Melihat Manusia dari Perspektif yang Berbeda

Didik Tri Susanto
Teknomuslim
Published in
3 min readNov 24, 2013

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Baiklah, sudah cukup lama saya tidak menulis di sini karena banyak kesibukan di kantor yang mengharuskan saya begadang di malam hari dan riwa-riwi ke ujung kota di siang harinya. Kali ini saya akan menulis tentang perspektif atau sudut pandang. Lebih spesifiknya adalah perspektif kita terhadap orang lain.

Pemikiran ini bermula dulu ketika masih sekolah saya pernah melihat suatu film action China. Singkat ceritanya sih seperti ini ya

Ada seorang anak kecil yang jago silat dan bela diri. Dia anak orang kaya yang tinggal dengan kakeknya. Sayangnya, si anak ini bandelnya setengah mati sehingga si kakek menyuruh seorang pemuda menjadi pendamping si anak agar bandelnya bisa berkurang. Suatu hari si anak merenungi mengapa dia menjadi anak nakal yang selalu tidak bisa bertindak benar. Tapi kemudian si mentor memberikan suatu nasehat yang kemudian akan menjadi awal si anak tadi tersadar dan perlahan merubah sifatnya menjadi lebih baik.

Nasehatnya bagimana sih? Ya ini mau dijelasin, sabar yak :D

Si mentor tadi mengambil secarik kertas putih lalu menggambar sebuah titik hitam di atasnya, selanjutnya memberikan kertas itu kepada si anak. Kalau digambarkan secara digital ya kurang lebih seperti gambar di bawah ini.

titik hitam

mentor: “Apa yang kau lihat?”

anak: “Sebuah titik hitam”

Kemudian si mentor menjelaskan (kurang lebihnya),

“Mengapa kau hanya melihat titik hitam yang kecil itu? Mengapa tidak kau lihat warna putih luas yang mengelilingi titik itu? ini sama dengan apa yang terjadi pada dirimu. Kau hanya fokus melihat apa yang buruk pada dirimu, tapi lupa dengan banyaknya hal baik yang ada pada dirimu”

~ Gunakan Perspektif Positif

Analogi si mentor tadi cukup menarik bagi saya. Memang seringkali kita, dan saya pribadi masih lebih banyak melihat sisi gelap diri daripada sisi terang yang ada pada diri kita atau orang lain. Kita kadang menyesal mengapa kita tidak bisa menguasai ilmu eksakta sampai-sampai mengecap diri kita adalah orang bodoh, tapi justru lupa jika kita lebih jago di seni atau sosial.

Adalah fenomena ketika keburukan atau kesalahan kecil pada seseorang, akan menjadikan orang itu dicap buruk oleh orang lain. Mirip seperti pepatah, “Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga”. Maka cobalah untuk melihat dari banyak perspektif jika melihat manusia, khususnya perspektif yang positif. Perspektif positif itu perlu untuk membiasakan diri bersikap “baik sangka” daripada “buruk sangka”. Jangan terburu-buru menilai seseorang buruk jika kita belum mengenalnya lebih dalam :)

Sekarang lihatlah diri kita sendiri, dari perspektif mana kita melihat? Apakah titik hitam atau kertas putihnya? Berlaku positiflah dengan melihat bahwa kita punya segudang kebaikan yang bisa kita gali potensinya. Titik hitamnya? Iya dia memang ada, tapi jangan sampai dia mengalahkan warna putih kita agar kita bisa selalu menjadi orang yang positif :)

Tapi . . .

Ada benarnya memang dengan banyak melihat kekurangan diri, kita bisa menjadi termotivasi untuk menjadi lebih baik. Namun tentu jangan lupa bahwa kita masih memiliki kelebihan dan keunikan sendiri yang dapat kita jadikan motivasi untuk percaya diri dalam menghadapi kehidupan.

Manusia memang selalu memiliki perspektif yang berbeda, bisa baik bisa buruk. Tidak selamanya orang buruk itu hidup dalam keburukan, dan tidak selamanya orang baik itu hidup dalam kebaikan. Maka mulai sekarang bijaklah dalam menggunakan perspektifmu.

Melihat manusia dari perspektif yang berbeda? Bisaaa . . .

Semoga bermanfaat :)

--

--

Didik Tri Susanto
Teknomuslim

Proud to be Moslem | Introvert | Backend Engineer | Laravel Developer