Inovasi The Cocoon, Bisa Tingkatkan Keberhasilan Reforestasi Lahan

Sebuah solusi yang lebih efisien air, rendah biaya dan menurunkan risiko kematian bibit.

Masalah reforestasi kembali hutan merupakan salah satu upaya penting untuk melawan perubahan iklim. Namun sayangnya upaya pemulihanhutan dinilai masih lambat karena tingkat kesuksesan reforestasi terbilang rendah. Untuk menyelesaikan tantangan tersebut, Land Life Company menemukan perangkat yang mampu meningkatkan keberhasilan reforestasi sampai 85%.

Peningkatan keberhasilan reforestasi adalah penting karena selama ini upaya reforestasi lahan kerap kali gagal terjadi karena banyak hambatan.

Beberapa hal yang sering dialami saat reforestasi adalah minimnya pasokan air yang bisa menjaga bibit pohon untuk terus tumbuh hingga dewasa. Selain itu juga terdapat ancaman yang datang dari hewan seperti burung, yang kerap mengancam tunas-tunas batang muda.

Land Life Company yang didirikan oleh Jurriaan Ruys dan Eduard Zanen mengatakan bahwa saat ini ada sebanyak 2 milyar hektar hutan yang rusak. Luas wilayah tersebut sama dengan ukuran wilayah Amerika Serikat ditambah luas daratan Cina. Dampak dari rusaknya hutan adalah suhu bumi yang meningkat sehingga sering terjadi kebakaran dan kekeringan.

Untuk merestorasi hutan seluas itu diperlukan upaya reforestasi yang lebih efektif karena upaya restorasi tidak bisa menggunakan teknik tradisional. Selama ini teknik reforestasi yang umum dilakukan adalah menanam lalu berharap ribuan bibit bisa tumbuh menjadi hutam kembali.

Jurriaan dan Eduard akhirnya menemukan sebuah solusi bernama The Cocoon yang akan bisa melindungi bibit pohon dari risiko gagal tumbuh. The Cocoon merupakan sebuah perangkat perawatan bibit pohon yang akan menjamin kehidupan bibit selama tahun kritis pertama.

Salah satu fiturnya adalah wadah tampungan air yang bisa menyimpan persediaan hingga 25 liter air. Itu artinya The Cocoon hanya membutuhkan 10% air dibanding cara yang biasa.

Penanaman Pohon menggunakan The Cocoon (Foto: landlifecompany.com)

Lebih dari Sekadar Wadah Air

The Cocoon hanya bermanfaat untuk menjaga persediaan air? Ternyata tidak. The Cocoon yang berbentuk seperti donat itu didesain untuk bisa melindungi evaporasi air. Itu mengapa penampungan air yang ada pada The Cocoon ditutup sehingga bisa menghemat kebutuhan air.

Selain itu, The Cocoon juga memberikan mycorrhizal fungi di sekitar penanaman bibit agar akar pohon bisa tumbuh sehat dan mendapat nutrisi yang cukup dari hara tanah. Berkat fungi ini, akar bisa tumbuh besar berkalilipat lebih sehat dibandingkan dengan teknik reforestasi yang biasa karena mampu menyerap nitrogen, besi dan fosfor.

Fitur lainnya dari The Cocoon adalah tree shelter atau mungkin bisa disebut dengan sekat pohon. Sekat ini berfungsi sebagai pelindung bibit tanaman dari ancaman hewan yang biasa memakan tumbuhan-tumbuhan muda.

Menariknya lagi, seluruh fitur yang ada pada The Cocoon seluruhnya biodegradable atau bisa terurai. Rahasianya tentu saja ada pada material yang digunakan yakni karton daur ulang yang akan bisa terurai seiring dengan pertumbuhan pohon.

Penerapan The Cocoon (Foto: landlifecompany.com via inhabitat)

Dengan fitur-fitur yang bisa menjamin keberlangsungan hidup bibit pohon tersebut, Land Life Company menyebut The Cocoon sebagai tree nursery tool atau alat pembibitan pohon. Teknologi ini membuat biaya penanaman pohon menjadu jauh lebih murah dan tidak membutuhkan perawatan yang intensif.

Inovasi ini mendapatkan berbagai penghargaan seperti Postcode Lottery Green Challenge di Belanda dan terus mendapatkan pendanaan. Cleantech pun menyebut teknologi ini menjadi satu dari 50 teknologi hijau yang berdampak.

Lebih dari 1 juta Pohon Telah di Tanam

Dengan menggunakan The Cocoon, Land Life Company bergerak agresif untuk terus melakukan reforestasi lahan di berbagai tempat dunia. Sejak tahun 2017 Land Life Company telah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan program reforestasi di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Meksiko, Spanyol, Kamerun dan Sudan.

Hanya saja langkah reforestasi yang dilakukan oleh Land Life Company sangat bergantung dengan pihak partner. Hal ini bisa menghambat visi Land Life Company untuk bisa memperluas jangkauan. Selain itu projek reforestasi tentu saja tentang projek jangka panjang yang tidak bisa diselesaikan hanya dalam beberapa tahun.

Risiko terkait keamanan lahan pun juga menjadi perhitungan. Menurut Juriaan, saat ini mereka lebih memilih untuk bekerja sama dengan pemerintah setempat yang memiliki risiko rendah untuk mengeksploitasi lahan. Penyebabnya karena jika lahan masih berpotensi untuk dieksploitasi, upaya reforestasi tidak akan terjadi karena membutuhkan waktu beberapa dekade untuk lahan bisa pulih.

“Ketika deforestasi masih terus terjadi seperti di Afrika atau Brazil, risiko untuk pohon tidak bertahan dalam 50 hingga 60 tahun ke depan sangat tinggi. Kami bekerja sama di wilayah dengan risiko rendah seperti Australia, Amerika Serikat dan Eropa. Kamu bekerja dengan pemerintah yang telah menentukan lahan yang akan dilindungi,” jelas Jurriaan.

Land Life Company terus berinovasi

Ambisi dari Land Life Company tidak cukup hanya sampai juta pohon. Mereka memiliki ambisi untuk bisa kembali memulihkan 2 milyar lahan yang rusak di seluruh dunia dengan solusi reforestasi end to end yang mereka miliki. Untuk mewujudkan hal tersebut, Land Life Company telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan profit yang fokus pada model bisnis pemulihan lahan hutan.

Dalam mendapatkan revenue Land Life Company memberlakukan tarif karbon layaknya sebuah organisasi pajak. Dengan model seperti ini, Land Life Company bisa terus mendapatkan aliran pendanaan selama projek reforestasi berlangsung.

Menariknya, Jurriaan mengklaim bahwa pihaknya berani mematok harga yang lebih tinggi karena produk inovasi yang mereka buat lebih berkualitas dibandingkan perusahaan reforestasi serupa lainnya. Itu mengapa Land Life Company terus melakukan berbagai inovasi di bidang pemulihan lahan dengan teknologi dan desain.

Hingga saat ini beberapa inovasi yang telah dibuat selain The Cocoon adalah seperti drone pemetaaan lahan, aplikasi monitoring dan juga sistem blockchain untuk menjamin pendanaan reforesasi yang lebih optimal. Seluruh inovasi ini adalah bagian dari model bisnis reforestasi dari ujung ke ujung.

Dampak dari inovasi seperti yang dilakukan oleh Land Life Company bisa sangat besar karena Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa dengan memulihkan kembali 350 juta hektare lahan hingga 2030 akan bisa mengembalikan keuntungan sebesar US$ 9 Trilyun dari lahan. Sementara dampaknya pada iklim adalah akan bisa mengolah lebih dari 26 giga ton karbon dioksida yang ada di atmosfir.

Sampai sekarang upaya reforestasi di berbagai negara dicatatkan dalam Bonn Challenge yang merupakan inisiatif International Union for Conservation of Nature (IUCN). Tercatat hingga 2020 telah ada komitmen untuk memulihkan 210 juta lahan di seluruh dunia. Akankah komitmen tersebut bisa direalisasikan menjadi hutan yang sehat? Mari kita kawal bersama-sama.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Produsen konten berpengalaman 8+ tahun. Telah memimpin projek konten untuk 5+ Brand teknologi & menghasilkan 1 juta lebih traffic. Hubungi bagusdr@teknoia.com.