Pegawai Dipecat Karena Membuat Video Tiktok, Siapa yang Salah?

Akibat perusahaan memandang bermain media sosial sebagai tindakan indisipliner

Photo by Francisco Moreno on Unsplash

Saat ini Tiktok menjadi salah satu media sosial yang sangat populer di berbagai negara dunia. Kemudahan untuk membuat video dan karena platform baru membuat banyak orang berbondong-bondong untuk menggunakan media sosial ini. Menariknya, semakin populer sebuah media sosial, semakin banyak pula cerita yang terjadi akibat penggunaannya. Salah satunya adalah cerita dipecatnya seorang karyawan akibat merekam video Tiktok.

Cerita pemecatan karyawan karena Tiktok ini memang tidak terjadi di Indonesia, tetapi terjadi di Amerika Serikat dan dialami oleh seseorang bernama Tony Piloseno pemilik akun Tiktok dengan sebutan Tonester Paints. Akun Tiktok ini banyak mengunggah konten tentang aktifitas Tony melakukan pencampuran cat di pabrik tempat dia bekerja.

Video aktivitasnya mencampur warna cat menarik banyak penonton. Banyak video Tony yang mencapai lebih dari seratus ribu views dan mendapat jutaan. Tony juga beberapa kali mengunggah aktivitas mencampur warna sesuai dengan permintaan follower. Bahkan sesekali Tony mengunggah cat warna yang identik dengan Brand lalu mencampurnya dengan campuran yang tidak biasa sehingga menghasilkan warna yang unik.

Ramainya video yang dibuat oleh Tony di Tiktok ini membuat akun tonesterpaints mendapatkan jutaan follower. Hingga saat ini jumlah follower tonesterpaints sudah mencapai 1,4 juta. Menyadari bahwa akun Tiktok yang dia miliki cukup berhasil, membuat Tony terdorong untuk mulai memberitahukan pada kantornya yang merupakan salah satu toko lokal Sherwin Williams.

Sherwin Williams adalah sebuah Brand produsen cat dan pelapis untuk berbagai kebutuhan yang berbasis di Cleveland, Ohio Amerika Serikat.

Photo by Alice Dietrich on Unsplash

Bukannya Dapat Apresiasi Malah Dipecat

Menariknya, semakin ramai akun tonesterpaints berkembang, Tony Piloseno malah dipecat dari tempatnya kerja. Tony dianggap melakukan tindakan tidak disiplin karena membuat video Tiktok di waktu kerjanya. Dalam surat pemecatannya, bahkan disebutkan kalau Tony telah menggunakan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, dan juga telah mempermalukan nama perusahaan.

Sebenarnya, Tony bukanlah pekerja tetap di Sherwin Williams, ia hanya seoerang pekerja paruh waktu yang telah bekerja di cabang toko lokal Sherwin Williams selama tiga tahun terakhir. Namun apakah tindakannya mengunggah kesukaannya pada mencampur cat merupakan aktifitas yang pantas membuatnya dipecat? Ini hal yang menarik untuk dibahas.

Dari sudut pandang saya sebagai seorang pemasar konten (content marketer), apa yang dilakukan oleh Tony lewat tonesterpaints merupakan sebuah wujud advokasi yang dilakukan oleh seorang karyawan. Tony menunjukkan keahlian dan pengetahuannya dalam hal mencampur cat. Meski hal itu bisa diperdebatkan karena Tony sejatinya hanya secara acak mencampur warna.

Namun apa yang dilakukan oleh Tony ternyata menarik banyak minat audiens di Tiktok. Minat Audiens ini tentu membuka peluang untuk Brand menjadi semakin dikenal. Itulah mengapa saya menganggap keputusan Tony untuk memberitahukan akunnya pada Sherwin Williams adalah tepat karena berusaha membantu kantornya untuk mencapai kesuksesan yang lebih.

Brand Kehilangan Peluang Meningkatkan Citra

Sayangnya, Sherwin Williams memandang apa yang dilakukan oleh Tony dengan cara yang berbeda. Brand tersebut menganggap apa yang dilakukan Tony di tonesterpaints bisa mengancam citra perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh juru bicara perusahaan yang mengatakan bahwa pemecatan Tony dilakukan karena adanya laporan keluhan dari pelanggan dan Sherwin Williams sangat memperhatikan hal tersebut.

Hanya saja, saya agak sangsi kalau Sherwin Williams mendapatkan keluhan pelanggan akibat konten-konten yang diunggah di tonesterpaints. Karena cukup sulit untuk membayangkan keluhan apa yang sampaikan oleh pelanggan dari aktivitas hobi yang dilakukan Tony. Pun Tony melakukannya tanpa sekalipun menyebut nama Brand Sherwin Williams.

Meski saya menganggap apa yang dilakukan Sherwin Williams kurang tepat. Saya memahami sudut pandang pertimbangan dari Brand tersebut. Apakah Sherwin Williams bisa disalahkan? Belum tentu. Apakah Tony juga melakukan kesalahan? Bisa juga tidak. Karena mungkin saja Sherwin Williams memang telah memiliki kebijakan perusahaan yang tidak terbuka dengan aktivitas “lain” karyawan seperti yang dilakukan oleh Tony.

Lalu jika saya menjadi manajemen Sherwin Williams, apa yang akan saya lakukan? Tentu saja akan mengakomodir apa yang dilakukan oleh Tony. Bahkan mungkin akan memberinya fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk tetap membuat konten yang interaktif untuk audiens dengan syarat menyantumkan Brand Sherwin Williams. Tentu langkah seperti ini akan semakin mempermudah upaya marketing dan juga relasi publik perusahaan karena perusahaan tidak perlu repot-repot untuk membangun basis Audiens lagi.

Dapat Simpati Audiens Sekaligus Pekerjaan Baru

Tapi pemecatan sudah terjadi, dan Tony tidak bisa lagi bekerja di Sherwin Williams. Akibat pemecatan ini simpati warganet berdatangan, mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan Sherwin Williams tidaklah fair dan tidak pantas. Dukungan terus mengalir dan pemberitaan bermunculan, bahkan saya menemukan sebuah laman penggalangan dana untuk Tony.

Dan hal yang lebih menarik adalah, siapa yang menyangka usai viralnya kisah pemecatan Tony, kurang dari satu bulan Brand pesaing Sherwin Williams bernama Florida Paints malah merekrut Tony menjadi pegawai baru. Saya tidak mendapatkan informasi posisi apa yang kira-kira didapatkan oleh Tony. Namun peristiwa ini tentu menjadi keuntungan bagi Florida Paints karena perusahaan akan mendapatkan saluran content marketing dengan mudah karena merekrut Tony.

Nah, kira-kira apa yang bisa dipelajari dari pengalaman ini? Satu hal yang pasti, Brand membutuhkan sebuah pembuktian bahwa perusahaan memiliki keahlian. Dengan menunjukkan keahliannya Brand bisa mendapatkan trust (kepercayaan) dari audiens, konsumen dan pelanggan. Cara untuk menunjukkan keahlian itu salah satunya adalah melalui konten dan saat ini, siapapun bisa membuat konten untuk menunjukkan keahlian sebuah Brand.

Tidak melulu harus CEO yang menunjukkan kemampuan Brand. Tidak juga harus merekrut talen untuk menjadi model ataupun ambassador kemampuan Brand. Karena Brand pun bisa memperbolehkan karyawannya untuk menunjukkan kemampuannya sebagai perwakilan perusahaan. Tony misalnya, ia mendapatkan pengetahuan tentang cat tentu karena dirinya adalah pegawai perusahaan cat. Lalu Tony berusaha untuk mengekspresikan kecintaannya pada cat melalui media sosial Tiktok.

Ketika perusahaan ternyata malah menganggap kecintaan karyawan pada aktifitas Brand sebagai sesuatu yang bisa mengancam citra. Hal ini malah membuat Brand kehilangan peluang untuk dipercaya dan dicintai oleh Audiens.

Akhir kata, selamat untuk pekerjaan barunya Tony. Terima kasih telah memberi inspirasi.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Produsen konten berpengalaman 8+ tahun. Telah memimpin projek konten untuk 5+ Brand teknologi & menghasilkan 1 juta lebih traffic. Hubungi bagusdr@teknoia.com.