Belajar Marketing & Product Development dari Indomie?

Irwanto Widyatri
Teman Produk
Published in
5 min readMay 12, 2020

Indomie, selain jadi cara instan melawan lapar, ternyata kalau ditelusuri lagi makanan ini memberikan saya beberapa ilmu tentang bagaimana membangun dan memasarkan suatu produk.

Indomie Goreng Iga Penyet via Wikimedia

Sebagai Product Manager, sudah sangat wajar kalau kita juga harus memikirkan bagaimana cara membuat produk kita dikenal hingga dapat menyelesaikan sebuah permasalahan. Oleh karenanya pengetahuan tentang bagaimana memasarkan produk yang kita buat sepertinya tidak bisa kita lepaskan dari salah satu skill yang harus dimiliki oleh Product Manager.

Kemasan a.k.a Bungkus

Mi Goreng Jumbo via My Camera

Selain bungkus Indomie versi Ramadan yang memang dibuat pada konteks bulan puasa. Indomie selalu tampil dengan gambar yang menggugah selera mulai dari bungkusnya. Padahal sebagai konsumen, saya yakin pasti kita sudah tau di dalam bungkus Indomie tidak akan ada telur, tomat, sawi, dan udang seperti pada bungkusnya itu.

Enggak cuma itu, pemilihan kata dan font face juga jadi salah satu faktor pendukung serunya kemasan Indomie ini, misal saja “Mie Goreng JUMBO. Lebih Besar Lebih Nikmat. Lengkap Dengan bawang goreng dan saus cabe.”. Sangat meyakinkan bukan?

Indomie Goreng via KlikIndomaret | Mi Goreng Chinese Version via Youtube

Eksplorasi saya berlanjut, tidak hanya Indomie yang dipasarkan di Indonesia saja, tetapi ternyata netizen di Tiongkok pun mengulas juga Indomie Goreng versi Chinese. Saya tau beberapa dari kita pasti penasaran dengan rasanya bukan? Tapi sayangnya ditulisan ini saya hanya akan fokus pada kemasannya saja.

Coba kita perhatikan selain bahasa yang digunakan ada dua komponen pendukung lainnya, yaitu toping dan alat makan yang digunakan. Menurut saya dua hal tersebut yang menjadi bukti nyata Indomie sudah melakukan user emphatizing process. Orang Indonesia kebanyakan menggunakan garpu dengan toping telur mata sapi untuk menikmati Indomie. Tapi masyarakat Tiongkok kebanyakan menggunakan sumpit dan mungkin udang.

Kesimpulan dari point ini adalah sebagai Product Manager (walaupun secara responsibility kebanyakan bagian ini adalah tanggung jawab dari Product Design atau Marketing team) kita dapat mengadopsi strategi Indomie dalam menentukan kemasan, mungkin kalau di startup digital bisa saja screenshot yang ada di Play Store / App Store, iklan di sosial media atau TVC, atau mungkin user interface dari produk yang kita kembangkan.

Mudah Didapatkan

Warmindo Gerobak via Lifepal

Disamping nasi, mungkin mi juga menjadi salah satu makanan pokok orang Indonesia, jadi keberadaan penjual mi juga cukup menjamur. Nah di poin ini yang mau saya angkat adalah sebuah product juga harus mudah didapatkan seperti Indomie ini. Mulai dari Indomie yang masih dalam bentuk kemasan sampai Indomie yang sudah siap untuk disantap semua berada dalam jangkauan masyarakat atau mungkin spesifiknya target marketnya.

Dibeberapa kesempatan tentu saja tentang diskusi product development bukan cara memasak Indomie pertanyaan ini sering muncul “Kapan sebaiknya kita membutuhkan development aplikasi? Apakah sudah cukup dengan mobile web?” jawabannya tentu saja bukan ya / tidak atau benar / salah. Tapi semua tergantung dari use case business atau problem yang ingin dipecahkan dari produk yang akan dikembangkan. Namun sebenarnya Google punya sedikit tips mengenai pertanyaan tadi.

Google Mobile Leadership Program via Slideshare

Nah dari cuplikan gambar diatas sepertinya sudah cukup jelas kalau App diciptakan untuk mendapatkan/membangun user yang tingkat frekuensinya cukup tinggi. Namun kita juga harus memperhatikan aspek lainnya yaitu user journey untuk mendapatkan aplikasi yang kita tawarkan. Sehingga ada kalanya kita juga harus menggunakan strategi gabungan yaitu “Sites + Apps” supaya seperti Indomie (ada dimana-mana), jadi ketika potential user mencari di mbah Google dengan keyword yang kita targetkan , cukup tinggi probabilitasnya untuk membuka produk yang kita tawarkan.

Yang ingin saya highlight pada poin ini adalah ketika menyusun strategi Go-To-Market seorang Product Manager wajib sekali mengetahui darimana dan bagaimana potential user yang ditarget menemukan produk/layanan yang akan dirilis. Contoh diatas memang cukup teknis, tapi ada kalanya seorang Product Manager harus turun ke lapangan mengamati kebiasaan market menerima dan merasakan pemecahan masalah yang kamu ciptakan tadi untuk iterasi produk kamu dimasa mendatang.

Murah dan praktis

Mobil Box Indomie via Wikimedia

Selain murah makanya kerap kali di asosiasikan sebagai makanan daruratnya anak kost, Indomie juga menawarkan apa yang dicari oleh masyarakat hiruk pikuk saat ini, ya betul kepraktisan. Mungkin terlintas dibenak kita, apakah kita harus menyediakan produk/layanan yang harganya murah? Tidak dong.

Nah jadi maksudnya murah dan praktis disini bisa mengacu ke banyak hal. Misalnya saja ketika mengembangkan sebuah produk pastikan produk yang kita kembangkan itu sudah cukup optimal ketika digunakan oleh user, efisien dalam menggunakan sumber daya dan efektif dalam pengoperasiannya.

Why people stop using apps via ThinkWithGoogle

Contoh konkritnya yang mau saya ulas di tulisan ini adalah app size. Sebagai Product Manager tentu kita mengharapkan adanya user rentention di produk yang kita kembangkan. Tapi ternyata Google mengungkapkan kalau app size menjadi salah satu faktor pendukung adanya user retention.

Nah, mungkin sudah cukup tergambarkan maksud kata ‘murah’ pada Indomie ketika kita analogikan ke contoh kasus ini. Kalau user sudah berhenti menggunakan aplikasi yang kita kembangkan, sudah pasti user retention kamu juga akan bermasalah.

Lalu apa kaitannya app size dengan marketing? Tentu ada dampaknya, misalnya saja tadinya aplikasi kita hanya dapat didownload pada smartphone mid-high end spec semenjak diet ada kemungkinan smartphone yang low end spec bisa ikut juga menikmati kerennya aplikasi yang kita buat.

Kesimpulannya semakin ‘murah’ produk yang kita tawarkan maka semakin sehat lagi metrics-metrics yang kita targetkan pada produk yang kita kembangkan. Misal produk kita bisa menghemat waktu operasional, maka akan ada metrics lain yang akan ikut terbantu.

Rasa gurih di Indomie ternyata enggak cuma mengenyangkan perut saja, tapi juga memberikan perspektif tentang product development untuk saya. Ada banyak lagi cerita dari keseharian kita yang mungkin nantinya memberikan kita ide baru dalam mengembangkan produk.

Semoga tiga hal dari Indomie tadi dapat membantu kita dalam menerapkan strategi pengembangan produk atau marketing.

--

--

Irwanto Widyatri
Teman Produk

Love to learn product, digital marketing and game industry.