Kalian Bisa Aja Keluar dari Perusahaan Sekarang Juga!

Vero Blandine
timkecil
Published in
4 min readDec 14, 2018
Photo by Hieu Vu Minh on Unsplash

“Eh nanti kalo udah lulus, jangan masuk startup deh. Gajinya kecil..”

Tak bisa dipungkiri, kalimat-kalimat bernada cemoohan seperti diatas seringkali menggoyahkan saya untuk berkarir di perusahaan startup. Gambaran tentang kesuksesan yang selalu dihiasi oleh rangkaian cerita indah di perusahaan-perusahaan multinasional dengan segala fasilitasnya sudah pasti menggiurkan. Apalagi, banyak pandangan yang mengikrarkan startup sebagai usaha kecil yang tak serius.

Awal tahun 2013, sebuah startup milik salah seorang teman datang menghampiri. Tak sulit, menjadi admin sosial media dan mengurus segala kepentingan digitalnya. Ini bukan hal yang besar karena sejak 2002 saya sudah akrab dengan teknologi digital yang kala itu bermula dari platform chatting anonymous. Namun menjadi admin bukanlah keinginan saya, meski saat itu masih duduk di semester 2. Saya ingin sesuai yang besar dan menjadi pengalaman lucu untuk dikenang dimasa tua. Ya, begitulah saya menghargai setiap momen dalam hidup saya. Tawaran bernilai Rp 900.000 untuk mahasiswa semester 2 ini pun saya tolak untuk sebuah pekerjaan yang menurut saya lebih bonafit.

Saya yang mengawali karir sebagai penyiar radio, melamar di hotel sebagai petugas front office. Niatnya mendasar, saya ingin kenal lebih banyak orang lagi. Perjalanan baru di hotel rupanya tidak mengecewakan. Saya bahkan pernah mendapat promosi 2x dalam setahun. Gajinya? Lumayan. Jam tidur? Jangan ditanya. Bekerja di hotel, apalagi sebagai staf front office mengharuskan saya untuk bekerja shifting. Artinya, akan ada hari-hari dimana saya masuk kerja jam 3 sore dan sampai dirumah pada jam 1 pagi. Lelah? Mana kenal. Yang saya pikirkan saat itu adalah bagaimana saya bisa hidup tenang tanpa meminta jajan pada orang tua dan bebas nonton ke bioskop tanpa khawatir uang habis.

Saya menjadi hotelier hingga 2016. Pandangan saya mulai berubah saat saya bertemu dengan sebuah komunitas film di Bandung yang memamerkan produk-produk canggih sebelum film tayang. Apalagi nonton dengan gratis karena komunitas ini sering dapat endorsement dari beberapa pihak. Jelas ini menguntungkan.

Long short story, saya dengan pede-nya berkata dengan teman saya yang turut bersama saat itu. Gak nyampe setahun, lo liat aja, gue bakal jadi karyawan disono kata saya. Jeng! Benar. 3 bulan kemudian saya menjadi karyawan diperusahaan itu, hingga sekarang. Perusahaan startup. Karena saat itu kebutuhan finansial sudah membaik, gaji kecil di startup yang sering dibicarakan orang-orang sekitar saya tidak saya hiraukan. Untuk 6 bulan, saya masih punya tabungan kalau toh kurang. Niat saya awalnya hanya 6 bulan, namun hari ini sudah terbukti kalau 2 tahun lebih di startup merupakan pengalaman yang sempurna!

Berbicara tentang startup, apasih yang harus dipertimbangkan generasi 90an? Mungkin anda salah satu dari sejuta umat di dunia yang berpikir sebagaimana cerita ini dimulai. Tapi hati saya selalu tergelitik sejak mulai aktif interview calon karyawan selama beberapa bulan terakhir. Ya, perusahaan ini memang sedang melakukan ekspansi besar-besaran!

JANGAN TERJUN KALAU TAKUT GAGAL
Walaupun katanya Startup adalah usaha rintisan kecil yang cenderung belum stabil, saya tidak menyarankan anda untuk masuk ke ranah ini dengan niat “coba-coba”. Saya beruntung bisa kenal Obos yang paham betul bagaimana mendidik karyawannya untuk berkembang. Niat saya yang awalnya untuk “coba-coba” ditentang keras dengan satu kalimat singkat. Kalian semua bisa keluar dari perusahaan ini dengan segera, gue harap kalian sudah siap saat masa itu tiba. Gue harap kalian bakal tetep inget kalau siapa lu pada nanti adalah apa yang lu pelajari dari perusahaan ini. (Nulisnya aja sampai berkaca-kaca gini, jadi inget momen dimana obos marahin gue karena gue yang kurang becus. Kesel? Banget. Tapi berkat dimarahin Obos, gue jadi tau gimana cara menjadikan tim itu tetap sebagai manusia dan bukan asset untuk tujuan pribadi doang — red).

KECIL SIH, TAPI GAK ABIS ABIS
Kita lanjut pembahasan tentang gaji. Pendapatan saya di startup ini dibanding dengan yang saya dapat sewaktu bekerja di radio dan hotel memang terhitung kecil. Tapi jam kerja yang fleksibel, memungkinkan saya untuk eksplor lebih banyak hal dan bertemu lebih banyak orang. Ada sebuah kebanggaan untuk kenal dengan orang-orang yang sulit ditemui. Suasana kerja yang homey banget juga membuat saya betah untuk berlama-lama dikantor. Tak ada sungkan. Akhirnya? Saya jadi mager mau belanja-belanja atau bahkan sekedar nonton di bioskop. Kecuali nonton bulanan bareng sekantor seperti yang selalu dilakukan kantor ini. Well, it’s worth no matter what.

STARTUP ADALAH SOAL PASSION, NOT PAYCHECK
Semua orang yang saya kenal selalu ingin bekerja dilapangan pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya. Tak perlu membahas apa itu passion, tapi untuk terjun dan menyelam bersama di startup, anda harus benar-benar memiliki passion itu. Apa yang terjadi kalau tidak memiliki passion? Mudah, anda akan terserang rasa bosan dan mulai mengeluh tanpa henti. Saran saya, kalau gejala itu sudah terasa, segeralah keluar dari tempat dimana anda berada dan jangan limpahkan hal yang sama ke rekan kerja. Toxic.

2 tahun lebih bekerja diperusahaan ini, saya sudah bisa memiliki asset-asset kecil yang cukup berharga untuk saya. Kemungkinan untuk berkolaborasi dengan bendera lain membuka wawasan saya. Tak ada lagi pikiran untuk escape dari kenyataan. Tekanan dalam pekerjaan pasti ada, tapi selebrasi setelah semua itu terlewati adalah hal yang tak bisa saya lupakan. Semua kecut asam itu akhirnya akan ditelan juga dengan indah, semudah kita berkata “PUASSS”.

--

--