Pengalaman Menggunakan Aplikasi Belajar Bahasa Karya Indonesia, Bahaso

Belajar bahasa kedua atau bahkan ketiga sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh generasi Millennials. Generasi yang lahir antara tahun 1980an hingga 1995an ini merasa sangat membutuhkan bahasa diluar bahasa ibu untuk berkomunikasi dengan tujuan dapat meningkatkan karir ataupun sekadar menambah wawasan. Akibatnya generasi millennials berbondong-bondong mendaftar kursus bahasa.

Di tahun 2000an hingga 2010an di Indonesia penyedia kursus bahasa menjamur di mana-mana. Tidak hanya kursus bahasa Inggris tetapi juga bahasa internasional lain seperti mandarin, prancis, arab, jerman, ataupun jepang. Semuanya berusaha memberikan kemudahan bagi masyarakat yang haus akan bahasa baru. Namun di era digital seperti saat ini, menjamurnya lembaga-lembaga kursus bahasa dianggap tidak praktis dan efisien untuk melatih kemampuan bahasa para Millennials. Itu sebabnya seorang pemuda dari Wonosobo, Tyovan Ari Widagdo berusaha memberikan pengalaman belajar bahasa dengan lebih praktis dan mudah lewat aplikasi ponsel pintar bernama Bahaso.

Bahaso secara prinsip adalah sebuah aplikasi belajar bahasa layaknya aplikasi-aplikasi belajar bahasa lainnya yang telah ada di pasaran. Beberapa aplikasi terkenal lainnya sudah bermunculan sebelum Bahaso mulai dikenal di Indonesia. Sebut saja aplikasi Duolingo yang sudah diunduh lebih dari 50 juta kali di Playstore milik Google. Bandingkan dengan Bahaso yang saat ini masih berada pada angka ratus ribuan pengunduh. Meski begitu, aplikasi belajar bahasa buatan Indonesia ini menurut saya adalah salah satu aplikasi belajar bahasa yang menjadi top of mind. Itu sebabnya saya tertarik untuk membuat ulasannya untuk sekadar memberikan gambaran bagaimana sih aplikasi Bahaso itu.

Ok kita mulai.

Aplikasi Bahaso seperti pada umumnya aplikasi di ponsel pintar menggunakan sistem log in yang mewajibkan penggunanya untuk memiliki akun secara pribadi. Artinya, konten belajar yang tersedia di Bahaso hanya bisa digunakan oleh pengguna yang sudah terdaftar. Menurut saya hal ini wajar dilakukan mengingat Bahaso merupakan aplikasi berorientasi keuntungan sehingga menjamin kepastian jumlah pengguna adalah sebuah langkah strategis. Sebab sebuah akun tidak akan menjadi kewajiban jika Bahaso hanya sekadar sebuah wadah belajar bahasa yang konten pelajarannya dapat digunakan secara bebas.

Secara tampilan grafis, aplikasi Bahaso terbilang memiliki ciri khas dengan aksen biru langit dengan maskot kebanggannya berupa sosok panda. Sedangkan user interface yang digunakan Bahaso mengindikasikan bahwa aplikasi ini ditujukan untuk pengguna berumur remaja ke atas. Hal tersebut terlihat dari tampilannya yang masih kurang simpel untuk dipahami pengguna di bawah usia remaja. Asumsi saya ini berdasarkan tampilan ikon navigasi berukuran sedang dan nihilnya panduan berbahasa Indonesia. Sehingga hemat saya aplikasi ini konsisten memberikan pengalaman belajar bahasa hanya untuk pengguna yang telah familiar dengan ponsel pintar.

Kemudian dari segi materi belajar. Pada saat pertama kali mengenal aplikasi ini, saya mengira aplikasi ini akan lebih seperti Duolingo dalam pemaparan materi. Namun ternyata materi pembelajaran yang disediakan Bahaso lebih mengarah pada proses belajar bahasa komprehensif. Artinya Bahaso tidak berusaha meningkatkan kemampuan belajar bahasa asing dengan pendekatan kebiasaan atau habit, melainkan lebih berusaha mendigitalisasi kelas belajar bahasa. Hal ini tampak dari tugas-tugas yang harus dilakukan pengguna saat menggunakan aplikasi. Seperti memilih pilihan ganda; mengisi kalimat kosong (fill the blank), merekam pengucapan kalimat, dan juga tugas menulis sederhana. Secara pribadi, gaya belajar seperti ini kurang cocok bagi saya karena membutuhkan dedikasi waktu yang lebih untuk bisa menyelesaikan pelajaran.

Pelajaran-pelajaran Bahasa Inggris (saat ini hanya tersedia Bahasa Inggris) yang disajikan Bahaso pun diperingkat berdasarkan level sebagaimana layaknya pemeringkatan tingkatan kemampuan bahasa asing di tempat kursus. Wajar memang, karena aplikasi ini menurut penuturan Tyovan pada wawancara yang saya lakukan beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa Bahaso menggunakan materi belajar hasil kerja sama dengan lembaga sertifikasi bahasa dari Fakultas Bahasa dan Humaniora Universitas Indonesia. Implikasi dari kerjasama dengan lembaga pendidikan konvensional tersebut akhirnya banyak berpengaruh pada materi-materi yang diajarkan.

Sejujurnya, saya sempat terhenyak ketika terdapat materi yang cenderung bersifat dewasa seperti narasi tentang Taliban di level B1 misalnya. Di materi tersebut muncul kata-kata seperti senjata (gun) ancaman pembunuhan (death threat) dan ekspresi tertekan. Saya bisa rasanya bisa memahami mengapa materi ini dimunculkan karena materi ini tentang sosok inspiratif dari perempuan Pakistan penerima nobel perdamaian, Malala Yousafzai. Namun disaat yang sama materi ini menggambarkan bagaimana Bahaso memang memposisikan diri sebagai aplikasi belajar bahasa untuk usia remaja ke atas.

Selanjutnya aspek yang saya cermati dari aplikasi ini adalah dari aspek metode presentasi materi. Materi-materi yang sudah dirancang oleh tim Bahaso menurut saya terbilang sudah sangat komprehensif. Tingkat kesulitannya pun cukup tinggi. Hanya saja, tidak adanya aspek gamifikasi seperti poin, badge ataupun milestone achivement membuat aplikasi ini lagi-lagi membutuhkan dedikasi waktu tersendiri untuk digunakan. Bahaso menurut saya tidak cocok digunakan bila digunakan sambil lalu seperti saat mengantri misalnya.

Kemudian fitur presentasi materi yang digunakan oleh Bahaso adalah menggunakan pilihan ganda, menyusun kata ataupun mencocokkan kotak.

Ada yang menarik dari soal pilihan ganda, yakni dalam beberapa pertanyaan, jawaban bisa dipilih menggunakan audio recording. Ini artinya Bahaso berusaha untuk bisa menjadi aplikasi yang tidak hanya melatih kemampuan bahasa secara pasif tetapi juga secara aktif. Di saat yang sama, saya yakin Bahaso juga sedang berusaha memperkaya pusat datanya dengan data suara pengguna agar bisa lebih meningkatkan deteksi pengucapan bahasa Inggris dialek Indonesia. Saya cukup apresiasi dengan keberanian “mengoleksi” data audio ini.

Namun ada permasalahan serius yang saya hadapi saat menggunakan fitur audio ini adalah, ternyata antara waktu diperbolehkannya merekam suara dengan panjangnya teks yang harus diucapkan tidaklah proporsional. Akibatnya sering terjadi salah deteksi ataupun kalimat yang diucapkan tidak lengkap yang otomatis menghasilkan jawaban salah. Akhirnya mau tidak mau harus mematikan fitur audio pada pertanyaan tertentu agar bisa memilih pilihan ganda dan melanjutkan ke pertanyaan berikutnya.

Soal menyusun kata saya merasa fitur ini sudah cukup baik, kendala yang saya temukan adalah saat terjadi salah penulisan atau typo. Sistem akan secara otomatis menyebutkan jawaban salah dan pengguna harus menulis ulang dari awal. Padahal jika tulisan yang salah tersebut tidak dihilangkan, pengguna akan lebih mudah memperbaiki kesalahan typo.

Fitur belajar lain yang menurut saya menarik adalah fitur koreksi grammar. Fitur ini muncul di beberapa pertanyaan yang mewajibkan pengguna untuk melakukan koreksi tata bahasa dari persoalan yang diberikan. Fitur ini persis sama seperti yang digunakan dalam tes ujian bahasa Inggris terstandar yang sudah banyak digunakan di dunia akademis. Variasi lain dari fitur ini adalah berupa tulisan bebas yang cenderung mendorong pengguna untuk beropini lewat tulisan pendek berbahasa Inggris. Lewat tulisan ini tulisan pengguna akan dikoreksi tata bahasanya.

Namun menurut saya fitur ini perlu diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut. Masalah dari sistem koreksi eksternal ini terletak pada durasi respon koreksi yang terlampau lama sebab koreksi dilakukan oleh pengguna yang bersedia untuk menjadi relawan pengoreksi. Padahal, fitur ini seharusnya sudah bisa dilakukan oleh sistem otomasi. Oke saya bisa maklum, mungkin fitur ini mahal dan koreksi eksternal bisa menjadi solusi sementara.

Sejauh ini, itulah beberapa timbal balik dari pengalaman saya menggunakan aplikasi Bahaso. Saya kurang begitu paham apakah ada fitur lain di level-level yang lebih tinggi ataupun di OS lain seperti iOS. Sebab, saat ini saya menggunakan versi Android dan terjebak di level B1 sub-lesson 1–3. Saya tidak bisa melanjutkan ke level berikutnya karena akun saya adalah akun gratisan.

Lalu bagaimana jika ingin melanjutkan belajar? Untuk melanjutkan belajar bahasa, pengguna diharuskan untuk membeli paket premium yang tersedia dalam tiga paket: paket 12 seharga 60 gold, paket 6 bulan seharga 42 gold dan paket 1 bulan seharga 10 gold dengan setiap top up gold dihargai Rp 10.000. Top up ini bisa dilakukan menggunakan kartu kredit seperti Visa dan Mastercard atau dengan melakukan transfer via ATM di jaringan ATM prima, ATM Bersama, Permata Bank dan Alto.

Pengguna yang membeli paket premium akan mendapatkan fasilitas berupa akses ke seluruh level dan sub-lesson yang ada di aplikasi Bahaso. Selain itu, pengguna juga bisa mendapatkan sertifikat resmi dari FIB Universitas Indonesia.

Kira-kira inilah hasil ulasan saya tentang aplikasi Bahaso yang dibuat oleh Tyovan Ari Widagdo dan tim. Bagi yang tertarik untuk mencoba aplikasi ini, bisa langsung mengunduhnya secara gratis di Playstore ataupun iTunes.

Jika ada komentar dan pendapat lain tentang aplikasi Bahaso, mohon berikan komentar. Saya sangat menunggu timbal balik kawan sekalian. Simak terus ulasan saya mengenai aplikasi-aplikasi buatan anak bangsa.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.