Catatan Mahasiswa Molor Kuliah: Pentingnya Sebuah Resolusi

Didik Tri Susanto
Teknomuslim
Published in
3 min readOct 19, 2013

Bismillaahirrohmaanirrohiim

“Ah si mas-mas itu sudah 5 tahun kuliah gak lulus-lulus ngapain aja sih?”

Setidaknya itulah celetukan saya setelah melihat beberapa mahasiswa yang sudah menginjak tahun ke-5 kuliahnya riwa riwi di lorong jurusan. Saat itu saya memang mau menginjak tahun ke-4 perkuliahan. Seperti saya menganggap sebelah mata mereka-mereka yang masih berkutat di dalam kampus sedangkan mereka seharusnya sudah menjadi wisudawan kampus ini.

Beberapa semester kemudian saya bebas. Ya, bebas tidak ada perkuliahan selain tanggungan proposal skripsi. Saya setidaknya terlena dengan waktu luang, mengerjakan side project dan seolah-olah tugas saya sebagai mahasiswa selesai, padahal tidak.

Tak lama kemudian saya dihantam oleh persiapan seminar proposal yang kebetulan tema penelitiannya tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Seminar yang sampai-sampai saya berharap tidak diluluskan agar bisa mengganti penelitiannya. Saya mulai takut bahwa lulus tepat waktu hanya menjadi lelucon saja.

Ketakutan itu mendadak hilang, dan lagi-lagi terlena dengan waktu luang setelah seminar. Beberapa bulan kemudian ketakutan itu muncul setelah target penelitian tidak tercapai. Saya bahkan tidak melakukan apa-apa, berkutat dengan teori tapi sedikitpun tidak diimplementasikan. Saat itu titik balik saya untuk mulai bergerak untuk menyelesaikan ini semua.

1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan berbulan-bulan kemudian skripsi itu tak kunjung selesai. Sering sekali rasanya ke kampus untuk bimbingan, diskusi, bahkan sampai sekedar mencari inspirasi kala ide terhenti. Saya teringat dengan celetukan saya ketika melihat kakak tingkat yang molor kuliah dulu, rasanya menghantam keras ke wajah saya.

Kuliah molor itu tidak enak, sana sini bertanya kapan saya lulus, bagaimana skripsi saya, seakan mereka lebih perduli pada kelulusan dan skripsi saya ketimbang dengan kabar saya sendiri.

Suatu hari . . .

“Waah selamat ya sudah selesai sidang, tinggal nunggu yudisium”, kata saya pada seorang teman.

“Iya. Eh kamu kok belum selesai juga sih, padahal seminar proposal duluan kamu daripada aku.” Jawabnya.

*kemudian nunduk*

Melihat teman selesai sidang atau lulus duluan itu melegakan sekaligus menyakitkan. Melegakan karena perjuangannya di kampus selesai, dan menyakitkan kita di sini masih saja berjibaku dengan skripsi dengan target sidang yang tak tahu kapan datangnya. Apalagi dengan membanjirnya foto-foto wisuda setelah perayaan wisuda yang semakin membuat kita nyesek.

Itu juga sebabnya kenapa saya tidak upload foto wisuda ke jejaring sosial. Kita mungkin mencoba tegar dan terlihat baik-baik saja saat teman-teman kita bercanda dan mulai menyindir skripsi dan status-status mahasiswa molor lainnya tapi sebenarnya ada sesuatu yang menyakitkan di sana.

Semakin lama rasanya semakin berat. Teman seperjuangan mulai berkurang karena lulus, dan seringkali ke kampus sendirian saja. Semakin nyesek ketika maba pernah menganggap saya pegawai kampus yang ngurusin laboratorium (iya ini beneran). Ada dua pilihan yaitu menyerah atau meneruskan perjuangan. Saya ambil pilihan meneruskan perjuangan karena tak ingin menyia-nyiakan perjuangan saya sejak dulu.

Hei percaya atau tidak semua ini ternyata membesarkan hati kita. Kita lebih menghargai waktu, tidak gampang memvonis mengapa seorang mahasiswa molor, menyemangati mereka yang sama-sama berjuang, dan menginspirasi adik-adik tingkat juga :D Buatlah prinsip bahwa kehidupan mahasiswa molor tidak akan sia-sia.

Buatlah aksi bahwa molornya kuliah menjadikanmu orang yang benar-benar siap menjadi “manusia” dan memiliki kemampuan yang lebih dari mereka yang lulus tepat waktu. Mengapa begitu? Agar kita tidak malu menjadi mahasiswa molor yang ternyata tidak memiliki kemampuan apa-apa. Biarkan saja orang memandang sebelah mata kita sebagai mahasiswa molor. Biarkan saja karena mereka tidak merasakan bagaimana perjuangan kita untuk melewati ini semua. Saya teringat nasehat sahabat saya ketika saya menemuinya pada moment wisuda.

“Tetap fokus, omongan orang gak usah diperdulikan karena mereka mungkin tidak tahu perjuangan kita seperti apa.”

Yup bener, jangan sampai omongan orang lain meruntuhkan keyakinan dan fokus kita menyelesaikan studi. Lagipula untuk apa kita menghiraukan toh mereka membantu saja tidak, bukan begitu? Bagi yang memandang rendah mahasiswa molor, silahkan saja. Tapi ingat bisa jadi apa yang kalian pandang rendah sekarang, di kemudian hari lebih tinggi dari apa yang kau pandang sekarang. Sesama mahasiswa harus saling mengerti.

Ayo mahasiswa, kamu lebih kuat dari apa yang kamu kira. Kalau kamu tidak bisa lulus tepat waktu, kini saatnya kamu memantaskan diri untuk bisa lulus di waktu yang tepat! Beberapa nasehat untuk mahasiswa molor pun tak akan berarti kalau perubahan dari diri tidak dilakukan sekarang juga!

Selamat berjuang kawan-kawan mahasiswa, orang tuamu menunggu toga terpasang di tubuhmu :)

Semoga bermanfaat.

--

--

Didik Tri Susanto
Teknomuslim

Proud to be Moslem | Introvert | Backend Engineer | Laravel Developer