Pemuda Belanda dan Ambisi Membebaskan Laut dari Plastik

Terus berinovasi untuk laut yang lebih bersih

Pencemaran laut adalah salah satu masalah lingkungan yang menjadi problem untuk berbagai negara di Dunia, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini dikarenakan dampak kerugian yang dibawa oleh tercemarnya lingkungan perairan yang tidak bisa dianggap remeh. Selain mengancam keselamatan biota-biota laut, adanya pencemaran di lingkungan perairan juga mengakibatkan menurunnya daya tarik turis terhadap wisata pantai.

Salah satu penyumbang terbesar pencemaran laut adalah limbah plastik. Dikutip dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum), ada sekitar 150 juta ton sampah plastik berada di perairan dunia. Laporan tersebut juga menyebutkan pertumbuhan sampah plastik mencapai 8 juta ton tiap tahun. Konferensi Laut PBB, menyebutkan bahwa limbah plastik di lautan telah membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut, dan ikan-ikan dalam jumlah besar setiap tahun.

Setelah mengetahui dampak-dampak negatif yang dapat timbul akibat pencemaran laut, tidak heran banyak Negara yang berlomba-lomba dalam mencari solusi untuk menyudahi pencemaran laut yang berkepanjangan. Salah satu tokoh yang menjadi pionir dalam hal ini adalah seorang penemu dan pengusaha asal Belanda, Boyan Slat.

Boyan Slat (Startup Fest Europe)

Ambisi Pemuda Penuh Visi

Pemuda asal Belanda yang kini berusia 27 tahun itu mengaku merasa risih dengan banyaknya limbah plastik yang menumpuk di lautan. Hal tidak mengenakan itu pernah ia alami 11 tahun silam ketika sedang menyelam di Yunani. Pada saat itu, terdapat lebih banyak plastik yang mengambang ketimbang jumlah ikan yang berenang.

Slat yang pada masa itu masih mengenyam pendidikan tingkat tinggi di TU Delft, sebuah perguruan tinggi teknik di Belanda, memutuskan untuk berhenti kuliah dan menggunakan waktunya untuk mewujudkan rencana dan impian besar miliknya. Kemudian, pada tahun 2013, sebuah lembaga lingkungan hidup nirlaba, The Ocean Cleanup, didirikan. Dengan Slat sebagai CEO, The Ocean Cleanup pun siap untuk mengejar tujuan mereka: mengurangi pencemaran laut yang disebabkan oleh menumpuknya limbah plastik.

Inovasi tiada henti

Setelah melakukan ujicoba awal di Laut Utara, The Ocean Cleanup meluncurkan prototipe skala penuh mereka di kawasan yang disebut Great Pacific Garbage Patch, atau Pulau Sampah Besar, di Lautan Pasifik.

Sistem yang digunakan untuk mengumpulkan limbah plastik adalah dengan menggunakan pelampung sepanjang 600 meter dan memasangnya dalam bentuk huruf U. Sistem itu nantinya akan mengurung limbah-limbah plastik, kemudian menggunakan kapal-kapal pengangkut khusus tiap beberapa bulan sekali untuk dibawa ke darat dan menjalani proses daur ulang.

The Ocean Cleanup (Picture Alliance/Abaca)

Walaupun mengalami kesalahan teknis setelah dua bulan beroperasi, proyek pertama The Ocean Cleanup menandai dimulainya sepak terjang Slat dalam mewujudkan impiannya yang ingin melihat lautan tanpa limbah. Setelah satu tahun berjalan, desain dari sistem pengumpulan limbah plastik direvisi.

Slat juga turut menyatakan bahwa sistem yang telah direvisi ini akan memiliki panjang 100 kilometer. Pada tahun 2015, desain ini memenangkan penghargaan Design of the Year di Museum Desain London.

Pada tahun yang sama, The Ocean Cleanup mengadakan pengujian model skala besar. Pengujian ini dilakukan di kolam ombak di Deltares dan MARIN (Maritime Research Institute Netherland), salah satu institusi teknologi maritim terkemuka di Belanda. Pengujian ini diadakan dengan tujuan untuk menguji dinamika dari penghalang yang digunakan, ketika berada di lingkungan berombak. Pengujian dianggap cukup berhasil sehingga dilanjutkan pada pengujian berikutnya.

Kemudian, pada tahun 2016, sebuah pengujian di lautan lepas pun diadakan di Laut Utara. Tujuannya adalah untuk menguji daya tahan dari material yang dipilih.

Hasil pengujian pun menunjukkan bahwa material pelampung yang digunakan The Ocean Cleanup tidak akan mampu bertahan di lautan lepas. Oleh karena itu, The Ocean Cleanup menggunakan pipa HDPE sebagai material baru mereka. Material baru ini menunjukan fleksibilitas yang cukup untuk mengikuti arus ombak, namun tetap kokoh supaya dapat mempertahankan bentuk huruf U miliknya.

Satu tahun setelahnya, sistem pengumpulan limbah plastik kembali mengalami perombakan desain yang signifikan. Pertama, dimensi dari sistem ini dikurangi secara drastis. Dari yang semula 100 kilometer, menjadi 1 hingga 2 kilometer saja. Kemudian, jangkar yang pada awalnya menggunakan jangkar dasar laut, diganti mengunakan jangkar yang mengapung di permukaan laut. Hal ini memudahkan limbah plastik untuk tetap berada di jangkauan sistem.

Selanjutnya, pada tahun 2018, The Ocean Cleanup mengadakan pengujian model skala sekali lagi. Pada pengujian kali ini, jangkar apung ditiadakan sepenuhnya. Hal ini dikarenakan angin menggerakkan sistem lebih cepat daripada limbah plastik.

The Ocean Cleanup kemudian meluncurkan System 001, dan diterjunkan dari San Francisco. Sistem ini terdiri dari rangkaian HDPE dengan total panjangf 600 meter. Sistem ini tidak berawak dan dilengkapi dengan monitor bertenaga surya, dengan sistem navigasi meliputi GPS, kamera, lampu dan AIS. Penghalang yang digunakan beserta monitornya diproduksi di Austria.

Setelah pengujian awal selesai, The Ocean Cleanup menyatakan bahwa System 001 telah siap untuk dilepas dan ditugaskan ke Great Pacific Garbage di Lautan Pasifik. Tiba pada Oktober 2018, System 001 diketahui mengalami beberapa kendala terkait ketidakmampuan dalam menjaga limbah plastik yang sudah dikumpulkan. Sebulan setelahnya, The Ocean Cleanup mencoba untuk memperlebar mulut berbentuk U sekitar 60–70 meter, namun tidak menjumpai kesuksesan.

Pada akhir Desember tahun yang sama, sistem mengalami malfungsi pada bagian mesin, dan mengakibatkan lepasnya bagian sistem sepanjang 18 meter. Hal ini membuat The Ocean Cleanup menarik kembali System 001 untuk pengecekan dan perbaikan. Meski terjadi malfungsi, selama dua bulan masa operasi, System 001 telah mengangkut kurang lebih 2 ton limbah plastik.

Pertengahan Januari tahun 2019, System 001 tiba di Teluk Hilo, Hawaii, untuk menjalani proses perbaikan. The Ocean Cleanup merencanakan untuk menugaskan kembali System 001 pada musim panas. Pada pertengahan Juni, setelah proses analisa masalah dan desain ulang yang memakan waktu hingga empat bulan, sebuah model baru bernama System 001/B diperkenalkan.

The Ocean Cleanup mengumumkan bahwa model baru ini akan dilengkapi dengan parasut air yang berfungsi untuk memperlambat sistem. Kemudian pada Oktober, mereka juga mengonfirmasi bahwa System 001/B berhasil menangkap dan mengumpulkan limbah plastik, bahkan yang berukuran mikro sekalipun.

The Interceptor untuk Jakarta

Masih pada bulan yang sama, The Ocean Cleanup mengungkap teknologi terbaru mereka yang disebut sebagai The Interceptor, inovasi teknologi pertama yang mampu menghalangi limbah plastik di sungai dan mencegahnya untuk mencapai lautan. Dua sistem diterjunkan di Jakarta, dan Klang di Malaysia. Keduanya diberi kodenama Interceptor 001 dan Interceptor 002 secara berurutan.

Sayangnya, pada Januari tahun 2020, banjir bandang merusak penghalang dari Interceptor 001 di Jakarta. Akibat kejadian ini, The Ocean Cleanup menggantinya dengan penghalang yang lebih kokoh dan memiliki desain sederhana. Pada bulan Agustus, Interceptor ketiga diterjunkan di Santo Domingo, Republik Dominik.

Hingga tahun ini, projek yang dicanangkan The Ocean Cleanup masih terus berjalan dan berkembang. Pada Juli 2021, desain baru yang dinamai System 002, diterjunkan di Great Pacific Garbage Patch untuk ujicoba.

Pada bulan Oktober tahun ini, mereka mengumumkan bahwa sistem tersebut telah mengumpulkan setidaknya 28 ton limbah plastik. Mereka juga mengumumkan bahwa perancangan System 003 sedang berada dalam tahap perencanaan. Mereka juga membocorkan bahwa System 003 akan memiliki panjang tiga kali lipat dari sistem sebelumnya, yaitu 2.5 kilometer.

Hadirnya Boyan Slat dan keberhasilan inovasi The Ocean Cleanup seolah membawa secercah harapan bagi umat manusia untuk melihat lautan yang bebas dari pencemaran.

Tentunya, kita pun tidak boleh hanya diam dan berpangku tangan. Sebagai manusia yang memiliki kesadaran lingkungan, kita juga harus turut serta dalam upaya mengurangi pencemaran laut, dimulai dari hal sederhana seperti tidak membuang sampah di sungai.

Kamu suka membaca kisah inovasi-inovasi inspiratif dari seluruh dunia? Kamu bisa follow TEKNOIA untuk terus mendapatkan informasi untuk aksi kebaikanmu.

--

--