Belajar Menulis Fiksi (Lagi)
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Akhir-akhir ini saya tertarik untuk mencoba menulis fiksi kembali seperti cerpen karena berawal dari baca-baca cerpen di Kotak Imajinasi. Ini memang bukan pertama kalinya saya menulis fiksi setelah lebih banyak fokus menulis di tulisan non fiksi. Saya mulai rajin menulis fiksi ketika duduk di bangku kelas 2 SMP. Dimulai dengan fiksi misteri akibat ikut-ikutan teman sebangku yang suka sekali menulis kisah-kisah fiksi berhantu.
[caption id=”attachment_1625" align=”aligncenter” width=”384"]
menulis[/caption]
Saya ingat benar judul fiksi misteri pertama saya berjudul “Rumah Setan”, dan ceritanya saya tulis sendiri di buku tulis hingga mencapai lebih dari setengah tebal buku. Kemudian bosan dan beralih ke fiksi-fiksi romance remaja ala teenlit dan tidak tanggung-tanggung saya bikin jadi novel sekalian hehehe.
Semakin lama waktu senggang semakin sedikit sehingga saya tidak bisa fokus menulis fiksi lagi. Salah satu project novel saya terlantar karena tidak ada waktu menulis dan plot cerita yang kurang bagus. Setelah sampai pada blog kotak imajinasinya Keongdudul, saya tergugah untuk mencoba menulis fiksi lagi, bukan novel tapi cerpen karena tidak membutuhkan waktu lama untuk membuatnya. Ini tantangan bagi saya, karena saya tipikal penulis yang tidak begitu bisa menulis pendek karena daya nalar yang terlalu tinggi hehehe (Abaikan pernyataan ini). Iya saya memang lebih suka menulis novel karena saya bisa banyak bercerita lebih detail dan dalam. Menulis cerpen berarti memaksa saya untuk bisa menulis singkat dengan isi padat namun berbobot sehingga pesan cerita sampai pada pembaca.
Setelah melewati berbagai perenungan dan meditasi impulsif, setidaknya ada 3 cerpen yang saya titipkan di partner saya ini.
1. Aku tak ingin menduakan Tuhanku
3. Mawar-mawar harapan yang layu
Semakin banyak menulis fiksi macam ini semakin banyak saya melihat kekurangan saya. Setidaknya setelah diskusi dengan partner saya, saya sering bermasalah pada pemilihan diksi, konsistensi cerita, dan pengaturan plot. Komentar ini benar adanya, saya juga merasa hal-hal yang disebutkan itu adalah permasalahan saya selama ini. Inilah mengapa kita harus sering-sering memberikan orang lain membaca dan memberi tanggapan pada tulisan kita agar kita tahu sejauh mana kualitas tulisan kita.
~ Banyak Membaca
Ingin bisa menulis fiksi? Membaca adalah salah satu caranya. Banyak membaca karya-karya fiksi orang lain secara tidak langsung akan mempengaruhi cara menulis seperti pemilihan diksi, penuturan cerita, kreativitas menulis, dan penentuan tema cerita. Iya ini yang jarang saya lakukan ketika ingin menulis fiksi. Selama ini saya memang lebih banyak membaca tulisan non fiksi, sehingga cukup kesulitan menulis fiksi karena kurangnya wawasan cerita-cerita fiksi.
~ Terima Feedback
Anda menulis dan sudah merasa tulisannya cukup bagus dan tidak bermasalah? Tunggu dulu, coba berikan tulisan itu ke orang lain apakah dia memiliki pendapat yang sama. Jika orang lain menganggap bagus, maka selamat! Tulisan anda berarti bagus. Itu mengapa kita membutuhkan feedback dari orang lain untuk mengetahui sejauh mana kualitas tulisan kita. Saya beruntung memiliki partner yang bisa menilai apakah tulisan saya sudah bagus atau bermasalah. Jangan takut sama kritikan pedas, selama kritik itu membangun jadikan kritik sebagai acuan untuk memperbaiki tulisan-tulisan selanjutnya.
~ Tetaplah Menulis
tetaplah belajar, tetaplah menulis. Kritikan atau feedback dari orang lain tidak akan menjadi berguna jika kita tidak memperbaiki diri. Bagaimana caranya? Ya menulis lagi. Menulislah dengan pelajaran dari feedback orang lain itu, semakin banyak feedback yang diterima maka kita bisa lebih banyak bahan koreksi untuk memperbaiki tulisan kita selanjutnya.
Jadi, saya menulis fiksi lagi kali ini? Tunggu saja tulisannya :D
Semoga bermanfaat :)