Ternyata Game Mengonsumsi Listrik Lebih dari 25 Pembangkit Listrik

Setara dengan konsumsi listrik 160 juta lemari es

Photo by Sean Do on Unsplash

Industri video game saat ini telah jauh melampaui apa yang terjadi beberapa dekade yang lalu. Mungkin beberapa kita masih ingat betapa game di masa permulaannya begitu sederhana. Hanya sebuah sirkuit silikon sederhana berukuran besar ditambah dengan layar monitor yang tidak kalah berat. Keduanya dipadukan menjadi sebuah game arcade yang sempat begitu populer di masanya.

Namun kini pemandangan itu berubah, game saat ini hampir menjangkau setiap orang. Penetrasi internet dan ponsel pintar yang semakin masif dan terjangkau membuat orang dengan mudah memainkan game melalui gengamannya masing-masing. Semua orang ibarat telah terpapar oleh game.

Saya sendiri, merupakan seorang gamer sejak masih belia. Game konsol pertama saya adalah Sega. Saya ingat masa-masa itu setiap game harus diselesaikan saat itu juga. Tidak ada fitur menyimpan progres di tengah permainan seperti permainan era saat ini. Semuanya masih begitu analog dan sederhana.

Berbeda dengan game saat ini yang mampu melampaui batasan ruang. Bermain secara daring, berinteraksi dengan orang lain di lain ruang. Sesuatu rasanya diluar jangkauan beberapa dekade yang lalu.

Hebatnya lagi, game telah menjadi sebuah ekonomi baru. Menjadi sebuah industri olahraga baru. Industri game global pada tahun 2019 akan mencapai nilai US$100 miliar atau sekitar Rp1.500 triliun berdasarkan data Open Gaming Alliance (OGA) dikutip dari Tech In Asia.

Nilai ini tentu saja begitu menggiurkan sehingga menarik banyak pihak untuk turut terjun ke pasar gaming. Mulai dari para pengembang game, para influencer, produsen hardware (perangkat keras) hingga media. Industri game menjadi sebuah fenomena yang menarik di era ekonomi digital seperti saat ini.

Masalah Konsumsi Energi

Meski banyak mendapatkan perhatian, sayangnya tidak banyak yang menyadari bahwa industri game saat ini menyisakan masalah dari aspek kebutuhan energi. Saya menemukan angka yang cukup mencengangkan dari artikel yang ditulis Bryan Schatz di Mother Jones

Di artikel itu dijelaskan bahwa semakin canggih sebuah game rupanya semakin menuntut produsen perangkat keras untuk membuat perangkat yang semakin powerful. Masalahnya, semakin kuat perangkat keras, desainnya sering kali mengabaikan aspek efisiensi energi demi mengejar tren pasar. Sebuah fenomena yang mirip terjadi dengan industri elektronika lainnya yang mengalami maturitas pasar.

Bryan memaparkan data bahwa pemain game PC secara global menghabiskan energi sebesar 75 miliar kilowatt jam per tahun. Angka tersebut sama dengan jumlah listrik yang dihasilkan oleh 25 pembangkit listrik standar. Angka ini juga setara dengan 7 miliar lampu LED yang menyala selama tiga jam. 7 miliar lampu LED artinya sama dengan jumlah manusia di bumi saat ini.

Tingginya konsumsi energi ini berasal dari konsumsi energi yang diperlukan oleh komponen. Bila diurutkan peringkat konsumsi energi terbesar adalah kartu grafis (GPU), CPU, kemudian papan utama (motherboard).

Permasalahannya kemudian adalah, berdasarkan wawancara Bryan dengan peneliti Green Gaming: Energy Efficiency without Performance Compromise, Mill dan kawan-kawan dari Lawrence Berkeley National Laboratory mengatakan bahwa kebanyakan pemain game adalah anak-anak muda yang tidak terlibat dalam membayar tagihan listrik. Orang tua merekalah yang lebih banyak menanggung beban untuk mengeluarkan biaya itu.

Sedangkan, hanya segelintir orang yang kemudian menyadari tingginya konsumsi energi tidak sebanding dengan harga dan performa yang didapatkan. Inilah salah satu motif mengapa Mill dkk melakukan penelitian.

Hanya Perlu Sedikit Perubahan

Menariknya, hasil penelitian memprediksi bahwa konsumsi listrik bisa turun hingga 24 persen dalam lima tahun mendatang, jika para pemain game beralih ke komponen yang lebih efisien dan mengubah kebiasaan mereka bermain. Namun tentu saja hal mengubah kebiasaan bukanlah yang mudah.

Itu sebabnya menurut saya, para influencer game yang kerap melakukan siarang langsung atau mengulas tentang perangkat keras perlu mulai untuk memasukkan aspek efisiensi energi. Bukan hanya karena aspek performa dari sebuah perangkat keras, tetapi juga tentang bagaimana konsumsi energi yang minimal juga turut bisa menyelematkan bumi. Dan tentu saja, konsumsi listrik yang lebih sedikit juga akan membuat kantong kita tetap tebal.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.