Jurnalis Zaman Now (2): Perkembangan Jurnalisme dari Online hingga Civic Journalism
Peresume: Nur Khansa
Ada sejumlah kecenderungan perubahan yang terjadi di dunia jurnalistik di era Teknologi Informasi saat ini, yaitu :
1. Beralih ke online platform dan serba-cepat
Sekarang, orang sudah jarang memanfaatkan media cetak sepeti koran sebagai sumber informasi sehari-hari. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya koran dan majalah yang berhenti terbit. Sebagian mereka memilih beradaptasi dengan membangun versi online, dan sebagian lain yang tidak akan merasa semakin sulit bersaing.
Masyarakat saat ini perlahan berkembang menjadi masyarakat yang sangat terkoneksi satu sama lain di dunia maya, dan memuculkan kecenderungan hiper-realitas : kaburnya batas antara yang maya dan nyata.
Cara orang mengkonsumsi informasi pun jadi berubah, sebagian besar didapat melalui informasi yang tertera di internet. Otomatis, sifat-sifat berita pun ikut berubah menyesuaikan cara masyarakat mengkonsumsi informasi via internet yang serba cepat dan ringkas.
Konsekuensinya, berita media-media online saat ini berlomba menjadi yang tercepat dan seringkali mengorbankan ketepatan dan menjadi kurang komprehensif.
Tidak jarang ditemukan berita yang memberi informasi kurang akurat atau tidak berimbang, kemudian diralat di berita selanjutnya karena tidak ada waktu lagi bagi mereka untuk melakukan pengecekan fakta.
Banjirnya informasi di internet yang serba-cepat memunculkan fenomena lain : Maraknya berita yang berusaha memancing perhatian khalayak dengan judul-judul ‘bombastis’ dan tidak empatik demi jumlah klik, karena besarnya klik berarti rupiah bagi perusahaan.
Tuntutan-tuntutan ini menjadikan prinsip ideal jurnalisme seolah menjadi hal yang sulit untuk diterapkan.
2. Harus bisa mengajak orang untuk berbuat
Prinsip 5W +1H yang selama ini dianut sebagai elemen yang wajib ada dalam berita sudah ‘kurang relevan’. Ada satu tambahan unsur “W” yang sebaiknya muncul di setiap berita, yakni “What should I do?”
Semakin banyaknya permasalahan yang terjadi di masyarakat, jurnalis sudah tidak bisa lagi dituntut untuk menjadi “netral” dan tidak berbuat apa-apa.
Sebuah berita yang baik, selain bisa memberi informasi dan awareness pada khalayak, juga bisa menggerakan orang-orang yang bertanggungjawab atas suatu peristiwa untuk berbuat sesuai dengan kapasitasnya.
Rana mencontohkan perihal dinobatkannya Sungai Citarum sebagai sungai terkotor di dunia. Hal ini sebaiknya tidak berhenti pada berita di media, melainkan bisa memunculkan urgensi dan mendorong setiap pihak yang bertanggungjawab untuk bertindak.
3. Bangkitnya civic journalism
Pergeseran nilai-nilai global dan perkembangan teknologi membuat masyarakat saat ini lebih berdaya dan bisa terlibat dalam proses lahirnya karya-karya jurnalistik.
Bahkan, hal ini sudah disadari oleh sejumlah media massa mainstream yang mulai merubah model bisnisnya. Mereka tidak lagi semata-mata mengandalkan iklan per klik sebagaimana yang lazim ditemui sekarang, namun melalui kolaborasi dengan masyarakat di berbagai daerah untuk mewartakan hal-hal penting dan menarik di daerahnya.
Hal ini juga kerap disebut sebagai jurnalisme partisipatoris.
Tentang Pembicara :
Rana Akbari Fitriawan adalah award-winning jurnalis yang lama berkecimpung di dunia kewartawanan dengan menjadi jurnalis harian Metro Bandung (sekarang Tribun Jabar), Tempo, The Jakarta Post, Rase FM Bandung, Radio CVC Australia, mendirikan kantor berita Reportase.com, serta pernah menjadi Dewan Redaksi Harian Umum Bandung Ekspress (Jawa Pos Grup). Ia juga ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung.
Setelah berkarir sebagai humas di Telkom University, saat ini ia tengah aktif mengkoordinasi media berbasis komunitas Bandung Kiwari.