Pendidikan Andragogi, Pilihan yang Baru Kita Sadari di Tengah Wabah Corona

Daffa Dewantara
The Hommes Times
Published in
5 min readMar 29, 2020

Sebenarnya kita punya dua pilihan sebagai mahasiswa. Tetap menjadi anak-anak atau berusaha menjadi dewasa dalam kegiatan akademik di kampus. Tapi bangsatnya, karena wabah covid-19 yang sekarang menutup akses langsung ke kampus, kita dituntut untuk memilih pilihan yang kedua. Yaitu berusaha menjadi dewasa.

Walaupun kelihatannya akan sulit. Gapapa.

Memang sudah hampir 2 minggu ini kampus ditutup. Dan kerjaan saya cuma ngejar Anime One Piece, tidur, buka laptop, nonton One Piece lagi, ngerjain sedikit tugas. Sebagai informasi, satu episode One Piece setelah dikurangi opening dan closing berdurasi sekitar 16 menit. Jika 300 dikali 16 sama dengan 4800(empat ribu delapan ratus), maka kurang lebih 80 jam sudah saya pangkas habis. Padahal rasanya belum lama sejak saya lihat Ace mati ditoyor oleh seorang admiral angkatan laut.

Jadi apakah saya gagal menjadi orang dewasa dalam pilihan tersebut? :(

Melalui tulisan ini, saya akan berbagi hasil dari berbagai penelusuran yang telah saya lakukan berdasarkan pertanyaan barusan. Hingga akhirnya, saya telah berhasil menjadi orang dewasa — setidaknya menurut pacar saya sendiri, walaupun ada sedikit unsur pemaksaan.

Nico Robin. Tokoh favorit saya.. wkwk

Andragogi, Seni dan Ilmu Pembelajaran Orang Dewasa.

Sebelum masuk ke dalam bahasan yang lebih spesifik, kita juga perlu tahu konsep lawan dari andragogi, yaitu pedagogi. Mudahnya, pedagogi adalah suatu pendekatan dalam belajar dimana terdapat interaksi antar pengajar dan murid.

Dalam sejarahnya, pedagogi berkembang melalui pemikiran-pemikiran filsafat hingga menjadi sangat aplikatif dalam kehidupan saat ini; dari metode pengajaran ala Socrates sampai Gearson, dan John Dewey. Contoh aplikatif dari konsep pedagogi tentu saja bersinggungan dengan kebutuhan alat untuk mengajar. Durasi kuliah, lokasi kuliah, ukuran kelas, merupakan contoh hasil perkembangan dari aplikasi konsep pedagogi.

Disana, selama masih ada kurikulum terpadu, praktek pedagogi juga pasti terjadi. Karena kurikulum tersebut tentu saja merupakan suatu hal yang dibuat oleh pengajar kepada murid. Seperti yang kita temukan pada pendidikan jenjang strata-1.

Kita harus paham betul, konsep pedagogi benar-benar menekankan proses interaksi pengajar dan murid. Sehingga, dalam konsep pedagogi, pengajar harus memiliki tanggung jawab dan bersedia untuk mengevaluasi pekerjaan muridnya. Tidak heran kalau motivasi yang timbul pada murid menjadi sebuah kompetisi antar teman dalam proses belajar.

Nah, dari sedikit penjelasan diatas, kita seharusnya mulai terbayang dengan konsep pembelajaran orang dewasa — andragogi, yaitu lawan dari pedagogi. Bisa dibilang, andragogi merupakan konsep pembelajaran seumur hidup pada manusia. Andragogi merupakan seni dalam pembelajaran seorang dewasa.

Awal mulanya, andragogi dikenalkan oleh seorang guru di Jerman pada tahun 1833. Hingga se-kelarnya Perang Dunia II, Malcolm Knowles memisahkan andragogi dari lawannya, pedagogi.

Langkah awal yang kita perlukan dalam mempraktekkan pendidikan andragogi adalah dengan mengetahui sebab kita dalam mempelajari suatu hal. Ketika kita sudah mengetahui alasannya, maka kita sudah selangkah masuk ke dalam konsep pembelajaran andragogi.

Dalam konsep andragogi ini, murid tentu saja harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Termasuk dalam keputusannya untuk menentukan tujuan, hingga melakukan persiapan dan evaluasi mandiri terhadap suatu kegiatan belajar. Berkebalikan dengan konsep pedagogi, murid — orang dewasa — cenderung tertarik untuk belajar suatu hal yang secara langsung berhubungan dengan kehidupannya. Sehingga, proses pembelajarannya akan lebih menekankan pada penyelesaian masalah kehidupan; bukan terhadap suatu konteks keilmuan.

Melalui konsep andragogi, kita pantas untuk memunculkan motivasi dari dalam diri sendiri. Bukan dari tekanan eksternal seperti tuntutan calon perusahaan ataupun iklim kompetitif di kampus. Sehingga, kita dapat merasakan kebebasan dalam menuntut ilmu — belajar.

Konsep andragogi ini akhirnya membuat saya paham terhadap suatu proses pendidikan. Jika konsep andragogi dikaitkan dengan praktek pendidikan formal pada kampus, memang terlihat bertolak belakang. Sebab pada dasarnya pendidikan formal merupakan praktek pedagogi yang paling mudah kita dapatkan. Tapi pertanyaannya, apakah kita sebagai mahasiswa tetap dapat mempraktekkan suatu pembelajaran secara andragogis — andragogi?

Tentu saja bisa! Dengan hal hal sederhana seperti belajar memasak, menjahit, pertukangan, di rumah. Secara tidak sadar kita menjadi orang dewasa dengan belajar memasak opor di dapur. Disana, kita tidak berada di dalam suatu ruang kelas dengan kurikulum terpadu dan fasilitas-fasilitas tertentu.

Hal ini memang baru saya sadari ketika berada di rumah lebih banyak. Dengan sok-sokan menulis, membetulkan radio rusak, bahkan mencuci baju sendiri, membuat saya secara tidak sadar menjadi seorang pembelajar dewasa. Tentu begitu juga dengan One Piece! Selama saya dapat pembelajaran dari sana. Iya.

Intinya, suatu kesempatan untuk kita karena telah diberi waktu luang yang lebih banyak di tengah wabah mengerikan ini.

Perbedaan andragogi dan pedagogi, dari wikipedia.org

Sebenarnya agak heran juga, ketika saya langsung dianggap dewasa hanya dengan menceritakan konsep tadi kepada sang pacar. Entah karena saya yang terlalu mudah ditusuk oleh pujian, atau dia-nya yang sebenarnya tidak mengerti apa yang saya katakan. Tapi yasudahlah.

Seperti yang tadi saya ceritakan, kampus saya memang sudah ditutup selama 2 minggu; sampai waktu yang tidak ditentukan. Entah harus senang, karena kita dapat mempraktekkan pendidikan andragogi dengan lebih leluasa, atau tidak, karena ditutupnya kampus juga bukan karena tidak ada alasan.

Saya juga getir, sebenarnya, jika wabah covid-19 ini masih sampai berbulan-bulan lagi. Bagaimana dengan peringatan hari buruh nanti? Agak mustahil kan, kalau ada aksi dengan konsep social distancing? Atau kalau mau belajar dari kampus saya, aksi buruh itu diganti saja dengan mengerjakan resume paper yang dikumpulkan lewat google drive.

Kembali lagi, di tengah kondisi seperti ini, kita sebagai mahasiswa sepatutnya sadar bahwa kita memiliki pilihan lain dalam menanggapi proses belajar di kampus. Yaitu dengan memahami maksud dari pendidikan andragogi — pendidikan orang dewasa.

Tentu bukan berarti kita harus meninggalkan segala tugas yang diberikan secara online, walaupun saya juga malas. Tapi kita perlu berusaha menjadi dewasa dengan salah satunya memikirkan bagaimana cara kita belajar di saat seperti ini. Setelah paham, baru kita dipersilahkan untuk menyumpahi virus covid-19 yang sebenarnya menghambat kita dalam melakukan banyak kegiatan di luar. Termasuk ketemu pacar. Hehe.

Lalu terakhir, sebelum saya kembali melanjutkan Anime One Piece, saya jadi memikirkan lagi tentang 2 pilihan tadi pada paragraf pembuka. Karena bangsatnya, selama kita masih menjadi mahasiswa, ternyata mau tidak mau kita harus memilih kedua pilihan tersebut. Menjadi anak-anak dan dewasa dalam satu waktu.

Yogyakarta, 29 Maret 2020

Daffa Dewantara

--

--