Interaksi Modern yang Rawan Multitafsir
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Teknologi komunikasi semakin canggih saat ini. Menjamurnya aplikasi chat yang semakin mudah, menarik, realtime, dan juga gratis membuat interaksi manusia menjadi lebih mudah terlebih bagi mereka yang tidak sempat bertatap muka. Gak perlu lagi memakai surat atau burung merpati untuk mengantarkan pesan :D
[caption id=”attachment_1572" align=”aligncenter” width=”300"]
sumber gambar: businessandsoftwarestrategyforglobalisation.com[/caption]
Yaa banyak aplikasi chat sih tidak menjamin meningkatnya komunikasi alias dilematisasi juga, tapi memang kultur masyarakat Indonesia memang dasarnya suka ngobrol maka kebiasaan berkomunikasi dan berinteraksi sulit dibatasi. Sebenarnya tidak hanya di media chat, social media lain seperti jejaring sosial, blog, dan tempat-tempat berinteraksi di internet lainnya juga sangat memungkinkan untuk terjadinya komunikasi.
Dulu saya pernah berselisih dengan salah seorang sahabat saya. Niat awal saya hanya ingin mengingatkannya tentang kerudung, tapi karena waktu yang tidak pas dan mungkin kata-kata yang kurang pas juga sehingga membuat kami berdebat dan berselisih. Parahnya perdebatan tetap saya tanggapi sehingga perselisihan semakin memuncak dan akhirnya kami menyudahi perselisihan itu. Implikasinya sih beberapa bulan saya terjebak dalam momen sungkan untuk menghubungi dia terlebih dahulu.
~ Kenal Dekat Bukan Jaminan Penafsiran Benar
Berinteraksi dengan orang yang sudah kenal dekat melalui social media atau media chat pun masih rawan terjadi multitafsir. Seperti cerita saya sebelumnya, karena perbincangan melalui text kami berselisih. Simple, apa yang saya maksud belum bisa diterima oleh lawan interaksi saya akibat keterbatasan jumlah karakter pada setiap pesan.
Permasalahan ini mungkin masih ranah private dan akan lebih buruk jika terjadi pada social media yang bisa dilihat banyak orang. Bisa jadi niat bercanda dengan komentar-komentar lucu tapi bisa jadi orang yang dikomentarin tidak menganggap hal itu lucu. Bahkan jika orang itu teman dekat sendiri. Maka ada baiknya mengenali karakter serta kondisi orang yang akan kita ajak berinteraksi untuk meminimalisir kesalahan dalam penafsiran. Jika dua hal itu tidak cukup kita ketahui, maka berinteraksilah sewajarnya tanpa banyak menyinggung hal-hal pribadi terlalu jauh.
~ Penggunaan teks dan emoticon
Salah satu penyebab terjadinya multitafsir adalah komunikasi berupa text itu sulit menangkap emosi dari pengirim teksnya. Bisa jadi teks yang isinya candaan malah dianggap serius atau menyinggung yang lain. Biasanya para pengguna menyisipkan emoticon atau yang populer sekarang adalah sticker-sticker yang bisa mewakili emosi penggunanya saat mengungkapkan isi teks kepada orang lain.
Emoticon pun ternyata belum menjadikan kesamaan penafsiran terjadi antara dua pihak yang berkomunikasi. Ada yang menganggap penggunaan emoticon justru menandakan kurang serius atau sedang main-main. Serba salah sih, makanya dalam komunikasi yang menggunakan teks itu kita harus bisa berhati-hati antara penggunaan kata dan emoticon yang dipakai. Tentunya hal ini berlaku juga di social media.
~ Penggunaan tanda baca
Penggunaan tanda baca juga bisa mempengaruhi penafsiran kok. Penggunaan tanda baca seperti tanda tanya (?) atau tanda seru (!) yang biasanya berlebihan bisa jadi dianggap tidak sopan oleh orang lain yang membaca. Bisa jadi penulisnya hanya berniat menegaskan statement atau pertanyaannya saja. Hal-hal kecil ini tentu saja bisa tanpa sadar menyulut emosi seseorang dalam membalas komunikasinya. Belum lagi jika teks dituliskan dengan huruf kapital semua, biasanya orang akan menganggap tulisan kapital itu sebagai teriakan atau bernada tinggi yang tidak sopan.
~ Tragedi #NoMention
Pernah membaca postingan yang bernada menyindir seseorang atau sesuatu yang berhubungan dengan seseorang lalu kita merasa bahwa postingan itu ditujukan untuk kita? Serba salah sih karena sesuatu yang bersifat no mention biasanya lebih banyak membuat penasaran bagi yang membaca kepada siapa postingan itu ditujukan. Kenyataanya tidak selamanya seperti itu, bisa jadi si penulis hanya iseng mengolah kata atau memang berniat menunjukkan kepada seseorang tapi justru orang yang tidak tepat malah merasa. Konten teks baik atau buruk biasanya memiliki dampak masing-masing. Dampak buruknya sih bisa salah paham :)
Hanya sekedar opini, tapi pesan saya apapun komunikasinya kita harus selalu berhati-hati karena rawan terjadi multitafsir seperti apa yang sudah saya jelaskan di atas.
Semoga memberikan manfaat :)