[Jurnal Perjalanan] Jakarta i’m coming (again)

Didik Tri Susanto
Teknomuslim
Published in
2 min readJan 22, 2014

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Hari Selasa kemarin saya bersama CEO perusahaan berangkat ke Jakarta dari Surabaya karena ada proyek yang harus kami tangani secara langsung. Jadi ingat tahun lalu di bulan yang sama saya mendadak diberangkatkan ke Jakarta untuk proyek pertama saya. Saya sedikit galau karena saya benar-benar kehabisan dana setelah habis-habisan untuk yang namanya Skripsi. Iya saldo di ATM sudah tidak mencukupi, dompet berisi selembar lima ribu, dan beberapa recehan di tas. Bahkan saya hutang seliter bensin untuk berangkat ke kantor sidoarjo :D

ilustrasi Cita-cita

Baiklah, tiket sudah dibelikan dan dana transportasi ke kantor jakarta sudah diberikan. Saya masih ngerasa ngeri juga karena beberapa hal:

  1. Saya belum pernah ke Jakarta dan tidak tahu di mana kantor tersebut.
  2. Uang pas-pas an dan beresiko bagi nubi seperti saya di kota metropolitan itu.
  3. Perjalanannya malam hari.

Nekat sajalah, pikir saya. Jadwal take off jam 9 malam dan saya check in sekitar jam 8 malam. Dengan pedenya saya mempersilahkan temen yang mengantar saya untuk pulang. Lalu terkejut setelah kembali ke dalam ada informasi bahwa pesawat yang saya tumpangi delay sampai jam setengah 1 malam! Bagus lah, 3 jam menunggu tanpa ada logistik dan teman memaksa saya harus kreatif memanfaatkan waktu. Yaitu riwa-riwi dengan jayanya dan nonton film yang kebetulan diputar di televisi.

Menginjak tengah malam calon penumpang pesawat yang delay tersebut sudah bergerombol dan melepas uneg-unegnya. Siapa yang gak uring-uringan delay segitu lama, bisa jadi ada orang yang harus ngebatalin janji karena mereka tidak bisa tiba di waktu yang telah disiapkan sebelumnya. Semakin malam semakin panas dan mereka meminta kompensasi macam-macam. Ada yang menuntut uang dikembalikan lalu pulang.

“Mau ikut protes tapi tiket dibayarin, ya udah deh ngikut aja”

Kira-kira seperti itu ujar seorang mas-mas di sebelah saya yang cukup mewakili apa yang saya rasakan.

Suasana genting dan semakin ribut akhirnya mulai mereda ketika dikabarkan pesawat sudah datang dan penumpang dapat kompensasi uang 300 ribu sebagai ganti delay selama itu. Saya girangnya bukan main, pas banget dengan kondisi yang lagi tidak ada dana seperti ini. Jelasnya sumringah sampai pesawat take off sekitar pukul 1 dini hari.

Setelah berpasrah ria berbekal sms alamat kantor yang saya beritahukan kepada supir taksi, akhirnya saya sampai di tempat tujuan sekitar hampir jam 3 pagi. Ongkos taksi lumayan menguras kantong tapi alhamdulillah ada suntikan dana kompensasi dari maskapai tadi yang ternyata masih bersisa banyak setelah digunakan untuk membayar taksi. Selanjutnya yang saya dapati adalah manusia-manusia kantor yang masih terjaga untuk melakukan development aplikasi. Luar biasa.

Masih ada jatah kasur kosong, dan tak perlu waktu lama bagi saya untuk terlelap setelah berinteraksi sejenak dengan mereka.

Hari ini di Jakarta kembali, dengan kantor yang sepi.

Semoga bisa memberikan manfaat :)

--

--

Teknomuslim
Teknomuslim

Published in Teknomuslim

Didik's thoughts and research about software engineering, project management, leadership and startup world

Didik Tri Susanto
Didik Tri Susanto

Written by Didik Tri Susanto

Proud to be Moslem | Introvert | Backend Engineer | Laravel Developer