Rubah Muda Itu Bernama Harvey Barnes

Petrick
The Amateurs
Published in
9 min readApr 7, 2020
Harvey Barnes (independentonline).

(versi asli dari tulisan ini dapat dibaca di totalfootballanalysis.com)

Leicester City mengguncang dunia pada 2016 lalu kala mereka berhasil menjuarai Premier League untuk pertama kalinya. Siapa yang tak ingat dengan pencapaian bersejarah ini? Pada saat itu, the Foxes dipimpin oleh Riyad Mahrez, serta andalan mereka yang saat itu masih dalam usia prima, Jamie Vardy. Hingga saat ini, nama yang disebutkan terakhir masih memimpin lini serang Leicester. Di sisi lain, Mahrez telah hijrah ke Manchester City beberapa musim lalu.

Meskipun demikian, Leicester telah menemukan senjata baru untuk menggantikan sang pemain Aljazair. Lebih baik lagi, pemain ini dihadirkan secara cuma-cuma dari akademi klub tersebut. Namanya ialah Harvey Barnes. Penampilan impresifnya musim ini merupakan salah satu alasan di balik keberadaan Leicester di peringkat ketiga klasemen sementara. Tulisan ini akan membahas mengenai peran Barnes bagi tim berkostum biru-biru tersebut.

Profil pemain

Barnes sejatinya adalah seorang pemain sayap kiri. Namun, dia juga dapat bermain di posisi menyerang lain. Musim lalu Barnes dipinjamkan ke West Bromwich Albion untuk mendapatkan waktu bermain. Di klub tersebut, Barnes membukukan 28 penampilan, dengan hampir separuhnya bermain sebagai gelandang serang. Dalam masa peminjamannya di the Baggies, Barnes berhasil mencatatkan sembilan gol dan delapan asis. Pencapaian inilah yang meyakinkan Brendan Rodgers untuk menariknya ke tim utama Leicester.

Di bawah asuhan eks pelatih Glasgow Celtic, Leicester seakan berubah wujud menjadi tim yang senang menguasai bola. Saat ini, mereka mencatatkan rata-rata 54.4% penguasaan bola di tiap laga; keempat tertinggi di liga. Sebagai perbandingan, rataan penguasaan bola Leicester pada musim 2015/16 hanya mentok di angka 44.7%. Meskipun demikian, Leicester yang sekarang masih mempunyai ciri khas yang sama dengan Leicester empat musim lalu. Ciri khas itu ialah serangan balik yang mematikan. Faktanya, Leicester telah mencetak tujuh gol dari situasi transisi musim ini. Raihan tersebut hanya satu lebih sedikit dari pemuncak klasemen sementara, Liverpool.

Hingga saat ini, Barnes telah memainkan total 32 pertandingan pada musim penuh perdananya di King Power Stadium. Melihat statistik, Barnes berhasil menorehkan tujuh gol dan tujuh asis di seluruh kompetisi yang diikuti Leicester. Capaian tersebut menjadi bukti sahih kecocokannya bermain di dalam taktik yang dijalankan Rodgers.

Memperlebar permainan The Foxes

Rodgers utamanya menetapkan formasi 4–1–4–1 untuk dimainkan anak asuhnya. Dalam skema tersebut, Barnes acapkali dimainkan di posisi favoritnya, yakni sebagai pemain sayap kiri. Ketika Leicester menguasai bola, sang pemain 22 tahun mempunyai tugas untuk menyediakan lebar lapangan sekaligus menarik pemain bertahan lawan keluar dari garisnya. Keberadaan Barnes di dekat garis pinggir juga mempunyai kegunaan lain. Fungsi tersebut ialah membantu timnya untuk mengubah arah serangan dengan cepat jika diperlukan.

Barnes ditugaskan untuk tetap berada di kiri luar ketika Leicester membangun serangan.

Ketika melawan tim dengan blok pertahanan rendah, Rodgers biasanya mengizinkan para pemainnya untuk bertukar posisi satu sama lain. Hal ini ditujukan untuk mencoba mengganggu fokus para pemain bertahan lawan. Salah satu cara yang dilakukan Rodgers adalah melakukan rotasi di bagian kiri lapangan.

Dalam rotasi tersebut, sang manajer kadang membolehkan Barnes untuk bermain agak ke dalam; hampir paralel dengan penyerang utama. Memang Barnes berada di bagian luar kala dirinya tidak menguasai bola. Namun, ketika bola berada di bagian kiri lapangan, pemain 22 tahun ini diberikan kebebasan untuk masuk ke dalam. Ketika hal ini terjadi, gelandang tengah terdekat akan sedikit mundur hingga sejajar dengan gelandang bertahan. Bagian sayap yang ditinggalkan Barnes kemudian akan diisi oleh bek kiri yang maju ke depan.

Barnes bergerak agak ke dalam pada rotasi di sisi kiri ini. Perhatikan pula gerakan turun James Maddison serta lari James Justin di bagian kiri luar.

Cara lain untuk melakukan rotasi di bagian kiri ini adalah mengizinkan Barnes bertukar posisi dengan gelandang tengah yang berada di dekatnya. Gelandang tersebut — biasanya Maddison — lalu dapat bergerak ke pinggir untuk mengirimkan umpan silang ke dalam kotak penalti. Tidak hanya Maddison, the Filberts juga punya Ben Chilwell yang aktif naik-turun di bagian kiri lapangan. Chilwell pun juga mampu untuk mengirimkan umpan berkualitas bagi para pemain menyerang Leicester.

Tajam di kotak penalti

Sebelum mengulas lebih dalam, kita perlu menyadari bahwa para pemain depan Leicester tidak dikaruniai tinggi tubuh yang di atas rata-rata. Mutlak hanya Kelechi Iheanacho (185 sentimeter) saja yang tergolong tinggi dari seluruh pasukan Rodgers. Iheanacho sendiri pun seringkali hanya dijadikan pelapis bagi Vardy. Inilah alasan mengapa Leicester cenderung menggunakan umpan datar untuk membuat peluang.

Di sepertiga akhir lapangan, Rodgers memberikan tugas yang berbeda bagi para penyerangnya. Penyerang utama seringkali ditemukan di bagian tengah kotak penalti, tepatnya di antara para bek tengah lawan. Dengan bergerak dari antara kedua bek, pergerakan Vardy menjadi sulit terdeteksi. Tidak jarang pula Vardy tiba-tiba dapat berada di mulut gawang untuk mencetak gol.

Meskipun bermain di posisi sayap kiri, Barnes punya tugas khusus di kotak penalti lawan. Tugas tersebut ialah untuk masuk ke dalam dan menerima umpan tarik di bagian depan kotak penalti. Dengan Vardy yang berada lebih di depan, maka seringkali fokus bek tengah lawan hanya terpaut pada penyerang berusia 33 tahun tersebut. Inilah yang kemudian mengakibatkan terbukanya ruang di antara lini pertahanan lawan yang diserang oleh Barnes untuk menerima umpan tarik.

Pergerakan Vardy membuat pasangan bek tengah lawan berfokus hanya pada dirinya. Ini mengakibatkan ruang terbuka bagi Barnes di dalam kotak penalti.
Masuknya Barnes ke dalam kotak penalti adalah untuk menerima umpan tarik dari rekannya yang berada di sisi luar pertahanan lawan.

Meroketnya performa Leicester membuat mereka seringkali menjadi tim yang diunggulkan. Oleh karena itu, tidak jarang the Foxes menghadapi lawan yang bermain begitu defensif. Ini berarti Leicester harus menghadapi skema pertahanan yang sangat rapat, entah di dalam atau sedikit di depan kotak penalti.

Ketika menghadapi garis pertahanan lawan yang dalam, Barnes pun punya peran yang berbeda. Peran tersebut adalah untuk menempatkan diri di tiang jauh. Keberadaan Barnes di tiang jauh membuat dirinya menjadi opsi sasaran umpan silang tambahan untuk membantu rekan-rekannya di kotak penalti.

Barnes menjadikan dirinya sebagai opsi sasaran umpan silang di tiang jauh kala menghadapi tim yang bermain defensif.

Tugas pertahanan

Ketika tidak menguasai bola, Leicester menggunakan skema 4–1–4–1 dengan blok pertahanan menengah. Blok pertahanan menengah artinya Leicester cenderung menggalang pertahanan di bagian tengah lapangan. Hal ini berbeda dengan blok pertahanan rendah yang berfokus di depan kotak penalti sendiri. Berbeda pula dengan blok pertahanan tinggi yang fokusnya berada di bagian lapangan lawan.

Dalam skema tersebut, Rodgers menginstruksikan para pemainnya untuk memancing lawan bermain ke pinggir. Ketika bola berada di bagian tepi lapangan, barulah para pemain Leicester mulai menekan lawan dengan agresif. Pada praktiknya, pemain sayap terdekat berusaha menekan lawan yang menguasai bola dengan agresif untuk memancingnya melakukan kesalahan.

Leicester cenderung agak pasif dan menyusun skema 4–1–4–1 ketika lawan menguasai bola di bagian tengah lapangan.
Namun, bak sekumpulan rubah, mereka kemudian menekan lawan secara agresif ketika bola bergerak ke pinggir. Lawan yang menguasai bola tidak memiliki opsi umpan pendek ketika menghadapi tekanan bergerombol ini.

Di belakang pemain sayap, bek sayap Leicester akan juga ikut naik untuk menutup opsi operan ke depan bagi lawan. Tidak hanya itu, penyerang Leicester pun juga punya tugas penting di sini. Sang pemain depan harus mendekat ke arah pinggir sekaligus menutup bek tengah lawan yang berada dekat dengan bola. Tekanan yang dilakukan secara spesifik ini bertujuan untuk mempersempit ruang dan waktu bagi lawan yang menguasai bola. Lebih jauh, memaksanya membuat kesalahan dan memberi bola kepada pemain Leicester.

Tugas Barnes dalam membantu pertahanan tidak berhenti di situ. Dalam skema 4–1–4–1, gelandang bertahan Leicester punya beban yang agak berat. Hal ini dikarenakan sang gelandang harus menjaga ruang yang cukup luas di antara lini pertahanan the Filberts. Di sinilah Barnes memberi peran. Ketika lawan mencoba untuk membangun serangan lewat tengah, Barnes seringkali turun dari posisinya untuk membantu sang gelandang bertahan.

Barnes turun untuk membantu Nampalys Mendy ketika lawan mencoba menusuk lewat tengah.

Tugas lain yang dipunyai Barnes dalam membantu pertahanan adalah untuk melindungi bek sayap Leicester yang bergerak naik secara agresif. Pergerakan naik ini bisa jadi ketika sang bek sayap melakukan overlap, atau ketika dirinya mengikuti pemain menyerang lawan yang bergerak ke dalam. Dengan kecepatannya yang mumpuni, tidak sulit bagi Barnes untuk melakukan tugas ini.

Sang pemain 22 tahun mundur untuk melindungi Justin yang bergerak keluar dari posisinya.

Kencang, benar-benar kencang

The Foxes dikaruniai pemain depan yang mempunyai kecepatan lari di atas rata-rata, termasuk juga Barnes. Dengan berkurangnya laju Vardy karena dimakan umur, kecepatan Barnes menjadi aset penting bagi Leicester untuk melakukan serangan balik. Umumnya, Barnes disodori umpan-umpan dari belakang untuk melanjutkan transisi positif. Kecepatan Barnes yang begitu tinggi membuatnya hanya perlu lari untuk mengejar bola sebelum memasuki wilayah pertahanan lawan.

Barnes mengejar bola yang diberikan dari belakang. Dia mengakhiri rangkaian ini dengan menggiring bola melewati Pepe Reina dan mencetak gol ke gawang kosong.
Si empunya nomor 15 mengejar umpan terobosan dari belakang untuk melanjutkan serangan balik Leicester.

Tidak berhenti di situ, tapi Barnes pun sangat kencang ketika bola berada di kakinya. Bahkan, tidak jarang pemuda ini memulai serangan balik dengan lajunya yang begitu cepat. Entah nanti akan berbagi kepada rekannya, atau akan melahap sendiri pemain-pemain bertahan lawan, yang jelas Barnes merupakan pemain yang sangat berbahaya dalam situasi serangan balik.

Barnes menggiring bola dan memulai sendiri serangan balik Leicester.
Dengan kecepatan tingkat tinggi serta ruang luas yang tersedia, Barnes melewati Ben Mee dengan mudah dalam situasi serangan balik ini. Barnes kemudian mengakhiri aksinya dengan gol ke gawang Burnley.

Kecenderungan Barnes untuk melewati lawan secara cepat juga dapat dilihat ketika dirinya berada dalam duel satu-lawan-satu. Barnes cenderung untuk menggunakan kecepatannya — sekaligus ruang terbuka di sekelilingnya — untuk melewati lawan tanpa membuang waktu sedetik pun. Tidak hanya dengan mendorong bola jauh melewati lawan, tapi Barnes juga dapat mengandalkan hal lain.

Senjata tersebut ialah gerakan tajam untuk berubah arah di detik terakhir demi membingungkan pemain bertahan yang menghadapinya. Menurut statistik, Barnes rata-rata membuat 3.6 giringan per 90 menit di liga, dengan catatan keberhasilan sebesar 52.78%. Cukup impresif.

Barnes berusaha untuk memanfaatkan ruang di sekelilingnya ketika menguasai bola. Lebih spesifik, perubahan arah secara tajam di detik akhir membantu Barnes untuk melewati bek lawan.

Bermain baik bukan berarti tidak bermasalah

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Barnes cenderung bergerak ke dalam dan mengizinkan Maddison atau Chilwell untuk menyediakan umpan berkualitas. Hal ini ternyata terkait dengan kemampuan pas-pasan yang dimiliki Barnes untuk membuat umpan silang. Berdasarkan statistik, Barnes membuat sekitar 1.8 umpan silang tiap 90 menit di Premier League. Sayangnya, rasio suksesnya hanya berhenti di angka 11.11%.

Bahkan tanpa penjagaan sekalipun, Barnes sulit menemukan rekannya dengan umpan silang.

Tidak hanya itu, Barnes juga cenderung hanya mengandalkan satu kaki. Dalam duel satu-lawan-satu, kecenderungan tersebut membuat dirinya menjadi mudah diprediksi oleh lawan. Mereka hanya perlu memaksa Barnes menggunakan kaki lemahnya sebelum sang pemuda melakukan kesalahan.

Hal ini juga berlaku dalam upaya mencetak gol yang dilakuka si pemuda 22 tahun. Sejauh ini, Barnes berhasil menorehkan catatan 2.6 tembakan per 90 menit di liga. Namun, hanya 0.6 (22.22%) di antaranya yang lahir dari sepakan kaki kiri.

Kaki kiri Barnes merupakan kelemahan yang sering dieksploitasi oleh lawan.

Sisi lain dari kekurangan Barnes adalah kemampuan bertahannya. Memang, Barnes punya kecepatan luar biasa untuk melindungi bek sayap kiri Leicester. Namun, kesadarannya dalam membaca situasi bertahan (defensive awareness) tidak bagus-bagus amat. Tidak jarang Barnes berada di posisi yang buruk, terlebih kala menghadapi bek kanan lawan yang agresif. Entah tidak menyadari pergerakan mereka, atau tertinggal kala mereka melakukan overlap, yang jelas Barnes perlu memperbaiki kemampuannya dalam membaca situasi pertahanan.

Barnes seringkali menemui kesulitan kala menghadapi bek kanan lawan yang agresif.

Kesimpulan

Kecepatan tingkat tinggi dan nafsu gol menjadi kebutuhan penting bagi siapapun pemain depan yang mengenakan seragam Leicester. Berdasarkan tulisan di atas, Barnes jelas punya semua hal itu. Perlu kita ingat juga bahwa Barnes masih berusia 22 tahun hingga Desember nanti. Hal ini membuat dirinya punya banyak waktu untuk berkembang menjadi salah satu pemain elit di Premier League.

Namun, rubah muda ini punya banyak pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Beberapa di antaranya adalah kecakapan dalam menggiring bola serta kemampuan dalam membantu pertahanan. Dengan pelatih seperti Rodgers yang senang menggunakan pemain muda, jelas akan menarik melihat bagaimana Barnes berkembang di masa mendatang. Kita tunggu saja.

Kredit: totalfootballanalysis.com, transfermarkt.com, whoscored.com, wyscout.com

I‘m Petrick Sinuraya, a 22-year-old football writer based in Indonesia.

Currently, I work as a freelance writer at Ronnie Dog Media; mostly writing match analysis pieces for totalfootballanalysis.com.

For inquiries, please contact me at petricksinuraya@gmail.com.

--

--