Peranan Penting Data untuk Industry 4.0

Mari Beropini
The Hommes Times
Published in
6 min readJul 14, 2021

“The purpose of technology is not to confuse the brain but to serve the body.”

- William S. Burroughs

Sejarah Revolusi Industri

Bagi kita semua, istilah revolusi industri mungkin sudah tidak asing lagi. Singkatnya, revolusi industri adalah perubahan secara cepat dan mendasar yang menyangkut pengenalan teknologi mesin terhadap kegiatan di masyarakat, khususnya bidang ekonomi. Sebelum mengalami revolusi, kegiatan industri di masyarakat luas hanya bergantung pada kemampuan fisik manusia pada saat itu. Seperti yang kita tahu, kemampuan setiap manusia itu terbatas, contohnya adalah keterbatasan memindahkan barang yang memiliki bobot cukup berat. Hal ini tentu mengakibatkan ketidakefektifan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

http://www.biographyonline.net/scientists/james-watt.html

Revolusi industri telah mengalami tahapan perubahan sejak dimulai pertama kali pada abad ke-18. Bermula dari penemuan mesin uap oleh James Watt. Penemuan ini sangat mempengaruhi kualitas kerja seorang pelaku industri dalam menyelesaikan tugasnya. Mesin uap ciptaan James Watt menjadi penggerak utama dalam proses produksi serta mampu menggantikan mesin bertenaga air, udara, ataupun manusia. Penemuan mesin uap memicu adanya industrialisasi di Inggris. Dalam buku Sejarah Eropa: Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern (2012) karya Wahjudi Djaja, pabrik-pabrik di Inggris pada akhir abad ke-18 Masehi mulai menciptakan cara kerja baru dengan mengandalkan mesin uap. Revolusi Industri mengubah Inggris menjadi negara industri yang maju dan modern. Pada abad ke-18 Masehi pula Inggris mampu menempati urutan pertama dalam hal produktivitas perusahaan tekstil dan besi. Hingga saat ini, manusia sudah mengalami empat fase dari revolusi industri dan sekarang sedang menjalani Revolusi Industri 4.0.

Revolusi Industri 4.0

https://blogs.brighton.ac.uk/thedigitalrevolution/2018/04/03/uk-preparing-students-fourth-industrial-revolution/

Revolusi Industri 4.0 juga dikenal dengan istilah “cyber physical system”. Fenomena ini mengkolaborasikan teknologi siber dan teknologi otomatisasi. Teknologi yang ada dibuat bekerja secara otomatis dengan bantuan informasi dari data yang dimasukkan ke teknologi tersebut. Hal ini dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan karena mengurangkan faktor kesalahan yang dapat disebabkan oleh manusia. Dalam Revolusi Industri 4.0 setidaknya ada lima teknologi yang menjadi pilar utama dalam mengembangkan sebuah industri digital, yaitu:

1. Internet of Thing (IoT)

IoT merupakan sistem yang menggunakan perangkat komputasi, mekanis, dan mesin digital dalam satu keterhubungan (interrelated connection) untuk menjalankan fungsinya melalui komunikasi data pada jaringan internet tanpa memerlukan interaksi antarmanusia.

2. Big Data

Big Data adalah istilah yang menggambarkan volume besar data, baik terstruktur maupun tidak terstruktur. Namun bukan jumlah data yang penting, melainkan apa yang dilakukan organisasi terhadap data. Big Data dapat dianalisis untuk pengambilan keputusan maupun strategi bisnis yang lebih baik.

3. Artificial Intelligence (AI)

AI merupakan sebuah teknologi komputer atau mesin yang memiliki kecerdasan layaknya manusia dan bisa diatur sesuai keinginan manusia. AI bekerja dengan mempelajari data yang diterima secara berkesinambungan.

4. Cloud Computing

Cloud computing adalah teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat pengelolaan data dan aplikasi, dimana pengguna komputer diberikan hak akses (login) menggunakan cloud untuk dapat mengkonfigurasi peladen (server) melalui internet.

5. Addictive Manufacturing

Additive manufacturing merupakan terobosan baru di industri manufaktur dengan memanfaatkan mesin pencetak 3D atau sering dikenal dengan istilah 3D printing.

https://www.pdsol.com/news/what-is-industry-4-0/

Big Data

Dari keterangan di atas, Big Data adalah bagian dari pilar utama dalam keberlangsungan industri digital. Melanjutkan informasi di atas, data-data tersebut harus diolah sedemikian rupa untuk mendapatkan sebuah output yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu instansi. Karakteristik Big Data juga dapat dilihat dari gambar berikut.

https://mti.binus.ac.id/2018/06/28/2222/

Cara kerja lebih lanjut big data di industri ini adalah dengan melakukan integrasi, kelola, dan analisis. Integrasi data adalah menyatukan data dengan keterangan yang sama dari banyak sumber yang berbeda. Dari kondisi tersebut, big data membutuhkan lokasi penyimpanan yang dapat menampung data dengan skala terabyte, bahkan hingga petabyte. Oleh karena itu, sistem analisis juga memerlukan teknologi yang sangat maju karena tugas menganalisis data sebanyak itu merupakan tugas yang berat.

Masalah Integrasi Data Nasional

Di Indonesia, integrasi data merupakan suatu hal yang sampai saat ini masih dibenahi oleh pemerintah. Pemerintah sedang membangun platform Bernama “Satu Data Indonesia”, disingkat SDI, yang berisikan beraneka ragam data nasional. Akan tetapi, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Kementrian Kominfo, Bambang Dwi Anggono mengatakan bahwa saat ini setiap instansi pemerintah pusat dan daerah sudah memanfaatkan TIK dan memiliki sistem informasi masing-masing. Namun instansi-instansi itu mengaku memiliki data yang dilindungi oleh regulasi sekelas UU, sehingga sulit untuk diminta atau berbagi data elektroniknya. Hal tersebut ia sampaikan saat Rapat Koordinasi Optimalisasi Integrasi Big Data dalam rangka mewujudkan Satu Data Indonesia pada tanggal 13 Januari 2021. Hal ini menyulitkan proses integrasi data di Indonesia, sehingga sering kali masyarakat mengisi ulang data diri di setiap lembaga, contohnya pendidikan dan kesehatan.

https://aptika.kominfo.go.id/2020/01/peraturan-presiden-satu-data-indonesia-sdi/

Dalam Perpres Nomor 95 Tahun 2018, integrasi disebutkan sebagai sumber daya yang mendukung Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang mana sumber dayanya adalah data. Manajemen data yang terpadu menjadi pekerjaan tersendiri bagi pemerintah untuk mewujudkannya. Dan juga, efektivitas belanja pemerintah terhadap Teknologi Informatika dan Komunikasi (TIK) masih tidak efisien. Pada tahun 2018–2020, pemerintah menggelontorkan dana sekitar 1.000 triliun untuk belanja di bidang TIK atau 400 triliun setiap tahunnya.

Sementara itu, menurut survei infrastruktur Pusat Data yang dilakukan oleh Kementrian kominfo pada tahun 2018 menyatakan bahwa terdapat 2.700 Pusat Data di 630 Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Ini berarti rata-rata setiap instansi memiliki 4 Pusat Data. Padahal, utilisasi atau pemanfaatan Pusat Data dan perangkat keras hanya sekitar 30% dari kapasitasnya. Fakta ini mengindikasikan kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah dalam pengembangan perangkat SPBE sehingga banyak terjadi duplikasi anggaran belanja TIK.

“Pembelajaran mendalam sangat membutuhkan big data karena big data diperlukan untuk mengisolasi pola tersembunyi dan untuk menemukan jawaban tanpa pemasangan data yang berlebihan. Dengan pembelajaran yang mendalam, semakin banyak data berkualitas yang Anda miliki, semakin baik hasilnya.”

- Wayne Thompson (SAS Product Manager)

Kondisi Indonesia dalam Penerapan SPBE

Kualitas big data yang terintegrasi juga diperlukan di bidang lainnya, seperti dunia bisnis. Pengolahan data yang baik dan benar dapat meningkatkan kualitas pemasaran suatu perusahaan dalam menjual produknya. Kualitas data yang bagus juga dapat memetakan target konsumen yang tepat bagi sebuah produk. Selain itu, integrasi data sangat dibutuhkan di dunia kesehatan dalam hal catatan riwayat penyakit. Saat ini, setiap orang memiliki catatan riwayat penyakit berbeda di setiap rumah sakit. Hal tersebut tentu akan menyulitkan pencegahan atau mendeteksi kondisi tubuh seseorang terhadap penyakit. Integrasi data juga dapat mencegah adanya tindakan korupsi dari oknum-oknum pemerintahan karena setiap data yang diintegrasikan dengan baik dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dilihat oleh masyarakat Indonesia.

Pada tahun 2018, Indonesia menempati peringkat ke-107 EGDI (E-Government Development Index) yang dipublikasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara lain dalam hal digitalisasi. Pemerintah tentu perlu mengejar ketertinggalan ini demi mengikuti kondisi perkembangan zaman yang saat ini sangat bergantung pada teknologi digital sejalan dengan Revolusi Industri 4.0.

Jadi, sudah menjadi hal yang lumrah bagi kita untuk meminta pemerintah memperbaiki kualitas open data yang terintegrasi secara nasional. Hal ini dapat meningkatkan kreativitas masyarakat dalam menciptakan suatu hal yang baru dan menarik dalam dunia digital.

--

--