Peran Implementasi Open Finance bagi P2P Lending di Indonesia

Brick
Brick — Financial API
5 min readSep 22, 2021
Photo by bady abbas on Unsplash

Indonesia adalah negara yang 60% Pendapatan Domestik Brutonya didominasi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan 97% tenaga kerja diserap melalui sektor usaha ini. Meski kontribusinya yang cukup besar, UMKM di Indonesia memiliki satu masalah: aksesibilitas perbankan.

Menurut Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), hanya 20% pelaku UMKM yang mampu mendapatkan akses perbankan. Angka tersebut terbilang kecil karena mengingat besarnya jumlah pelaku UMKM di Indonesia yang mencapai 64 juta pelaku usaha.

Lantas, apa masalah yang melatarbelakangi minimnya akses UMKM terhadap layanan perbankan dan bagaimana situasinya saat ini guna meningkatkan akses keuangan bagi pelaku usaha ini?

Minimnya Akses UMKM Terhadap Bank

Minimnya akses UMKM terhadap pembiayaan melalui bank konvensional bukan tanpa alasan. Pertama, masih banyak pelaku usaha mikro yang belum memahami diversifikasi produk layanan perbankan, salah satunya akses pembiayaan dan lebih meminjam modal kepada keluarga atau kerabat dekat.

Alasan kedua, banyak produk layanan pembiayaan yang diberikan oleh bank konvensional tidak sesuai dengan kebutuhan peminjam, dalam hal ini adalah pelaku UMKM. Beberapa bank tidak memiliki produk kredit mikro, padahal layanan ini krusial dalam mendorong pertumbuhan UMKM Indonesia sebagai pendukung pembiayaan modal utama bagi pelaku pemula.

Ketiga, banyak pelaku UMKM yang menganggap bahwa prosedur pengajuan pembiayaan pada bank memiliki persyaratan yang rumit, sulit, dan membutuhkan waktu yang lama dalam hal proses persetujuan hingga pencairan.

Keempat, layanan bank biasanya mensyaratkan agunan. Padahal banyak pelaku usaha mikro tidak memiliki aset yang dapat dijadikan agunan untuk nilai pembiayaan tertentu.

Kelima, suku bunga bank biasanya cenderung tinggi dengan jangka kredit yang pendek sehingga menyulitkan pelaku UMKM mengajukan pembiayaan ke Bank. Alasan-alasan tersebut ini lah yang menyebabkan pelaku UMKM sering mendapat penolakan ketika mengajukan pinjaman di bank.

Selain itu, akses informasi dan lokasi terhadap layanan pembiayaan yang dilakukan oleh bank juga sulit dijangkau oleh pelaku usaha yang masih berada di daerah pedesaan.

Di sisi lain, tidak sedikit pelaku usaha mikro yang belum mengetahui bahwa akses permodalan dapat diperoleh dari lembaga keuangan lain yang lebih mudah, seperti lembaga atau perusahaan penyedia layanan Peer-to-Peer Lending (P2P Lending).

Peran P2P Lending dalam Membuka Akses Pembiayaan Usaha

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, selain bank saat ini pelaku usaha bisa melakukan akses pembiayaan melalui perusahaan P2P lending. Seperti namanya, Peer-to-Peer Lending atau yang lebih dikenal P2P lending sendiri adalah salah satu bentuk produk layanan keuangan yang menyediakan pembiayaan dengan cara menjembatani antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.

Kehadiran P2P lending menurut Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sendiri merupakan jawaban bagi para pelaku usaha yang kesulitan mendapatkan suntikan pembiayaan melalui bank.

Meski bukan hal baru di Indonesia, kehadiran P2P lending semakin menarik semenjak berkembangnya teknologi di bidang keuangan atau fintech. Alasannya, selain menyediakan layanan keuangan yang tidak bisa diberikan oleh bank, pengguna juga akhirnya lebih mudah dalam mengakses layanan produk keuangan yang dibutuhkan.

Hingga bulan Juli 2021, jumlah penyelenggara P2P lending di Indonesia yang terdaftar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebanyak 121 perusahaan dengan total pinjaman nasional mencapai Rp236,47 triliun. Melihat angka tersebut, pelaku UMKM yang kesulitan mendapatkan akses bank mulai menyadari kehadiran fintech P2P lending sebagai alternatif, bahkan pilihan utama untuk mendapatkan pembiayaan.

Peran Open Finance dalam Perkembangan P2P Lending

Berkembangnya layanan P2P lending dalam dunia fintech juga tidak lepas dari ekosistem open finance saat ini di mana perusahaan P2P lending memilih untuk mengoptimalkan aplikasinya dengan open API (Application Programme Interface) untuk memberikan akses layanan produk terbaik kepada konsumen.

Lantas, apa itu open finance?

Open finance adalah prinsip keterbukaan dalam mengelola data keuangan di mana baik konsumen maupun pihak pengelola mampu berbagi data secara aman untuk kebutuhan yang lebih komprehensif. Selama ini, data keuangan seakan menjadi milik bank konvensional dikarenakan minimnya akses yang diberikan kepada baik penyedia layanan finansial lain maupun nasabah itu sendiri.

Bagi pengelola keuangan dalam hal ini institusi perbankan atau fintech, open finance mampu memberikan layanan kepada konsumen secara lebih luas. Misalnya, memberikan layanan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Sedangkan bagi konsumen, open finance memudahkan mereka untuk memilih produk fintech yang akan digunakan. Kini masyarakat tidak perlu terpaku dengan satu layanan finansial konvensional saja. Baik dari kelengkapan fitur layanan, harga, hingga keterbukaan informasi. Dengan begitu, ekosistem pada layanan keuangan juga lebih sehat sekaligus berpengaruh langsung terhadap inklusi keuangan konsumen.

Selain itu, open finance juga menjadi alasan kenapa P2P lending mampu memberikan layanan produk keuangan yang tidak bisa diberikan oleh institusi perbankan konvensional.

Dalam kasus pembiayaan UMKM misalnya, bank dalam hal ini pihak ketiga memiliki data finansial nasabah yang terbatas hanya pada data bank saja sehingga tidak dapat secara komprehensif memiliki pemahaman kondisi keuangan peminjam.

Dalam kondisi tertentu, bank juga kesulitan memberikan layanan transaksional lain karena keterbatasan platform. Dalam pengajuan pembiayaan, peminjam perlu datang ke bank untuk menyerahkan dokumen secara manual atau mengurus persetujuan tertentu yang memakan waktu lama.

Sedangkan dengan konsep Open Finance, P2P Lending dapat memanfaatkan API finansial yang secara otomatis mampu melakukan verifikasi dan validasi terhadap data peminjam yang dapat diakses melalui smartphone atau internet.

Apa Peran Open Finance bagi Ekosistem Fintech P2P Lending di Indonesia?

Adanya prinsip open finance pada ekosistem fintech khususnya P2P lending memberikan dampak positif sekaligus tantangan bagi para pelakunya. Pertama, melalui open finance, perusahaan P2P lending bisa lebih mudah menjangkau konsumennya bahkan mampu menciptakan kolaborasi dengan pihak lain.

Misalnya, banyak perusahaan eCommerce atau bahkan UMKM membagun kerjasama dengan perusahaan P2P lending dalam memfasilitasi konsumen mereka dalam menyediakan pembayaran dalam bentuk cicilan.t

Bukan hanya itu, banyak bank konvensional yang mulai melirik fintech P2P lending sebagai rekan kerja dalam meningkatkan pembiayaan kredit kepada peminjam. Dampaknya bukan hanya mempermudah akses pembiayaan bagi konsumen saja namun berdampak secara makro sehingga menciptakan ekosistem keuangan yang lebih stabil.

Kedua, melalui open API, perusahaan P2P lending juga mampu meningkatkan pengalaman konsumen menjadi lebih baik sehingga konsumen bisa lebih aktif dalam mengikutsertakan dirinya terhadap layanan produk keuangan yang diberikan. Kemudahan dalam mengisi data formulir ketika mengajukan pinjaman, penyesuaian data secara prepopulated menjadi daya tarik utama.

Ketiga, adanya open finance juga membantu perusahaan P2P lending mengidentifikasi dan mengurangi risiko sehingga dapat memberikan pinjaman dengan risiko yang lebih kecil pula. Hal ini berbeda dengan bank konvensional, open finance membuat perusahaan P2P lending mampu mengetahui posisi finansial konsumen sehingga mampu menghasilkan skor kredit yang lebih baik.

Terakhir, open finance memungkinkan perusahaan mengidentifikasi pelanggannya dengan mudah sehingga mampu menyederhanakan proses verifikasi data konsumen serta mengurangi potensi fraud pada transaksi keuangan.

Contoh, dengan Open Finance, aplikasi penyedia layanan P2P Lending memiliki data keuangan nasabah dari berbagai koneksi tidak terbatas pada layanan perbankan namun juga mencakup e-wallet dan e-commerce yang telah menjadi bagian penting dalam transaksi sehari-hari masyarakat Indonesia. Misal berapa banyak asetnya, apakah memiliki riwayat pinjaman lain yang tidak terbayarkan, hingga besaran pendapatannya selama sebulan.

Dengan visibilitas tersebut, perusahaan mampu mendapatkan profil risiko calon peminjam yang lebih akurat dan mampu menawarkan rasio kredit yang sesuai dengan profil keuangannya. Bahkan, perusahaan juga bisa membuat sistem otomatis yang memungkinkan calon nasabah yang tidak sesuai dengan kriteria langsung ditolak tanpa harus melakukan pengajuan.

Menyadari besarnya peran tersebut, Brick sebagai penyedia layanan financial API berupaya membangun ekosistem produk keuangan yang lebih baik dan transparan melalui layanan finansial yang lebih komprehensif di Indonesia.

Brick juga berupaya mempercepat inklusi keuangan baik secara personal maupun usaha dalam hal ini UMKM di Indonesia dengan membantu perusahaan fintech dalam memanfaatkan data keuangan melalui open API.

--

--

Brick
Brick — Financial API
0 Followers

Building the #1 financial API platform for Southeast Asia!