7 Hal yang Bisa Dilakukan Brand Lewat Konten di Saat Krisis Covid-19

Ketika pandemi global mengakibatkan resesi serius pada bisnis

Krisis COVID-19 membuat dunia bisnis di seluruh dunia porak poranda. Tidak ada satupun negara yang imun dari pandemi ini, pun dari dunia bisnis. Bisnis global akan resesi dan kamu pasti bertanya, apa yang bisa dilakukan brand situasi ini?

Photo by JC Gellidon on Unsplash

Bagi saya, di situasi krisis apapun, bisnis memang tidak akan bisa untuk berjalan. Sebut saja situasi krisis lain selain bencana penyakit ini: perang, kerusuhan atau bencana alam. Di semua situasi tersebut bisnis tidak akan bisa bekerja dengan baik bahkan lumpuh.

Menariknya, di situasi COVID-19, meski disebut sebagai bencana pandemi global bisnis terbilang masih relatif dapat berputar meski hanya disektor-sektor tertentu. Penyebabnya adalah karena bencana ini melibatkan virus yang tidak kasat mata dan mayoritas masyarakat tidak menyadari keberadaannya.

Sehingga bisnis masih tetap berjalan walaupun dalam kewaspadaan tinggi. Sementara sektor kesehatan dan penopangnya masih terus berjalan dengan kapasitas tinggi.

Tentu kamu sudah menyadari kalau bisnis produsen hand sanitizer, masker, peralatan medis, obat-obatan, dan makanan adalah bisnis yang terus berjalan kencang di masa ini. Sementara sektor lain, apalagi pariwisata yang selama ini bergantung pada kerumunan manusia sama sekali tidak bisa berjalan.

Sebagai ilustrasi, bagan traffic pengunjung website di masa COVID-19 ini bisa menjadi gambaran situasi.

Bagan: Neilpatel.com

Saya jelas tidak tertarik untuk membahas sektor-sektor yang ada secara detil. Bagan di atas rasanya cukup jelas menggambarkan situasi yang saat ini terjadi.

Maka, pertanyaan yang penting di jawab adalah seperti yang saya ungkap di awal, apa yang bisa dilakukan brand di situasi seperti ini?

1. Menghindar sama sekali.

Jika brand kamu sama sekali tidak memiliki celah untuk muncul di situasi COVID-19 ada baiknya brand tidak perlu untuk tampil. Apa yang dimaksud dengan celah? Celah yang saya maksud adalah apakah ketika sebuah brand tampil malah menjadi bumerang dan menyakiti audiens dan juga pelanggan.

Bila kamu tidak yakin apakah brand bisa ikut berkontribusi saat krisis pandemi, lebih baik tidak perlu untuk berkomunikasi sejenak. Dengan begitu perusahaan akan lebih bisa memusatkan perhatian pada bagaimana menjaga situasi internal perusahaan di tengah kekacauan yang ada.

Tidak ada salahnya untuk takut malah memberi informasi yang salah dari pada memaksakan untuk selalu bisa tampil dengan konten-konten yang menyesatkan.

2. Ikut Memberi Edukasi

Selanjutnya, bila kamu merasa brand bisa ikut berkontribusi maka pertimbangkan untuk membuat konten edukasi yang bukan dari klaim-klaim tanpa dasar. Di kondisi kacau dan penuh ketidakpastian, hoaks banyak bermunculan dan banyak sekali “ahli” dadakan yang berusaha untuk mengutarakan opininya.

Masalah timbul ketika brand ternyata mengambil opini sebagai sebuah data ataupun informasi yang dianggap akurat dan bisa membantu masyarakat.

Niatnya memang baik, brand memberi edukasi seperti panduan cuci tangan ataupun informasi tentang virus corona. Tetapi brand bisa melakukan kesalahan fatal jika menggunakan informasi dari pihak yang salah.

Jadi bila brand ingin berkontribusi dengan konten edukasi, sebaiknya gunakan informasi dari pihak otoritas yang berwenang seperti WHO (World Health Organization).

Namun saya agak kecewa ketika mendapati brand yang terkait dengan kesehatan ataupun higienitas seperti Lifebuoy tidak begitu aktif di masa pandemi seperti saat ini. Bandingkan dengan brand pesaing seperti Dettol yang gencar untuk mengedukasi masyarakat melalui konten.

Sayangnya, menurut saya Dettol kurang elok untuk membuka program undian di masa seperti ini. Apalagi meluncurkan produk baru seperti yang dilakukan oleh Toyota Indonesia.

3. Mendengarkan aspirasi terkait krisis

Selain memberikan edukasi, brand juga bisa merangkul audiens maupun pelanggan yang ada untuk mendengarkan aspirasi mereka. Dengan brand berusaha mendengarkan aspirasi, audiens akan merasakan bahwa brand yang mereka cintai tidak pergi atau menghilang di situasi krisis.

Sebab bila brand tidak terlihat peduli dengan situasi, brand bisa saja dianggap hanya mengeruk keuntungan dari konsumen semata. Itu sebabnya mendengarkan aspirasi saat ini menjadi sangat penting. Selain bisa mendapatkan masukan dari konsumen, brand juga bisa menampakkan diri sebagai sosok yang mengayomi.

Brand harus tetap senstif dan memahami apa yang dibutuhkan konsumen saat merasa tidak nyaman, khawatir dan ketakutan akibat krisis. Saya sangat setuju dengan Pak Yuswohady yang menjelaskan bahwa dengan mendengar aspirasi, brand seharusnya bisa lebih berempati.

Contohnya adalah seperti yang dilakukan oleh beberapa brand mobil di Amerika Serikat yang melonggarkan cicilan pada setiap pembeli. Brand otomotif tersebut antara lain adalah Toyota US, GMC, Chevrolet, Ford dan Hyundai.

Atau melakukan pemblokiran akun penjual yang memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi seperti yang dilakukan oleh Tokopedia

Saya yakin kebijakan-kebijakan tersebut adalah langkah brand yang telah mendengarkan aspirasi konsumennya.

4. Memperlihatkan perhatian pada karyawan

Brand pun jangan lupa, bahwa di situasi krisis yang perlu diperhatikan bukan hanya tentang konsumen dan pasar. Tetapi juga para karyawan. Sebab karyawan adalah bagian dari masyarakat yang juga harus diperhatikan.

Di masa seperti ini, brand juga harus bisa menjelaskan pada audiens melalui konten bahwa perusahaan menaruh perhatian yang tinggi pada keselamatan ataupun kesehatan karyawan.

Kebijakan-kebijakan juga harus disampaikan kepada publik terkait klaim tersebut sehingga audiens maupun konsumen benar-benar tahu bahwa brand memang hadir untuk mereka.

Contoh kongkrit untuk kasus ini diantaranya adalah seperti yang dilakukan Gojek.

Sayangnya, saya kesulitan untuk menemukan brand-brand lain yang melakukan hal serupa. Kalau kamu tahu ada brand yang melakukan langkah ini, kamu bisa kabarkan ke saya ya.

5. Menginformasikan kabar terbaru

Poin ini mirip seperti poin tentang berbagi konten edukasi. Perbedaannya adalah dibagian frekuensi konten. Berbagi berita terbaru umumnya hanya dilakukan oleh para media, tetapi bukan berarti brand tidak bisa melakukannya. Hanya saja tidaklah mudah untuk menjadi brand yang selalu mengabarkan update terbaru terkait COVID-19.

Selain karena ada banyak sekali berita simpang siur yang terjadi. Brand umumnya tidak memiliki akses pada informasi berita kredibel yang langsung bersumber dari otoritas. Berbeda dengan para awak media yang memang bisa dengan mudah bertanya pada pejabat ataupun pemerintah untuk mendapat informasi terkini.

6. Menumbuhkan optimisme

Nah, masih terkait dengan poin sebelumnya. Bila brand ingin selalu memberikan kabar terbaru setiap hari, brand masih harus tetap bisa memberi nada optimisme pada audiens.

Sebab konsumen mau membeli sebuah produk adalah karena rasa percaya dan optimis dengan brand yang ia pilih, bukan karena rasa pesimis dan didorong oleh rasa takut dan ragu.

Kamu mungkin bisa melihat bagaimana nama brand tidak lagi penting di saat krisis. Asalkan memiliki fungsi dan manfaat yang sama, orang akan tetap membeli.

Namun jika brand mampu untuk turut membangun optimisme di tengah krisis, brand akan bernilai lebih di mata masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh Kopiko Filipina yang menyumbangkan kopinya untuk para pekerja medis di garis depan.

7. Menunjukkan dukungan di saat krisis

Dan yang terakhir adalah tentang menunjukkan dukungan. Brand menumbuhkan optimisme tentu belum cukup karena audiens tidak melihat adanya tindakan riil yang dilakukan. Bisa jadi brand hanya bermanis lidah untuk tetap menarik perhatian audiens maupun konsumen.

Saran saya, jangan melakukan hal tersebut. Jangan pernah hanya mengajak audiens untuk merasa optimis tanpa brand mau untuk menunjukkan dukungan yang bisa memperbaiki situasi.

Bagaimana menunjukkan dukungan yang nyata? Ya, brand harus bisa menjalankan aktifitas kepedulian yang riil. Kemudian aktifitas tersebut disampaikan melalui konten-konten dan disampaikan pada masyarakat.

Beberapa aktifitas dukungan antara lain seperti yang dilakukan oleh Gojek di atas, ataupun dengan melakukan donasi dan memberi bantuan. Namun jangan terjebak dengan perilaku Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan semata karena amanah undang-undang.

Di saat krisis, brand harus benar-benar menunjukkan dukungan dengan kerelaan. Sehingga setiap orang bisa melihat bahwa brand memang juga berada di situasi yang sama seperti masyarakat.

Contoh untuk langkah ini adalah seperti yang dilakukan Ruangguru yang berusaha untuk memberikan fasilitas belajar pada anak-anak sekolah yang terpaksa harus belajar dari rumah. Ataupun Kimia Farma yang bersedia untuk memberikan pelayanan lebih untuk konsumen dengan mau mengirimkan kebutuhan obat-obatan pada konsumen.

Atau seperti yang dilakukan oleh Kimia Farma dan BTPN Jenius.

Nah, beberapa hal di atas adalah contoh tentang apa yang harus dilakukan brand melalui konten saat krisis COVID-19 seperti saat ini.

Hal yang juga perlu diingat pula bahwa komunikasi dengan audiens tidak melulu harus melalui konten sosial media, tetapi bisa juga dengan email, surat, ataupun kanal lain.

Mungkin beberapa menyadari bahwa hal-hal di atas lebih terlihat seperti komunikasi relasi publik ketimbang tindakan marketing. Ya memang seperti itu yang terjadi. Karena sebagai content marketer, saat ini tentu saja saya harus sedikit mengalah dengan rekan-rekan relasi publik karena situasi krisis bukanlah momen untuk melakukan marketing.

Tentu alasannya adalah masalah moral ataupun etika karena brand sebaiknya tidak mencari keuntungan semata di saat-saat krisis seperti ini. Mengeruk keuntungan ketika banyak orang kesusahan tentu sangat amoral dan tidak bisa dibenarkan.

Sehingga yang bisa dilakukan brand melalui konten adalah untuk menunjukkan diri bahwa brand tetap hadir dan bisa menjadi bagian dari solusi atas krisis yang terjadi. Ketakutan untuk melakukan blunder komunikasi tentu adalah hal yang wajar karena brand terkemuka juga mengaku tidak tahu pasti apa yang harus dilakukan.

Namun dari beberapa contoh di atas, brand setidaknya memiliki gambaran seperti apa seharusnya mereka tampil di depan publik saat ini. Saya pun berharap agar setiap pihak bisa saling bahu-membahu di situasi krisis ini agar pandemi bisa segera usai.

Selalu jaga kesehatan, cuci tangan dan jangan sentuh mulut, hidung atau mata. Makan cukup dan istirahat tepat waktu. Mari berdoa bersama semomga bencana wabah ini bisa segera usai.

--

--

Bagus Ramadhan
TEKNOIA — Inspirasimu untuk Berinovasi dan Bertumbuh

Produsen konten berpengalaman 8+ tahun. Telah memimpin projek konten untuk 5+ Brand teknologi & menghasilkan 1 juta lebih traffic. Hubungi bagusdr@teknoia.com.