Rumput Laut Sebagai Solusi Untuk Perubahan Iklim

Tumbuhan laut serbaguna penyelamat Bumi.

Sebuah fakta pahit yang sulit diterima oleh orang-orang adalah bahwa, semakin kita memasuki zaman modern, maka semakin banyak pula masalah lingkungan hidup yang menjangkiti Planet Bumi. Salah satu masalah yang menjadi momok terbesar bagi masa depan Planet Bumi adalah perubahan iklim.

Dilansir dari situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan Perubahan iklim sebagai perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat diperbandingkan.

Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari Karbon Dioksida, Metana, Nitrogen, dan sebagainya.

Bahaya yang dibawa oleh perubahan iklim ini juga bukan merupakan perkara sepele, dan beberapa dampaknya pun sudah bisa kita rasakan sekarang. Mulai dari cuaca ekstrim dan perubahan cuaca yang sulit ditebak, hingga pemanasan global dan naiknya batas air laut. Karena perubahan iklim mengincar lingkungan hidup, maka habitat berbagai spesies binatang, tanaman, dan organisme lainnya juga ikut terancam.

Mempertimbangkan dampak-dampak negatif yang diakibatkan oleh perubahan iklim, maka mengatasinya adalah sebuah keharusan. Apabila tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin bahwa suatu saat kita harus mengucapkan selamat tinggal terhadap planet yang kita tinggali ini.

Tentunya, ada berbagai cara untuk membantu mencegah, serta mengatasi perubahan iklim. Namun, tahukah kalian, bahwa rumput laut juga dapat dijadikan sebagai salah satu metode untuk mengatasi perubahan iklim?

Rumput Laut si Tanaman Serbaguna

Sepertinya hampir tidak ada orang yang tidak familiar dengan rumput laut. Rumput laut (seaweed) merupakan salah satu tumbuhan laut yang tergolong dalam makroalga bentik yang biasa hidup melekat di dasar perairan laut.

Sama seperti tanaman darat, rumput laut juga menghasilkan oksigen, sekitar 70% dari total oksigen di Bumi, dan merupakan dasar dari rantai makanan laut.

Beberapa jenis rumput laut seperti giant kelp forest dari California (kelp adalah rumput laut coklat berukuran besar) juga menciptakan habitat alami bagi ikan, invertebrata, burung, dan mamalia laut untuk mencari makanan dan berlindung dari pemangsa.

Nori, atau camilan rumput laut kering (Korea Bizwire)

Rumput laut sendiri lebih sering diolah sebagai olahan bahan makanan. Mulai dari olahan agar-agar yang sering dijadikan camilan penutup mulut, hingga rumput laut kering gurih yang sering digunakan sebagai bahan pelengkap onigiri khas Jepang yang sering kalian jumpai di minimarket-minimarket terdekat.

Kaya akan protein, vitamin, dan mineral seperti kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin K, penelitian telah menunjukkan manfaat kesehatan yang signifikan dari memakan makanan olahan rumput laut, termasuk mengurangi tekanan darah dan meningkatkan kesehatan pencernaan.

Tidak berhenti disana, rumput laut tidak hanya eksis sebagai bahan makanan. Namun, rumput laut juga digunakan dalam produk seperti kosmetik, obat-obatan, pakan ternak, hingga pupuk.

Bahan pengikat dan pengental yang berasal dari rumput laut seperti agar dan karagenan juga ditemukan dalam produk dari es krim sampai cawan petri. Dan, rumput laut penuh dengan minyak dan tidak membutuhkan air tawar atau pupuk sehingga ideal untuk memproduksi biofuel.

Rumput laut juga dapat berfungsi sebagai penyangga terhadap pengasaman laut, meredam aksi gelombang dan mengurangi erosi pantai, hingga membersihkan saluran air dengan menyerap kelebihan nutrisi dari air limbah

Dengan manfaat-manfaat yang tertulis diatas, tidak heran bahwa rumput laut dianggap sebagai tanaman laut yang serbaguna.

Lalu, bagaimana cara rumput laut membantu dalam mengatasi perubahan iklim?

Rumput Laut Sebagai Solusi Perubahan Iklim

Rumput laut telah menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer setidaknya selama 500 juta tahun. Studi terbaru menunjukkan bahwa rumput laut liar terus memberi manfaat bagi umat manusia dengan menyerap 173 juta metrik ton per tahun. Rata-rata kilometer persegi rumput laut dapat menyerap lebih dari seribu metrik ton.

Rumput laut, seperti tanaman darat lainnya, menggunakan fotosintesis untuk mengubah karbon dioksida menjadi biomassa rumput laut. Proses ini dikenal sebagai penyerapan karbon.

Rumput laut tumbuh sangat cepat, sangat cepat, sehingga dapat menyedot CO2 dengan kecepatan yang fenomenal. Setelah CO2 dikurung dalam biomassa rumput laut, ia dapat dipanen untuk digunakan, atau, dapat tenggelam ke dasar laut atau disimpan di bawah tanah di mana semua kelebihan CO2 awalnya berasal. Para ilmuwan telah menilai potensi penyerapan karbon rumput laut selama beberapa dekade terakhir.

Secara garis besar, solusi ini sebenarnya sederhana: meningkatkan budidaya rumput laut untuk menangkap CO2 dan memperlambat atau membalikkan perubahan iklim.

Secara praktis, tidak diragukan lagi bahwa rumput laut memiliki kemampuan untuk menghilangkan karbon dari atmosfer, yang membedakannya dari bentuk penangkapan dan penyerapan karbon yang lebih berteknologi tinggi namun belum terbukti.

Mencoba Peruntungan dengan Rumput Laut

Walau seribu metrik ton CO2 per tahun per kilometer persegi terlihat tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan 50 miliar metrik ton gas rumah kaca yang dipancarkan secara global setiap tahun, sebuah inovasi tetaplah terhitung sebagai inovasi.

Bahkan, untuk membuktikannya, beberapa perusahaan startup telah menerapkan metode budidaya rumput laut sebagai sebuah kontribusi untuk mengatasi perubahan iklim. Siapa saja kah mereka?

Kelp Blue

Salah satu perusahaan startup yang memfokuskan diri mereka pada penerapan rumput laut sebagai solusi untuk perubahan iklim adalah Kelp Blue.

Logo Startup Kelp Blue (Kelp Blue)

Kelp Blue adalah sebuah perusahaan startup yang menjalankan pertanian bawah laut raksasa di mana ia menanam tanaman rumput laut yang dipanen untuk makanan, pertanian, pupuk, obat-obatan hingga kosmetik. Selain itu, rumput laut ini juga menyerap CO2 dalam jumlah besar.

Startup ini memiliki misi untuk “menumbuhkan kembali” lautan dan menangkap jutaan ton CO2 setiap tahun pada tahun 2050, kredensial keberlanjutan Kelp Blue diperkuat oleh fakta bahwa tidak ada pupuk, pestisida, air tawar, atau tanah yang digunakan dalam proses produksinya.

Kelp Blue sendiri saat ini sedang dalam tahap percontohan proyek yang pada akhirnya diharapkan dapat direplikasi di lokasi lepas pantai di seluruh dunia. Pemerintah Namibia telah memberikan izin lingkungan bagi perusahaan untuk memulai budidaya di lepas pantai, lokasi yang memiliki kondisi sempurna untuk budidaya rumput laut.

Startup Sea6 Energy di India (Sea6 Energy)

Sea6 Energy

Kemudian, ada perusahaan asal India, Sea6 Energy. Visi dan misi dari perusahaan India ini adalah mekanisasi pertanian rumput laut tropis. Ini menghasilkan biomassa untuk bahan bakar dan bahan baku berkelanjutan untuk industri yang mencakup pertanian pangan, suplemen kesehatan, kosmetik, bioplastik dan polimer. Ini telah mengamankan paten di seluruh rantai nilai.

Sea6 Energy telah merancang apa yang mereka sebut sebagai ‘SeaCombine’ — kendaraan mirip traktor yang menabur benih dan memanen tanaman laut tropis di lepas pantai, saat ini di India dan Indonesia.

Infografis Biofilter Rumput Laut (The Australian Seaweed Institute)

The Australian Seaweed Institute

Dari Australia, hadir The Australian Seaweed Institute. Pada awalnya, Australia sendiri tidak pernah memiliki industri budidaya rumput laut, tetapi Jo Kelly berencana mengubahnya dalam perannya sebagai pendiri The Australian Seaweed Institute.

Dia percaya bahwa rumput laut dapat membantu mengurangi perubahan iklim dan menciptakan lapangan kerja di bidang akuakultur di bagian terpencil Australia.

The Australian Seaweed Institute didirikan pada 2018 dan bermitra dengan petani, badan penelitian, produsen, dan pemerintah untuk mengembangkan kerangka kerja bagi industri ini.

Institut ini sedang mengembangkan sebuah jaringan biofilter, dalam kemitraan dengan Pusat Ekosistem Laut Pesisir Universitas Central Queensland. Sistem ini akan digunakan untuk menghilangkan nitrogen dan CO2 dari Great Barrier Reef, sebagai upaya untuk mengatasi perubahan iklim.

Ini adalah proyek perintis yang menarik perhatian Forum Ekonomi Dunia dan ditampilkan di The Davos Agenda pada tahun 2021.

Rumput Laut yang sudah dipanen (Cascadia Seaweed)

Cascadia Seaweed

Terakhir, ada Cascadia Seaweed. Startup yang berbasis di Pulau Vancouver, Kanada ini, berfokus untuk menghadirkan kekayaan lautnya ke lebih banyak meja makan.

Cascadia Seaweed pernah menjadi tuan rumah Festival Hari Rumput Laut perdana di provinsi Kanada pada Mei 2021. Vincent Doumeizel, Penasihat Senior United Nations Global Compact, sebuah organisasi PBB yang bergerak di bidang bisnis, juga turut menghadiri festival tersebut sebagai pembicara utama.

Perusahaan Kanada berusia dua tahun ini juga memiliki pertanian rumput laut di lepas pantai. Selain itu, startup ini juga membangun pembibitan benih sendiri.

Cascadia saat ini menanam empat jenis rumput laut, tetapi berencana untuk mengembangkan lebih banyak varietas pada waktunya. Perusahaan ini termotivasi untuk memberikan kesempatan kerja yang meningkat bagi masyarakat adat di kawasan itu dan telah menjalin kemitraan dengan suku-suku lokal saat memperluas perusahaannya di sepanjang pantai British Columbia.

Perusahaan-perusahaan startup ini berada di garis depan sektor ekonomi sirkular global yang sedang berkembang dan menjanjikan. Cetak biru dan strategi mereka untuk masa depan dapat direplikasi di seluruh dunia untuk kepentingan manusia dan planet ini.

Efek Samping Rumput Laut Bagi Kehidupan

Bangkai Rumput Laut (Korea Bizwire)

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dunia perlu menghilangkan miliaran ton karbon dioksida per tahun dari atmosfer pada pertengahan abad untuk mencegah tingkat pemanasan yang berbahaya atau membawa planet ini kembali darinya.

Selain itu, semakin banyak perusahaan menjelajahi pasar untuk kredit karbon yang memungkinkan mereka mengimbangi emisi mereka dan mengklaim kemajuan menuju tujuan netralitas karbon.

Semua itu telah mendorong semakin banyak perusahaan, investor, dan kelompok penelitian untuk mengeksplorasi pendekatan penghilangan karbon yang berkisar dari menanam pohon hingga menggiling mineral hingga membangun pabrik raksasa penghisap C02.

Rumput laut telah menjadi bidang penyelidikan dan investasi yang sangat aktif karena sudah ada industri yang mengolahnya dalam skala besar—dan potensi penghilangan karbon teoretisnya signifikan.

Sebuah panel ahli yang dikumpulkan oleh Energy Futures Initiative memperkirakan bahwa rumput laut memiliki kapasitas untuk menurunkan sekitar 1 miliar hingga 10 miliar ton karbon dioksida per tahun.

Tetapi para ilmuwan masih bergulat dengan pertanyaan mendasar tentang pendekatan ini. Berapa banyak rumput laut yang bisa kita tanam? Apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa sebagian besar rumput laut tenggelam ke dasar laut? Dan berapa banyak karbon yang akan tinggal di sana cukup lama untuk benar-benar membantu iklim?

Selain itu, tidak ada yang benar-benar tahu apa dampak ekologis dari deposit miliaran ton biomassa mati di dasar laut.

Pada dasarnya, manusia dan Bumi hidup berdampingan. Itulah mengapa, kita sebagai manusia, harus berkontribusi untuk membalas apa yang sudah Bumi ini berikan kepada kita.

Kamu bisa terus ikuti berbagai kabar inisiatif baik untuk keberlangsungan bumi dengan follow TEKNOIA. Kami akan sajikan artikel-artikel ide kreatif, data informatif dan gerakan inovatif untuk menjadi inspirasi aksimu.

--

--