Mengenal Model Bisnis Usaha Sosial

Bentuk bisnis yang lebih mengutamakan manfaat bersama daripada keuntungan pribadi

Ada begitu banyak permasalahan yang terjadi di sekitar kita. Bagi kita yang menyadari, kita akan berusaha untuk menyelesaikannya. Salah satunya dengan mendirikan bisnis. Bisnis bisa menjadi kendaraan untuk perubahan sosial, bisnis juga bisa menjadi cara untuk mengubah situasi. Bisnis yang mampu mengubah kondisi seperti ini adalah usaha sosial yang memperhatikan kebermanfaatan untuk berbagai pihak.

Usaha sosial sebenarnya bukanlah hal yang baru. Istilah ini lahir tidak lama ketika demam entrepreneurship (kewirausahaan) terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Saat kewirausahaan dianggap tidak cukup untuk menghasilkan perubahan nyata pada kondisi dunia, para aktivis dan pebisnis yang peduli, berusaha memasukkan aspek sosial ke dalam model kewirausahaan. Sehingga lahirlah istilah sociopreneurship dan social enterprise.

Apa itu Social Enterprise?

Ada begitu beragam definisi tentang social enterprise. Salah satunya adalah definisi yang digunakan oleh Deloitte dalam Global Human Capital Trends 2018. Dalam laporannya Deloite mendefisikan social enterprise

Organization whose mission combines revenue growth and profit-making with the need to respect and support its environment and stakeholder network.

Bila definisi tersebut diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maka artinya social enterprise adalah organisasi yang memiliki misi untuk memadukan antara pertumbuhan pendapatan, memperoleh keuntungan dengan tetap menghormati dan memperhatikan dampak organisasi pada lingkungan dan pihak-pihak terkait (stakeholder).

Dalam bahasa Indonesia sendiri istilah social enterprise diartikan sebagai usaha sosial atau bisnis sosial. Belum banyak referensi yang membahas tentang hal ini. Salah satu referensi yang saya temukan adalah sebuah advertorial yang tayang di Tirto, berjudul Bisnis Social: Sekarang!. Advertorial ini merupakan publikasi kerjasama dengan DBS Foundation, yayasan corporate social responsibility (CSR) bentukan institusi perbankan asal Singapura.

Dalam publikasi tersebut dijelaskan bahwa usaha sosial adalah usaha yang berusaha menyelesaikan masalah-masalah sosial tanpa menunggu pertolongan pemerintah. Namun tidak menjelaskan secara detil definisi apa yang digunakan oleh DBS untuk menggambarkan fenomena bisnis sosial di Indonesia.

Usaha sosial umumnya memulai usaha dengan dana investasi dari lembaga filantropi ataupun para angel investor yang punya kepedulian pada isu-isu sosial. Para investor ini memang tetap memperhatikan tingkat pengembalian investasi berdasarkan aktivitas usaha (ROI) tetapi kebanyakan investor usaha sosial lebih melihat tentang tujuan dan dampak sosial dari usaha.

Evolusi Usaha Sosial (Gambar: Deloitte, 2018)

Dalam gambar yang disusun oleh Deloitte, menjelaskan bahwa usaha sosial merupakan pertemuan antara misi eksternal dengan integrasi kolaborasi. Maksudnya adalah, usaha sosial punya motivasi yang lahir akibat dorongan dari lingkungan, bukan dari visi sempit pribadi yang kemudian diwujudkan dengan kolaborasi dan integrasi pihak-pihak terkait.

Model usaha sosial menjadi menarik karena usaha sosial berbeda dari usaha tradisional yang bergerak hanya karena aspirasi internal atau pribadi pemilik ataupun pendirinya.

Kemudian dari sisi keuntungan. Berbeda dengan usaha yang pada umumnya mementingkan pemasukan dan keuntungan usaha, keuntungan bagi usaha sosial ditujukan untuk pengembangan usaha ataupun untuk melakukan donasi pada lembaga filantropi lainnya. Perbedaan utamanya terletak pada prioritas utama, usaha sosial tidak mementingkan pemegang saham (pemilik), maupun investor, tapi lebih pada misi dan dampak usaha.

Jadi secara umum, social enterprise bisa kita pahami sebagai upaya menjalankan bisnis yang tetap memperhatikan keuntungan sekaligus dampak sosial. Dari pengertian ini, tentu pertanyaan selanjutnya lahir, “apa bedanya usaha sosial dengan non-profit?”

Nah untuk mengetahuinya kita perlu ketahui dulu apa itu enteprenurship dan entepreneurship.

Mengenal Sociopreneur

Istilah sociopreneur berawal dari penyebutkan entepreneur dan entepreneurship yang berarti pengusaha dan kewirausahaan. Seorang entepreneur adalah pengusaha yang menjalankan bisnis untuk mewujudkan ide yang dimilikinya. Definisi ini tentu berbeda dengan pedagang (trader) yang hanya mengutamakan bisnis. Ide menjadi hal yang penting, misi adalah nilai yang mendasari entepreneur.

Selanjutnya sociopreneur punya aspek sosial, sehingga seorang pengusaha sosial adalah sosok yang menjalankan bisnis dengan profit yang juga memperhatikan dampak pada lingkungan dan sosial. Jika seorang pengusaha tidak memiliki misi dan nilai-nilai sosial yang ingin diwujudkan, dia belum bisa dikatakan sebagai sociopreneur.

Nah, jadi jelas, pengusaha sosial adalah mereka yang menjalankan usaha sosial dengan nilai-nilai dan misi yang telah diembannya menjadi sebuah budaya perusahaan. Perusahaan tersebut tentu saja masih tetap bisa mendapatkan pemasukan dan juga mendapatkan keuntungan usaha.

Pendapatan dan keuntungan usaha kemudian akan digunakan untuk meningkatkan kualitas aktivitas perusahaan seperti meningkatkan jangkauan manfaat, meningkatkan produk, mensejahterakan karyawan, dan lain sebagainya yang masih ada kaitannya dengan dampak lingkungan dan masyarakat.

Sociopreneur adalah aktor penting keberhasilan dari sebuah usaha sosial. Sebagaimana dijelaskan dalam Harvard Business Review, bahwa pendiri usaha sosial merupakan bagian dari peletak visi dan misi yang akan membuat usaha sosial memiliki dampak pada para pelanggan dan juga masyarakat.

Perbedaan Usaha Sosial dengan lembaga nirlaba (non-profit)

Kemudian jika usaha sosial mementingkan dampak sosial, apa bedanya dengan lembaga nirlaba? Perbedaannya terletak pada bagaimana kedua organisasi ini mendapatkan sumber daya, terutama sumber daya uang untuk menjalankan aktivitasnya.

Lembaga nirlaba, memiliki keterbatasan untuk melakukan aktivitas ekonomi yang berorientasi pada keuntungan usaha. Namun lembaga nirlaba boleh untuk melakukan aktivitas pengumpulan dana dari masyarakat atau lembaga donatur. Itu sebabnya lembaga nirlaba fokus pada inovasi dan program yang akan bisa mendatangkan donasi dari para donatur.

Mengingat lembaga nirlaba hanya mengandalkan donasi, lembaga ini sering kali mendapatkan insentif dan stimulus berupa pembebasan pajak ataupun pemotongan pajak yang signifikan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar aktivitas lembaga tidak terbebani dengan perpajakan.

Sedangkan usaha sosial sepenuhnya bergantung pada aktivitas usaha. Performa perusahaan juga dinilai berdasarkan kondisi keuangan, tetapi untuk menjamin keberlangsungan dampak, usaha sosial tidak semata mengutamakan keuntungan.

Usaha sosial juga tidak menciptakan perubahan dengan melakukan donasi. Upaya perubahan yang dilakukan bukan berupa donasi hasil keuntungan. Tetapi sudah menjadi bagian dari aktivitas perusahaan. Usaha sosial kemudian mengajak para pelanggannya untuk menerima nilai perubahan yang lebih baik, sehingga dampak sosial yang dihasilkan menjadi lebih luas dan membudaya.

Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank yang mendapat hadiah Nobel Perdamaian bahkan membagi motif bisnis menjadi tiga, yakni bisnis konvensional, social business, dan social enterprise.

Bisnis konvensional merupakan bisnis dengan motif keuntungan pribadi (atau pemegang saham). Kemudian social business yang istilahnya cukup rancu dengan nirlaba merupakan usaha yang bermotif hanya untuk keuntungan sosial dan tidak boleh ada keuntungan pribadi. Sementara social enterprise mengombinasi keduanya dengan memiliki motif sosial dan juga motif pribadi.

Motif-motif berbisnis (Gambar: Muhammad Yunus, socialbusinesspedia.com)

Dari ilustrasi ini maka jelas bahwa usaha sosial dengan usaha lainnya bisa dibedakan berdasarkan motif usaha. Motif adalah hal penting karena akan menentukan mengapa sebuah usaha berdiri dan bagaimana dia akan menjalankan usaha. Oleh karena itu model bisnis menjadi penting untuk mengetahui bagaimana usaha sosial menyeimbangkan antara motif pribadi dengan manfaat sosial.

Model bisnis usaha sosial

Mengingat tidak banyak referensi yang tersedia tentang usaha sosial, saya akan mengutip model bisnis usaha sosial yang disusun oleh MaRS. MaRS adalah ebuah launchpad asal Kanada yang telah mendukung ribuan inovator dan perusahaan teknologi yang berusah menyelesaikan berbagai masalah di masyarakat.

Setidaknya ada sembilan (saya hanya masukkan delapan) model bisnis usaha sosial yang dijelaskan oleh MaRS, berikut diantaranya

Model bisnis usaha sosial, diadaptasi dari MaRS (tabel: teknoia)

Dari tabel ini kita bisa lihat bagaimana model bisnis usaha sosial begitu beragam. Satu hal yang menarik bagi saya adalah ternyata koperasi dikategorikan sebagai usaha sosial karena dianggap memberikan manfaat yang melebihi motif pribadi. Untuk kamu yang mencari seperti apa kira-kira model bisnis yang cocok untuk usaha sosialmu, mungkin bisa pilih salah satu diantara delapan model ini.

Model bisnis adalah sebuah rancang bangun, jadi kamu selalu bisa sesuaikan dengan situasi permasalahan yang kamu hadapi. Sebagaimana model bisnis konvesional, model bisnis usaha sosial juga tetap bisa digunakan sebagai panduan perusahaan untuk mengembangkan produk, memetakan target penerima manfaat, sumber pendapatan dan lain-lain.

Untuk lebih detil, kamu bisa pelajari konsep pendukung model bisnis seperti Lean Canvas atau Business Model Canvas.

Pentingnya bisnis sosial saat ini

Satu hal yang tidak dimiliki oleh bisnis konvensional dibanding bisnis sosial adalah renjana (passion), mimpi (dream), dan kerendahan hati (modesty). Mengapa hal-hal tersebut tidak dimiliki oleh bisnis konvensional? Jawabannya adalah karena bisnis konvensional akan sibuk dengan pertumbuhan, pendapatan, dan juga keuntungan untuk para pemegang saham.

Photo by Ian Schneider on Unsplash

Sedangkan usaha sosial, menjadikan nilai-nilai sebagai hal yang paling utama. Nilai dan aspirasi merupakan jantung utama usaha sosial yang kemudian menjadi budaya perusahaan. Itu mengapa usaha sosial tidak akan berhenti melakukan inovasi program dan produk jika misi sosialnya belum tercapai.

Sesuatu yang bermula dari renjana, akan berjalan dengan tanpa keraguan. Berbagai rintangan akan coba diselesaikan dan banyak halangan akan dilewati. Namun tentu saja tidak semua usaha sosial punya idealisme yang ideal. Tidak semua usaha sosial punya nilai-nilai indah yang diterapkan secara nyata akibat keterbatasan. Hal ini wajar karena usaha sosial tetap membutuhkan pengembangan terus menerus.

Usaha sosial bisa menjadi jawaban tentang rusaknya mental pebisnis akibat obsesi pada pertumbuhan dan keuntungan yang tidak bertanggung jawab. Usaha sosial juga menjadi jalan untuk mewujudkan bisnis yang berkelanjutan tidak hanya berkelanjutan secara ekonomi tetapi juga berkelanjutan secara manfaat dan dampak.

Usaha sosial memang tetap membutuhkan kapital, tetapi menyulap modal menjadi keuntungan tidak menjadi tujuan. Performa bisnis tidak serta merta dinilai berdasarkan performa keuntungan tapi perusahaan dinilai dari dampak lingkungan dan sosial. Keduanya adalah tujuan paling utama bisnis sosial. Inilah mengapa bisnis sosial saat ini begitu penting di tengah kekacauan akibat industri yang terus tidak terkendali.

Blake Mycoskie pendiri dari TOMS Shoes mengungkapkan bahwa pengusaha sosial adalah mereka yang membangun bisnis sukses yang mampu menjadi jembatan bagi banyak orang untuk sesuatu yang penting bagi kehidupan mereka. TOMS Shoes sendiri merupakan sebuah perusahaan sepatu yang menyejahterakan anak-anak dengan memberi alas kaki setiap produknya terjual.

“It’s about creating a successful business that also connects supporters to something that matters to them and that has great impact in the world.” — Blake Mycoskie

Sedangkan Muhammad Yunus, malahan menantang jika kita sadar pentingnya kepedulian sosial, maka kita seharusnya mau mendirikan bisnis yang bisa mencapai tujuan sosial.

“The challenge I set before anyone who condemns private-sector business is this: If you are a socially conscious person, why don’t you run your business in a way that will help achieve social objectives?” — Muhammad Yunus.

Lalu jika usaha sosial begitu penting, apakah ada contoh sukses dari usaha sosial? Tentu saja ada. Berikut adalah beberapa contoh usaha sosial yang bisa kita perhatikan dan tiru.

Contoh-contoh Social Enterprise

1. 4ocean Bali

For Ocean (4ocean) adalah contoh sebuah usaha sosial yang berangkat dari kesadarang pentingnya kelestarian lingkungan. Usaha ini lahir dengan melakukan aktivitas pembersihan lautan dari sampah dan polusi kemudian mengolah sampah menjadi produk yang punya nilai ekonomi. For Ocean bekerja sama dengan para nelayan dan para ahli untuk membebaskan lautan dari polusi plastik. Usaha sosial ini telah mendapatkan sertifikasi B Company.

2. Kitabisa

Kitabisa bisa dikategorikan sebagai bisnis sosial meski berbadan hukum yayasan karena juga terdaftar sebagai PT (perseroan terbatas) untuk pengembangan teknologi. Kita bisa merupakan platform galang dana untuk inisiatif-inisiatif sosial yang saat ini telah berhasil menyalurkan lebih dari 700 milyar rupiah. Untuk menghidupi dan pengembangan perusahaan, Kitabisa mengambil sedikit biaya administasi dari hasil donasi. Kitabisa didirikan oleh Alfatih Timur dan Vikra Ijaz.

3. Lindungi Hutan

Lindungihutan adalah usaha sosial dengan konsep crowdplanting atau patungan menanam dengan badan hukum Yayasan. Inisiatif ini didirikan oleh Hario Laskito Adi bersama dengan Chasif dan Miftachur Robbani dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat reforestasi di Indonesia. Mereka prihatin dengan tingkat deforestasi yang begitu tinggi di Indonesia yang bisa mengancam keberlangsungan hidup banyak orang.

4. Garda Pangan

Garda pangan adalah usaha sosial yang memiliki tujuan untuk menyelamatkan (rescue) pangan berlebih yang kemudian didistribusikan pada masyarakat yang membutuhkan. Model usaha ini bertumpu pada fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan limbah makanan tertinggi di dunia. Oleh karena itu Dedhy Trunoyudho, Indah Audivtia, dan Eva Bachtiar berusaha untuk mewujudkan model bank makanan yang bisa diakses banyak orang membutuhkan ketika suplai makanan tidak berimbang. Selain menyelamatkan pangan, mereka juga menyelamatkan hasil panen perkebunan yang tidak terserap dengan baik sehingga menjangkau konsumen di kota secara langsung.

Selain empat usaha sosial di atas, kamu bisa temukan lebih banyak usaha sosial di database yang dimiliki oleh PLUS (Platform Usaha Sosial). Di sana ada ratusan usaha sosial yang telah terdaftar dan ikut berkontribusi memberikan dampak kebaikan pada masyarakat di Indonesia.

Simpul dari sebuah inisiatif mulia untuk dampak yang lebih besar

Model usaha sosial merupakan model yang begitu mulia. Saya pribadi menganggapnya sebagai sebuah model paling ideal bagi usaha yang ada di seluruh dunia. Tapi benar adanya bahwa istilah social enterprise merupakan kepanjangan dari kapitalisme yang berusaha mendapatkan keuntungan bisnis dari klaim-klaim menyesatkan.

Greenwashing misalnya, yang kerap disematkan untuk usaha yang mengklaim ramah lingkungan namun nyatanya tidak seperti apa yang disampaikan.

Kritik pada usaha sosial umumnya adalah ada pada motif. Benarkah usaha sosial benar-benar memiliki tujuan yang mulia untuk kebaikan bersama, atau jangan-jangan klaim sosial hanya merupakan upaya komunikasi dan pemasaran untuk menarik simpati konsumen dan investor. Sebab nyatanya, tidak jarang para eksekutif usaha sosial mendapatkan kesejahteraan yang begitu jauh dari kewajaran dan juga para penerima manfaat usaha.

Memang ada banyak kritik bertubi yang dilayangkan pada usaha sosial. Namun satu hal yang pasti, menurut saya kritik tentu saja tidak bisa dihindari, bahkan kritik diperlukan untuk mengembangkan model usaha sosial menjadi lebih relevan untuk masa ini dan masa depan. Sebab, kita perlu untuk mulai melihat performa bisnis dari dampak sosialnya kemudian performa keuangan dan keuntungannya. Bukan sebaliknya mengutamakan performa keuangan untuk kepentingan eksekutif dan pemegang saham. Mengingat, usaha sosial adalah tentang nilai-nilai mulia yang berdampak pada kebaikan bersama.

Nah, sekarang bagaimana denganmu? Apakah kamu tertarik untuk menjadi seorang sociopreneur dan membangun sebuah usaha sosial? Kira-kira permasalahan apa yang ingin kamu selesaikan? Sampaikan responmu di bawah ini ya.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.