Perlukah Kita Mengingat Semua Hal?

Perenungan Seputar Microsoft Recall

Photo by Tadas Sar on Unsplash

Hari ini, saya seperti biasa mencari inspirasi, mencari wawasan, dan mencari topik yang layak dibahas. Sambil menikmati kacang goreng, lagi-lagi, saya menemukan sesuatu yang menarik lagi tentang AI.

Saya menemukan video (tonton di bawah) yang membahas dan cuplikan artikel yang menjelaskan tentang teknologi Microsoft terbaru yang bisa mengintip semua aktivitas kita. Ternyata, Microsoft memiliki teknologi yang bisa merekam semua aktivitas di komputer, khususnya di Edge. Teknologi ini diberi nama ‘Recall’.

Dengan teknologi Recall, semua aktivitas yang kita lakukan di Edge bisa direkam. Layaknya seorang sejarawan, teknologi AI ini akan bisa membuka masa lalu dengan kunci tertentu. Misalnya, kita melakukan aktivitas tentang konten atau proyek di Edge, data tersebut bisa direkam. Teknologi ini akan tersemat sebagai fitur Copilot yang sejak beberapa waktu lalu gencar dikembangkan Microsoft sebagai asisten berteknologi AI.

Untuk penjelasan lengkap kemampuan Recall, bisa cek di halaman panduannya.

Yang jadi masalah adalah metode yang dilakukan oleh Microsoft. Mereka menggunakan teknologi Screen Catcher yang mengambil cuplikan gambar setiap detik dan menit, kemudian diindeks. Dengan Recall, kita bisa memanggil ulang data tersebut, namun katanya ini akan menghabiskan banyak storage memori perangkat kita (laptop atau pc).

Selain itu, Microsoft ingin teknologi AI perekam sejarah ini ada di setiap komputer. Sekilas fitur ini menarik tapi saya pribadi merasa beberapa hal yang perlu diperhatikan dari fitur ini.

Lagi-lagi masalah Privasi Data

Pertama adalah soal privasi. Bayangkan jika kita sedang mengurus hal-hal sensitif di Edge dan di-capture oleh Microsoft. Data tersebut bisa saja bocor dan dieksploitasi oleh orang lain atau pihak ketiga.

Ada juga isu tentang foto atau video sensitif yang akan masuk ke Recall. Ini menjadi masalah privasi besar.

Apakah Kita benar-benar membutuhkan Asisten Pengingat?

Selanjutnya, ada masalah soal apakah kita benar-benar butuh teknologi ini terkait AI. Apakah kita benar-benar perlu mengingat segala hal dalam hidup kita?

Pertanyaan besar ini menjadi penting, karena dalam banyak kasus ada orang-orang dengan kemampuan mengingat segala hal yang justru mengaku punya masalah dalam hidupnya. Mereka sering kali mengingat hal-hal traumatis yang menyulitkan hidup mereka.

Saya akan mencoba mencari artikel lebih lanjut tentang memori fotografis dan bagaimana orang-orang dengan kemampuan tersebut berjuang dalam hidupnya. Ini tentu menjadi topik yang sangat menarik untuk didalami lebih lanjut.

Recall dan ingatan, sebuah topik yang menarik untuk dibahas. Dalam hidup, kita sering lupa, bahkan sengaja berusaha kehilangan ingatan dalam konteks tertentu. Hilang ingatan, menurut saya ada keunggulan dan kekurangannya.

Keunggulannya, misalnya, jika momen ingatan tersebut kurang signifikan, kita tidak perlu repot mengingatnya. Atau, jika ingatannya tidak enak, kita tidak perlu mengingat kembali. Apalagi jika itu adalah pengalaman traumatis, kemampuan untuk melupakan bisa membuat kita sembuh, atau paling tidak, tidak terbebani oleh trauma.

Namun, tentu ada kekurangan dari keterbatasan ingatn. Ada momen-momen tertentu di mana kita harus ingat detail-detail penting. Jika kita tidak bisa mengingat banyak hal di masa lalu, kita mungkin kehilangan banyak hal penting. Bahkan, ada resiko kita kehilangan bagian dari identitas diri kita. Itu kelebihan dan kekurangan dari kemampuan mengingat dan melupakan.

Secara naluriah, manusia memang pelupa. Fungsi Recall yang dicetuskan oleh Microsoft, atau kemampuan untuk mengingat kembali, sebenarnya membantu memenuhi kebutuhan naluriah tersebut. Teknologi seperti alat bantu ingatan, termasuk kemampuan mengambil screenshot dari semua aktivitas, mengizinkan kita untuk mengingat segala hal. Walaupun, ada juga individu yang memiliki kemampuan alami untuk mengingat lebih banyak dibandingkan yang lain.

Namun, fitur-fitur Recall seperti ini membawa masalah, terutama terkait seleksi ingatan. Tidak semua momen perlu kita ingat.

Mempercayakan ingatan kita kepada AI yang dikelola oleh perusahaan juga menjadi isu. Bagaimana kita bisa mempercayai Microsoft untuk ingatan kita yang sangat sensitif dan pribadi? Padahal membangun rasa percaya kepada AI adalah proses yang sangat panjang. Beda cerita jika AI sudah menjadi entitas dan sosok independen dan bisa membangun relasi dengan kita. Jika AI itu punya reputasi yang baik dan tidak bergantung pada perusahaan, mungkin kita bisa percaya padanya. Namun sejauh ini, seluruh AI terutama kecerdasan buatan generatif, dimiliki oleh perusahaan.

Manfaat utama dari fitur Recall ini menurut saya hanya berlaku di kalangan forensik digital atau monitoring produktivitas. Hal ini sudah dilakukan di beberapa konteks pekerjaan, misalnya komputer kantor yang melakukan monitoring penuh terhadap aktivitas karyawannya. Teknologi ini sudah mulai banyak digunakan, seperti di platform kerja lepas (freelance) Upwork yang mencatat aktivitas freelancer sesuai durasi kerjanya. Hal ini memungkinkan screen capture aktivitas, yang mungkin mirip dengan fitur yang ditawarkan oleh Microsoft.

Jadi, apa yang dilakukan oleh Microsoft sebenarnya tidak benar-benar baru. Namun, kita tetap perlu kritis dengan teknologi seperti ini.

Photo by Google DeepMind on Unsplash

Arah Perkembangan AI Generatif

Kemarin saya membahas soal AI generatif di Search Engine, dan sekarang AI yang diklaim memiliki fitur baru oleh Microsoft, padahal tidak berbeda jauh dengan yang sudah ada. Bahkan sebagian orang menyebut teknologi ini sebagai keylogger. Sebuah alat yang dulu sangat dibenci banyak orang karena merekam setiap aktivitas keyboard untuk kemudian mencuri informasi dan akun. Teknologi yang digunakan Recall menurut saya adalah sama, hanya ditambah dengan machine learning untuk mengkategorisasi aktivitas.

Melihat perkembangan AI saat ini, saya merasa pada akhirnya, semua AI akan semakin mirip karena tujuan utama mereka adalah menyerupai manusia. Sayangnya, perlombaan ini menurut saya adalah winner takes all, karena pemenangnya hanyalah AI yang akan dipercaya oleh publik. AI yang tidak bisa meyakinkan kita, manusia akan dianggap biasa saja. AI yang paling bisa mengolah data paling banyak akan semakin expert. AI dengan model paling komprehensif akan semakin “cerdas” dan interaktif.

Inovasi-inovasi kecil akan terus ada, tetapi tujuan besar mereka tetap sama, yaitu membangun sosok AI seperti manusia. Contohnya, fitur Recall yang mengklaim bisa menjadi sejarawan pribadi yang merekam semua aktivitas kita di browser Edge.

Sebagai pengguna Windows dan produk Microsoft, fitur Recall ini cukup mengkhawatirkan karena langsung disematkan dalam Copilor. Sedangkan Copilot saat ini telah ada di hampir setiap produk Microsoft. Sebagai sebuah alat bantu yang punya banyak informasi, Copilot memang akan lebih bisa mendampingi saya sebagai sosok expert yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dan diskusi yang saya ajukan.

Sebenarnya, untuk kepentingan pekerjaan, monitoring detil yang dilakukan Recall mungkin akan punya manfaat. Mengingat pekerjaan cenderung penting karena kerap berkaitan dengan tim dan klien. Oleh karena itu, akurasi pekerjaan menjadi prioritas daripada preferensi pribadi untuk mengingat momen. Sebagai data latih AI, data Recall akan benar-benar bisa membuat Copilot mengenali pekerjaan dan melengkapi peran asisten pekerjaan.

Hanya saja yang perlu tetap diingat adalah, AI selama dia bukan entitas dan sosok yang hidup yang otoritatif. Saya akan menanggapnya sebagai alat bantu dan asisten aktivitas keseharian sehingga saya harus tetap kritis dan skeptis dengan setiap jawaban yang AI berikan. Jangan sampai saya terjebak atau bahkan celaka akibat informasi halu yang AI sampaikan. Sudah celaka, saya tidak bisa meminta pertanggung jawaban karena yang memberi panduan adalah AI. Apes sekali jika itu terjadi.

Microsoft Utamakan Keamanan

Kabar terbaru dari Microsoft Satya Nadela merespon keresahan banyak orang terkait dengan fitur Recall. Dalam internal memonya Satya menyebutkan bahwa Microsoft akan tetap mengutamakan keamanan. “If you’re faced with the trade-off between security and another priority, your answer is clear: Do security,”

“Jika kamu menghadapi trade-off antara keamanan dengan prioritas lain, jawabanmu jelas: utamakan keamanan.” kata Satya seperti dikutip dari Wired.

Respon ini merupakan bagian dari reaksi atas berbagai tanggapan yang berkaitan dengan Recall. Dengan berbagai catatan pengalaman Microsoft yang mengkhawatirkan berkaitan dengan keamanan, tanggapan kritis pada Recall menjadi tidak terhindarkan.

Tentang Intip-mengintip

Berbagai perusahaan yang meluncurkan teknologi AI sepertinya berlomba untuk bisa mendapatkan data sebanyak mungkin. Mereka seakan tidak peduli dari mana asal data itu berasal. Bisa berasal dari aplikasi yang mereka kembangkan, lalu mengirimkan data untuk diolah dan melatih AI. Bisa juga dengan mengintip “paksa” aktivitas pengguna, yang tidak benar-benar mengerti apa yang sedang terjadi.

Berkat intip-mengintip ini, AI bisa semakin cerdas dan mengerti apa yang kita butuhkan. Juga tahu apa yang ingin kita dapatkan. Personalisasi dengan AI menjadi semakin dekat dan relevan.

Namun kemampuan AI bisa seperti itu adalah karena kita belum benar-benar bisa menempatkan AI sebagai apa. AI dalam bentuk lain hanyalah algoritma yang mengumpulkan data. Dalam bentuk lain, AI menjadi alat generatif yang menghasilkan informasi. Bentuk AI bisa sangat beragam sesuai dengan kebutuhan yang ingin dicapai.

Masalahnya, pernahkah kita membayangkan jika AI adalah seorang sosok? Jika dia adalah seorang sosok, relakah kita untuk memberikan informasi yang kita miliki padanya. Relakah dia melihat kita sepenuhnya, bahkan ketika dalam keadaan “telanjang” demi AI bisa merekam momen, atau mengerti apa yang sedang kita lakukan.

Sayang, sampai saat ini belum ada kesimpulan yang jelas sebagai apa AI kita tempatkan di masyarakat. Bila dia adalah sosok, maka seluruh tindakannya harus bisa dipertanggung jawabkan secara mandiri. Entah itu bergantung pada perusahaan yang meluncurkannya, atau bahkan dirinya sendiri. Bila AI adalah alat bantu, maka kita juga perlu memahami sejauh apa alat bantu bisa membantu tanpa melampaui batas norma dan etika di masyarakat.

Nah, bagaimana menurutmu? Apakah kamu siap dengan AI yang akan semakin sering “mengintip”?

*Artikel ini ditulis dengan bantuan Voicenotes (tautan afiliasi). Alat AI generatif yang membantu saya mentranskripsi suara menjadi teks kemudian menuliskannya menjadi artikel utuh. Artikel ini sepenuhnya telah saya sunting dan perbaiki agar sesuai dengan komunikasi untuk manusia.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.