Perubahan

Alvino Kusumabrata
The Enlighten
Published in
2 min readJan 10, 2024

Tahun baru telah usai. Hari-hari kemudian berdjalan seperti biasa. Akan tetapi, kegetiran dalam melihat kondisi dewasa ini penuh ketjemasan. Seorang pudjangga dari Prancis pernah menulis dalam suratkabar, “ketjemasan tidak akan pernah melahirkan apa pun ketjuali kegetiran jang tak berudjung”. Barangkali ia benar; tak sepenuhnja salah djuga.

Marx, atau Lenin — saja lupa, pernah menulis esai pandjang jang kira-kira berbunji begini: situasi sekarang tidak akan pernah putus sebab ia selalu menjambung dari sesuatu jang lampau. Elite-elite partai, politikus, atau menteri negara, setidak-tidaknja, memiliki koneksi dengan riwajat panjang suatu bangsa. Indonesia didirikan dengan penuh harapan dari mereka-jang-berdjuang-sejak-awal. Renungan Indonesia lahir, Menuju Republik Indonesia beredar, esai “Mencapai Indonesia Merdeka” ditelurkan dari bilik kecil. Ada satu benang merah yang tebal dari balik tulisan-tulisan yang beragam tjorak itu: ia tumbuh akan harapan tentang demokrasi.

Sukarno berdjuang demokrasi jang bukan half plus een, bukan djuga berada di tangan een person. Sjahrir, walau sedikit muram, masih pertjaja demokrasi bisa vital kembali. Tan, tidak hanja pertjaja demokrasi buruh bisa diwudjudkan, tetapi djuga memberikan djiwanja untuk keawetan demokrasi itu. Sukarno, Sjahrir, dan Tan telah tiada. Perubahan jang tidak tiada. Kondisi terus bergulir. Reformasi lahir walau setengah hati. 25 tahun Reformasi tidak kundjung tereformasi.

Seakan hantu masa-lalu masih sadja menggentayang reformasi yang berumur jagung. Tidak ada yang abadi memang. Perubahan terus terjadi. Siapa yang mengarahkan perubahan? Djika bersandar pada tangan konservatif, ia mengatakan pada sistem. Sistem itu abstrak; tak tahu seperti apa. Beda djikalau berpangku pada Jean Jaures, misalnja, ia penuh jakin — tidak setengah-setengah — untuk mengatakan: “Ra’jat”.

Saja pertjaja pada pendapat kedua, tidak terlalu populis atau realis. Toch, dalam kondisi saat ini, kita dipertontonkan dramaturgi jang menarik: anak naik tingkat ke pendhapa; Bapak membantu. Perubahan terdjadi dan menjerotjos. Semuanja berubah. Orang berlalu-lalang silang tudjuan.

Orang-orang tak bisa mengharapkan seseorang memiliki moral jang sama sepandjang zaman. Tidak bisa. Perubahan terus bergulir. Ia tentu berwatak baik — pada awalnja, tapi tak bisa dinafikan djika ia memutar moral demi sesuatu. Moral baru — jang ia putar, entah dapat penilaian jang baik atawa buruk — mendjadi tjara baru dalam menghadapi perubahan itu sendiri.

Semua tergantung pada kondisi jang berubah. Ia tidak bisa disangkal sama sekali. Tergantung bagaimana kita merespons perubahan itu: hendak melawan atau bertapa diri.

10 Djanuari, 2024.

--

--