten.

Dengan adanya ad blocker ini, iklan yang dilakukan oleh Brand tidak akan bisa mencapai target pasar yang dituju. Sehingga Brand harus rela untuk mendapatkan performa iklan yang kurang baik. Lalu apa solusinya bagi Brand?

Tren Penggunaan Adblocker

Bisa dikatakan, adblocker sendiri merupakan anak dari demokratisnya dunia maya. Jika dahulu iklan yang dilakukan oleh Brand sama sekali tidak bisa dihalau oleh audiens atau target pasar, saat ini berkat teknologi digital dan internet, pengguna yang merasa terganggu dengan iklan bisa menggunakan ad blocker.

Dahulu, di awal kemunculan internet, iklan hanya terbatas pada tampilan di situs-situs atau website. Berbagai website berlomba-lomba untuk menampilkan iklan di samping menyajikan konten yang dibutuhkan oleh pengguna internet.

Seiring dengan semakin berkembangnya internet, direktori jaringan semakin luas dan bermunculanlah mesin pencari. Google sebagai salah satu mesin pencari yang bertahan hingga saat ini membantu banyak sekali webiste untuk mendapatkan audiens. Namun Google sendiri pun menghasilkan pundi uang dari hasil iklan yang dilakukan oleh Brand.

Semakin banyak website yang menampilkan iklan, bahkan iklan menjadi sangat mengganggu bagi pengguna. Tren ini kemudian diikuti pula dengan para pengembang aplikasi yang bisa memblokir iklan-iklan yang mengganggu tersebut. Salah satu aplikasi blokir iklan yang populer adalah Adblock Plus.

Adblock Plus merupakan aplikasi yang dikembangkan dan dioperasikan oleh organisasi secara nirlaba. Sehingga aplikasi ini bisa digunakan secara gratis tanpa biaya untuk memblokir banyak sekali iklan yang mengganggu di internet. Aplikasi ini mulanya dikembangkan untuk memblokir iklan yang ada di peramban desktop pc. Namun kini juga mulai mengembangkan aplikasi blokir iklan di ponsel pintar.

Grafik: 2020 PageFair Adblock Report / Blockthrough
Grafik: 2020 PageFair Adblock Report / Blockthrough

Semakin bertambah penetrasi pengguna internet dunia, ternyata seiring dengan peningkatan penggunaan ad blocker. Berdasarkan data Blockthrough tahun 2020, dijelaskan bahwa pengguna adblocker di seluruh dunia mencapai 236 juta pengguna untuk desktop. Sementara pengguna ad blocker mobile mencapai 527 juta. Bandingkan angka ini dengan jumlah pengguna internet dunia yang saat ini mencapai 4,13 milyar pengguna.

Itu artinya pengguna adblocker saat ini telah mencapai sekitar 12,7 persen dari total pengguna internet dunia. Dengan kata lain pengguna ad blocker adalah 12 orang dari 100 pengguna internet. Dan ingat, angka ini cenderung akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan pengguna internet yang semakin tinggi.

Pengguna Adblocker di Indonesia

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Menariknya, data Digital 2020 dari Wearesocial menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara terbanyak di dunia yang menggunakan ad blocker. Jumlah penggunaan adblocker di Indonesia disebut-sebut mencapai 65% dari seluruh pengguna internet di Indonesia.

Grafik: Digital 2020 / wearesocial

Penggunaa internet di Indonesia sendiri saat ini telah mencapai kurang lebih 174 juta pengguna. Bila persentase pengguna ad blocker dihitung dengan jumlah pengguna internet ini, maka pengguna ad blocker di Indonesia mencapai 113,1 juta pengguna. Jumlah ini tentu saja sangat besar karena telah melebihi separuh dari seluruh pengguna internet di Indonesia.

Namun saya perlu tekankan bahwa data ini adalah data asumsi kasar yang coba saya hitung berdasarkan data yang saya peroleh dari Wearesocial. Data ini pun belum bisa membedakan antara pengguna ad blocker desktop dengan mobile.

Iklan semakin terbatas, semakin diperketat

Penggunaan internet melalui desktop disebut-sebut semakin menurun. Namun di lain sisi, penggunaan internet melalui perangkat mobile semakin meningkat pesat. Hal ini juga diiringi dengan penggunaan ad blocker perangkat mobile yang juga meningkat.

Tidak hanya tampilan iklan saja yang diblok, tetapi juga sistem pelacak yang kerap digunakan dalam iklan internet juga mengalami pembatasan. Kasus yang cukup serius terjadi beberapa waktu lalu saat Apple mengumumkan akan membatasi sistem tracking yang dimiliki oleh beberapa aplikasi mobile seperti Facebook pada iOS 14 terbaru.

Penerapan pembatasan ini ternyata membuat Facebook sebagai media sosial yang banyak bergantung dengan iklan, meradang. Facebook kemudian melansir pemberitahuan untuk para pengiklan tentang dampak dari pembatasan yang dilakukan Apple.

Disebutkan dalam rilisnya, bahwa pengiklan mungkin akan mengalami penurunan performa iklan hingga mencapai 50%. Tidak hanya itu Facebook juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Apple tidak sejalan dengan ekosistem internet yang selama ini hidup berkat sponsor dan iklan.

Kasus ini tentu saja menarik, karena Apple sebagai perusahaan yang memang selalu perhatian pada privasi, mulai melangkah lebih jauh dengan membatasi aplikasi-aplikasi yang berpotensi “mengintip” kegiatan pengguna. Sementara Facebook merupakan perusahaan media sosial yang begitu bergantung pada data aktifitas pengguna untuk keperluan iklan.

Bila perusahaan sebesar Apple secara terang-terangan mulai membatasi aktifitas tracking. Bagaimana nasib dari Brand yang harus mengandalkan iklan? Hal inilah yang perlu dipikirkan oleh Brand secara baik.

Content Marketing Solusi Interaksi Untuk Target Audiens

Para marketer menganggap bahwa iklan merupakan salah satu taktik pemasaran yang efektif karena iklan merupakan cara yang cukup singkat untuk menjangkau begitu banyak audiens dan target pasar dalam waktu singkat. Kecenderungan dari iklan adalah masif dan intrusif. Itu sebabnya iklan dipasang di berbagai tempat dan cenderung muncul tanpa persetujuan dari audiens.

Masalah dari pendekatan ini adalah, iklan yang masif dan intrusif kerap kali membuat audiens dan target pasar merasa tertanggu. Ini sama seperti ketika kamu sedang berjalan ke suatu tempat lalu di tengah jalan kamu dihadang oleh seseorang yang tiba-tiba menawarkan sebuah produk yang kamu sebenarnya tidak butuh.

Atau oke, katakanlah kamu membutuhkan produk tersebut, tapi akibat penawaran itu, kamu menjadi terdistraksi dan tidak lagi menuju ke tempat tujuan karena kamu harus meluangkan waktu untuk membeli produk yang ditawarkan.

Dari ilustrasi di atas, menggambarkan bagaimana iklan memiliki masalah serius pada aspek kerelaan audiens. Iklan tanpa permisi tiba-tiba datang di depan layar menghalangi acara atau tontonan yang sedang kamu lihat. Menyebalkan? Tentu saja.

Jika iklan begitu mengganggu audiens, lalu apa solusinya? Marketer lalu mengembangkan cara yang lebih halus dan tidak intrusif untuk target pasar. Salah satu cara yang paling populer adalah dengan menggunakan content marketing atau pemasaran dengan menggunakan konten.

Joe Pulizzi, penulis dari buku Epic Content Marketing dan pendiri Content Marketing Instute mengatakan bahwa biaya iklan yang begitu besar dikeluarkan oleh Brand menjadi tidak efektif akibat audiens merasa terganggu.

Oleh karena itu, daripada mengeluarkan biaya tinggi untuk iklan, Brand sebaiknya membuat banyak konten yang bernilai dengan budget iklan yang ada. Dengan begitu, Brand akan bisa lebih banyak berinteraksi dengan audiens.

Mengapa konten? Karena konten adalah sebuah informasi yang akan dibutuhkan oleh audiens dan target pasar. Setiap audiens dan target pasar memiliki kebutuhan informasi dan Brand harus bisa menjawab kebutuhan tersebut. Itu sebabnya audiens akan cenderung secara sukarela mendatangi konten dibandingkan harus disajikan iklan yang belum tentu dibutuhkan.

Saat ini, berkat internet, content marketing menjadi kembali digemari. Metode ini sebenarnya bukanlah metode yang baru karena metode content marketing telah ada bahkan sejak era abad 19an. Hanya saja bentuk dan format dari konten menjadi semakin beragam akibat perkembangan teknologi internet.

Bentuk-bentuk content marketing sebagai pengganti iklan

Untuk menggantikan iklan, konten yang bernilai dan bermanfaat untuk audiens menjadi “produk” yang bisa ditawarkan oleh Brand. Berkat internet, kini konten menjadi semakin penting dan beragam. Seperti apa bentuk konten yang bisa digunakan untuk pemasaran saat ini? Berikut beberapa diantaranya.

1. Media sosial

Media sosial adalah salah satu hasil inovasi yang lahir akibat jejaring internet yang begitu luas. Lewat media sosial, para pengguna internet bisa terhubung satu sama lain melalui platform yang begitu beragam. Melalui media sosial ini Brand bisa menggunakan konten untuk berinteraksi dan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh audiens dan target pasar.

2. Nawala / surel

Jika dahulu, Brand harus menerbitkan majalah atau buletin untuk bisa terus berinteraksi dengan target pasar, kini Brand bisa menggunakan internet untuk mendistribusikan materi serupa. Melalui nawala, Brand bisa mengirimkan informasi-informasi yang dibutuhkan audiens langsung ke kotak surat elektronik (surel) milik target pasar.

3. Website

Situs merupakan salah satu pondasi dari internet saat ini. Dengan adanya situs, sebuah organisasi atau perusahaan memiliki wadah atau platform yang berfungsi layaknya rumah. Melalui situs, Brand bisa menggunakan “rumah” untuk berbagai keperluan. Salah satunya adalah untuk memberikan konten yang dibutuhkan oleh target pasar terkait dengan produk atau layanan yang ditawarkan.

Grafik: Content Marketing Matrix / Smartinsight

Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan, ketika iklan dianggap semakin mengganggu bagi para pengguna internet. Meningkatkanya penggunaan adblocker membuat Brand perlu untuk memikirkan cara lain untuk bisa menawarkan produk atau jasanya.

Sebab jika, Brand tetap memaksakan untuk beriklan untuk audiens yang menggunakan adblocker, Brand akan mendapatkan risiko penurunan performa iklan meski biaya yang dikeluarkan meningkatkan. Hal ini bisa sangat merugikan bagi operasional bisnis sehingga harus dihindari.

Content marketing kemudian bisa menjadi alternatif bagi Brand untuk melakukan interaksi dengan audiens dan target pasar. Melalui berbagai macam bentuk konten, Brand bisa tetap menyajikan informasi bermanfaat dan menjawab kebutuhan tanpa harus menggunakan iklan yang intrusif dan mengganggu kenyamanan.

Meski content marketing bukan merupakan metode baru di dunia pemasaran, metode ini bisa menjadi solusi di era internet yang menempatkan konsumen setara dengan Brand. Sehingga audiens memandang Brand sebagai rekan yang selalu hadir dan bisa menjadi solusi kebutuhan di setiap aktifitas berselancar di dunia maya.

Semoga penjelasan artikel ini bisa menjadi solusi untuk kamu yang sedang berusaha untuk memasarkan Brand tanpa banyak mengandalkan iklan yang intrusif.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Produsen konten berpengalaman 8+ tahun. Telah memimpin projek konten untuk 5+ Brand teknologi & menghasilkan 1 juta lebih traffic. Hubungi bagusdr@teknoia.com.