Motif Nazi Terhadap Pembunuhan Masyarakat Disabilitas Jerman

Fadli Aufa
The Enlighten
Published in
5 min readAug 3, 2022
Ilustrasi dari Penulis

Aksi T-4 (Bahasa Jerman: Aktion T-4) adalah sebuah aksi yang dilakukan oleh pemimpin Nazi Jerman, Adolf Hitler, untuk memusnahkan kaum disabilitas dengan menyebut aksi tersebut sebagai tindak “pembersihan”. Kata T-4 merupakan akronim dari kata Tiergartenstraße, sebuah nama jalan yang berada di distrik Tiegarten di pusat Berlin ibukota Jerman. Hitler memerintahkan kepada kepala pertahanan, Karl Brandt dan Phillip Bouhler, untuk memulai program euthanasia pada Oktober 1939.

Sebelum program euthanasia dijalankan, terdapat sebuah vila bergaya klasik dimiliki oleh keluarga Yahudi, Hans Liebermann. Hans merupakan seorang produsen tekstil yang sukses dan kaya. Dia mewariskan profesinya kepada anaknya. Sayangnya, putra Hans memilih untuk bunuh diri akibat kekerasan anti-yahudi yang telah mengakar di Jerman pada 9–10 November 1939. Kejadian ini dikenal sebagai November Pogrom, istilah populernya Kristallnacht. Vila milik Hans akhirnya disita oleh Kantor Ekonomi dan Administrasi Utama SS dan digunakan sebagai tempat untuk memfasilitasi pembunuhan yahudi sebanyak 200.000 orang. Aksi T-4 merupakan aksi sebagai pertanda awal pemusnahan ras genosida Holocaust.

Tahun 1939–1941 merupakan tahun-tahun kelam bagi penyandang disabilitas di Jerman. Mereka yang menyandang disabilitas fisik maupun mental dianggap tidak pantas untuk hidup oleh Nazi di bawah program Aksi T-4. Hitler menganggap ancaman kegagalan pemurnian ras arya disebabkan oleh mereka yang mengalami disabilitas. Insiden ini juga merupakan sebuah dorongan yang menyebabkan Holocaust di berbagai kamp konsentrasi yang ada di wilayah Jerman Nazi.

Dalam artikel ini, penulis mencoba menganalisis latar belakang ideologi yang membuat para pemimpin Jerman melakukan berbagai pelanggaran HAM berat terutama pada masyarakat penyandang disabilitas. Sosial Darwinisme dan Egenetika merupakan ide di balik kekejaman Nazi demi mempertahankan ras Arya, selama awal 1939 hingga kekalahannya di tahun 1945. Sikap kebanggaan akan superioritas ras membutakan pandangan Nazi terkait moralitas.

Ilustrasi dari penulis

Darwinisme Sosial

Sebuah paham dari kelompok, negara, atau ras yang merasa superior dari yang lain disebut sebagai Darwinisme Sosial. Darwin sendiri tidak pernah mengungkapkan keyakinan ini. Keyakinan bahwa mahluk hidup yang paling unggul merupakan mahluk yang dapat beradaptasi dengan sosial dan lingkungannya. Ungkapan survival of the fittest bukan berasal dari Darwin sendiri. Tetapi Darwin pernah menyatakan bahwa organisme terbaik dalam beradaptasi dengan lingkungannya adalah mereka yang berhasil dalam bertahan hidup.

Darwinisme sosial berakar dari pengamatan Darwin pada tumbuhan dan hewan di alam. Pencetus teori Darwinisme sosial, Herbert Spencer, memandang ras, suku, bangsa sebagai subjek dari hukum alam yang melewati seleksi alam yang sama seperti pengamatan Darwin. Masyarakat dengan kekuatan kelompok yang kuat dapat melewati seleksi alam dan naik ke puncak dan berkuasa. Analogi ini sama dengan rantai makanan mahluk hidup yang dapat menjadi konsumen puncak dapat menempati posisi paling atas dan dapat berkuasa.

Dalam kapitalisme yang dicetuskan oleh Adam Smith yaitu asas laissez-faire memiliki definisi yaitu persaingan kelas tanpa batas yang pada akhirnya akan menghasilkan distribusi pendapatan yang adil. Darwinisme sosial, menurut Herbert, menitiberatkan bahwa kelompok atau negara terkuat akan menang. Karena kelas pemilik lebih bekerja keras, disiplin, dan hemat, maka mereka akan menang.

Ide-ide Spencer, sayangnya, dipelintir oleh orang-orang yang kemudian memproklamirkan diri sebagai mahluk yang “pantas” sehingga seluruh karyanya — termasuk ide-ide bagus — telah jatuh ke dalam ketidakjelasan dan keburukan, termasuk pemimpin Nazi, Adolf Hitler.

Adolf Hitler menganggap bahwa ras Arya merupakan ras yang superior, terkuat, dan paling unggul dibandingkan dengan ras lain. Hitler mengungkapkan gagasannya bahwa alasan ras Arya harus menempati posisi ras unggul dikarenakan mereka telah berevolusi ke tingkat yang lebih tinggi daripada ras lain, karena kondisi iklim Eropa yang keras mempengaruhi seleksi alam. Alhasil, darwinisme sosial telah menyokong elemen ideologi Nazi, termasuk ketidaksetaraan rasial, perjuangan rasial, dan kolektivisme.

Eugenetika

Pembersihan ras, terutama disabilitas, merupakan dasar dari Aktion T4 dan Holocaust. Program Euthanasia secara sistematis dilakukan pembunuhan kepada orang dengan penyandang disabilitas oleh dokter, pengadilan, dan institusi lain. Nazi menganggap orang penyandang disabilitas fisik dan mental sebagai orang “cacat” “tidak pantas menjalani hidup” atau “mulut yang tidak berguna”. “Mulut yang tidak berguna” merupakan serapan dari Bahasa inggris yang berarti “Useless mouth” merupakan adjektiva yang memiliki makna tidak memiliki manfaat atau tidak mampu berfungsi secara berguna.

Ideologi Nazi memberikan gagasan bahwa ras Arya harus menjadi ras superior yang jumlahnya tidak terkalahkan. Wilayah Nazi Jerman, setidaknya mampu menampung 70–80 juta ras Arya, sebuah negara dengan kekuatan penduduk yang tidak terkalahkan oleh bangsa lain. Sisi positifnya, rakyat dapat bereproduksi dengan jumlah yang banyak sehingga dapat meningkatkan populasi warga negara. Namun, pemerintah tidak segan memberikan kebijakan hukum mati bagi anak yang memiliki cacat fisik dan memiliki genetik yang lemah. Kebijakan keluarga yang dikeluarkan menolak pengendalian kelahiran dan aborsi, kecuali dengan karakteristik yang telah disebutkan di atas.

Pemahaman Eugenetika sebenarnya tidak hanya diimplementasikan oleh Nazi Jerman saja. Beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia juga mulai tersebar pemahaman ini yang berlandaskan superioritas kaum putih negara-negara Eropa. Studi menunjukkan bahwa di Australia muncul perang melawan perkawinan antara ras, ditunjukkan dalam semangat “breeding out the color” yang berasal dari penolakan pribumi dan nonpribumi (Eropa). Kebijakan ini diterapkan sebagai proyek nasionalis untuk menjaga Australia tetap putih dan mengurangi jumlah penduduk suku Aborigin.

Perang Dunia Pertama (1914–1918) yang membabat habis dua juta personil militer Jerman dijadikan alasan konkrit oleh Nazi untuk melaksanakan praktik eugenetika. Menurut politisi, ilmuwan, dan dokter paham far right di Jerman, hal terbaik yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan membunuh orang penyandang disabilitas demi memproduksi perluasan genetik terbaik.

Kesimpulan

Kejahatan perang ini perlu diingat sebagai momentum pembunuhan orang disabilitas yang tidak berdosa. Kejahatan genosida seperti Holokaus dan aksi T-4 memperpendek hidup orang dengan penyakit fisik dan mental yang parah. Negara perlu memberikan ruang aman kepada penyandang disabilitas fisik dan mental berupa pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan tempat tinggal yang layak dan apapun yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum disabilitas. Penting bagi masyarakat untuk berkaca pada sejarah berdasarkan sudut pandang orang sipil terutama bagi mereka, penyandang disabilitas. Supaya mereka dapat meninjau bagaimana pemerintah menyediakan perawatan dan pengobatan yang layak kepada mereka yang mengalami gangguan fisik dan mental yang parah.

Referensi:

Fishman, S. (1964). The Rise of Hitler as a Beer Hall Orator. The Review of Politics, 26(2), 244–256. doi:10.1017/S0034670500004769

Gittelman, M. (2006). The Holocaust, Racism, Mental Illness: Editor’s Introduction. International Journal of Mental Health, 35, 16–5.

Mueller, T., & Beddies, T. (2006). “The Destruction of Life Unworthy of Living” in National Socialist Germany. International Journal of Mental Health, 35(3), 94–104. http://www.jstor.org/stable/41345178

Robertson, M., Ley, A., & Light, E. (2019). AKTION T4 — IMPLEMENTATION AND RESISTANCE. In The First into the Dark: The Nazi Persecution of the Disabled (pp. 39–64). UTS ePRESS. http://www.jstor.org/stable/j.ctv1w36p9p.9

Robertson, M., Ley, A., & Light, E. (2019). The First into the Dark: The Nazi Persecution of the Disabled. UTS ePRESS. http://www.jstor.org/stable/j.ctv1w36p9p

Russell McGregor (2002) ‘Breed out the colour’ or the importance of being white, Australian Historical Studies, 33:120, 286–302, DOI: 10.1080/10314610208596220

Weikart, R. (2013). The Role of Darwinism in Nazi Racial Thought. German Studies Review, 36, 537–556.

Sumber Internet:

https://encyclopedia.ushmm.org/content/en/article/euthanasia-program diakses 31 Juli 2022.

https://prezi.com/z-y4jseqa79j/nazi-aktion-t4-a-prelude-to-reinhard-genocide/ diakses 31 Juli 2022.

https://www.lebenshilfe.de/informieren/familie/menschen-mit-behinderung-in-der-nazi-zeit diakses 31 Juli 2022.

https://www.marxists.org/archive/pannekoe/1912/marxism-darwinism.htm diakses 1 Agustus 2022.

--

--