Bagaimana jika pandemi nya adalah kita, dan COVID-19 adalah obatnya?

ariqgp
The Hommes Times
Published in
6 min readMar 24, 2020
Ilustrasi dari freepik.com

Sudah lebih dari 1 minggu, tepatnya pada 11 Maret 2020, WHO resmi mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi yang telah mendunia. Sebelum masuk ke topik, mungkin saya jelaskan secara singkat terlebih dahulu, apa itu COVID-19, dan apa dampak-dampak yang bisa ditimbulkan dari COVID-19.

COVID-19 adalah sebuah virus yang menyerang sistem pernapasan, dan dampak penyakit yang ditimbulkan bisa lebih parah jika orang yang memiliki virus, memiliki sistem imun yang lemah dan memiliki berbagai macam komplikasi penyakit.

Mungkin beberapa dari kita belum sadar, bahwa kita bisa saja memiliki COVID-19 di diri kita, namun tidak adanya gejala membuat kita tenang-tenang saja sehingga kita bisa seenaknya keluar rumah, lalu menularkan virus tersebut ke orang-orang yang memiliki sistem imun yang terbilang lemah, termasuk salah satunya lansia.

Itulah mengapa, untuk para pembaca, pentingnya kita untuk melakukan ‘physical distancing’ (term social distancing baru saja dirubah, per 24 maret 2020 ketika saya menulis ini), agar mencegah penularan yang semakin tersebar.

Untuk pencegahannya sendiri, kita dapat mencuci tangan kita secara rutin dan tetap menjaga kebersihan diri, karena virus COVID-19 dapat menular melalui kontak fisik, dan virus tersebut bertahan kurang lebih 10 menit pada permukaan benda. Pakai masker jika kita memiliki gejala.

.

.

.

Lalu apa sih dampak yang ditimbulkan? apa hanya dampak kesehatan?

.

.

.

Kesehatan menjadi salah satu dampak utama yang diberikan. namun, dampak yang ditimbulkan COVID-19 ternyata lebih dari itu.

Pandemi COVID-19 menyebabkan negara-negara di dunia mengalami resesi, akibat dari kebijakan lockdown berbagai negara yang otomatis membuat tidak adanya aktivitas bisnis antarnegara. selain itu, kebijakan workfromhome tidak implikasi nya tidak merata, apalagi bagi ukm-ukm kecil, atau pekerja pekerja yang sifatnya service, seperti dokter, pelayan, petugas pom bensin, dan sebagainya. Belum lagi, pekerja yang terpaksa menerapkan kebijakan physical distance ini membuat kehilangan pendapatan dan tidak bisa membiayai kehidupan keluarganya karena pekerjaannya tidak bisa menerapkan sistem work from home, namun terikat dengan kebijakan physical distancing ini. Resesi yang ditimbulkan ini berpotensi menjadi resesi yang masif, karena lesunya aktivitas ekonomi akibat kebijakan-kebijakan tersebut. lalu bagaimana negara china sebagai negara asal COVID-19 ini mewabah, dan tentu sebagai salah satu negara dengan kekuatan ekonomi yang disegani?

Data per Maret 2020 dari Mckinsey

Dari data tersebut, sudah terjadi recovery ekonomi yang dilakukan, namun terkendala karena sangat sedikit tenaga kerja yang kembali bekerja, meski perusahaan-perusahaan kembali beroperasi. dan angka masyarakat disana yang kembali bekerja masih menyentuh angka 50–60%. Bisa dibayangkan dampak ditimbulkan jika hampir seluruh negara menerapkan kebijakan yang sama? tentunya menyebabkan resesi yang masif bukan?

Selain dari segi ekonomi, COVID-19 juga berpengaruh terhadap kondisi psikis dari manusia. pernah gelisah ketika ada pengumuman orang yang positif terjangkit COVID-19, dan pada beritanya, disebutkan nama dan tempat ia tinggal?

“Jir, pak samsul kena corona. rumahnya deket rumah gue:(“

“OOoooo pantes si jamet gapernah nongkrong. ternyata kena corona”

persepsi-persepsi tersebut secara tidak langsung berdampak kepada kondisi psikis kita. terutama, dengan berkembangnya penggunaan media sosial, maka efek panik yang ditimbulkan bisa jauh lebih besar. Alih-alih fokus pada pencegahan dan penanganan, kebanyakan dari kita justru menganggap virus corona sebagai aib yang tidak boleh diketahui banyak orang. padahal sebenarnya, penanganan yang cepat dan tanggap menjadi kunci dalam menghentikan wabah virus corona ini. maka sebisa mungkin,persepsi-persepsi yang salah justru harus diluruskan.

selain itu, efek psikologi yang ditimbulkan juga didasari oleh masih banyaknya mind blocking dan mental blocking yang terjadi. banyaknya sesat pikir ini bisa menjadi bahaya, karena dalam konteks virus ini, dampaknya bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga orang lain

“Corona itu kan ciptaan tuhan, jadi jangan takut.”

“Penyakit, hidup, mati mah ditangan tuhan”

kalau mikirnya begitu mungkin bisa masuk ke kandang macan lalu berbicara seperti itu, kita lihat apakah reaksinya sama atau tidak.

“Tidak ada yang bisa menghentikan diri saya untuk berpesta, bercengkrama dengan banyak orang, dan melakukan aktivitas di luar. termasuk virus coron

mungkin korban-korban virus corona akan memukuli dan menghentikan orang ini di akhirat nanti.

dan masih banyak-banyak sesat pikir yang yang mungkin terdengar sepele,namun nyatanya penting dan sangat berpengaruh.

Dampak ekonomi, dampak psikologi, dan mungkin masih banyak dampak yang diberikan COVID-19 yang masih luput dari tinjauan saya. Namun dampak terbesar yang menghubungkan dampak-dampak tadi, menurut pandangan saya pribadi adalah soal dampak kemanusiaan yang ditimbulkan.

Bayangkan jika kita sebagai warga negara, dan satu masyarakat dunia, mengindahkan himbauan untuk menjaga kebersihan diri, dan memakai masker, atau menghindari keramaian. mungkin saja sekarang kita hanya menunggu beberapa hari saja sampai virus corona benar-benar hilang dan semua bisa kembali beraktivitas semua. atau setidaknya kita bisa sama-sama berpikir secara konstruktif dalam menyikapi wabah ini, dan tidak menjadi makhluk yang individualistis. tidak melakukan panic buying, tidak menimbun masker, menjual alat alat kesehatan dengan harga yang melonjak demi keuntungan pribadi.

Dampak untuk psikologi masyarakat juga bisa diminimalisir, dan kita sebagai seorang pemikir dan diberi akal pikiran juga dituntut untuk mengendalikan persepsi kita. Jika kita bisa mengerti bahwa ada sesuatu hal yang dapat kita kendalikan (persepsi kita pribadi) dan ada sesuatu hal yang tidak dapat kita kendalikan (tindakan orang lain, opini orang lain tentang kita), maka niscaya dampak psikis ini bisa kita atur pengaruhnya. semisal dalam kasus COVID-19, ada orang yang tidak mengindahkan himbauan pemerintah, tidak menjaga kesehatannya. hal yang pertama kamu bisa lakukan sebagai manusia yang baik, mungkin kamu bisa mengingatkan untuk tetap di jalan yang benar. namun jika ia tidak menunjukkan ada nya perubahan, maka tugasmu sekarang seminimal-minimal nya adalah menjadi manusia yang tidak melakukan dan menempuh jalan yang salah, dan mencegah hal-hal itu terjadi di manusia-manusia yang lain. Atau kamu menerima berita dari media-media yang tidak kredibel, lantas jika kamu memiliki kemampuan untuk mengendalikan persepsimu, setidaknya kamu tau mana hal baik yang bisa diambil, mana hal buruk yang tidak perlu diambil. ini akan mempermudah hidup kamu, dan kita dalam menjalani pandemi ini.

Saya pribadi percaya satu-satunya cara untuk mengalahkan pandemi ini dan membuat dunia kita kembali sehat seperti sebelumnya adalah dengan secara bersama-sama menegakkan kemanusiaan kita. hal-hal yang saya sebut kemanusiaan, juga melibatkan rasa empati,toleransi,peduli, dan hal-hal baik dan konstruktif lainnya. Akan sangat sulit untuk melewati ini semua, jika kita tidak bergerak bersama. Mungkin adanya koridor agama, norma, aturan, tiap negara memiliki warnanya tersendiri. Tapi bukannya seharusnya semua itu ada untuk mempersatukan kita? akan sulit jika masih ada manusia-manusia yang merasa dirinya paling benar, paling memiliki privilege, dan paling-paling yang lainnya.

Lantas mengapa tidak memandang musibah ini menjadi sebuah peluang? setidaknya ada peluang kita untuk memperbaiki kualitas hubungan kita dengan keluarga. setidaknya ada saat-saat kita memperbaiki kualitas waktu bagi orang-orang yang sudah terlalu penat dengan kehidupan sosialnya. setidaknya ada saat-saat kita untuk lebih produktif dengan berkarya,sambil melaksanakan pekerjaan atau tugas online. Ingat, semua tergantung bagaimana kita semua memandang suatu masalah. bisa jadi kita mendapatkan banyak berkah jika memang mindset yang kita tanamkan kita bisa belajar banyak hal dari pandemi ini.

Virus corona ini sebenarnya bisa dijadikan sebagai common enemy bagi umat manusia, untuk sama-sama memperbaiki diri masing-masing sebagai manusia dan saling membantu untuk mencapai dunia yang lebih baik untuk kemaslahatan semua. Jika virus ini saja menyebar dengan scope komunal, tidak mungkin mengharapkan semua ini berakhir dengan berharap pada diri sendiri saja, atau bahkan pemerintah saja, atau bahkan orang lain saja. Sudah menjadi kewajiban kita sebagai manusia untuk berdampak kepada orang lain dan lingkungan sekitar, bagaimanapun caranya.

Dan setelah dipikir-pikir, faktor manusia menjadi faktor besar untuk mengakhiri pandemi ini. lantas, siapa sebenarnya pandemi disini. apakah COVID-19? atau ternyata kita sebagai manusia? dan COVID-19 adalah obat dari racun-racun yang kita buat sendiri?

Karena saya pribadi percaya, bahwasanya tidak ada manusia tanpa kemanusiaan. maka saya mengajak teman-teman pembaca semua, untuk senantiasa memanusiakan diri sendiri, dan senantiasa memanusiakan orang lain.

Semoga kita semua selalu dalam lindungan. Stay safe, and Stay at home!

Referensi:

https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1

--

--