Habis Gelap Terbitlah Terang: Emansipasi Wanita di Indonesia

Travel-iing Indonesia
Travel-iing Indonesia
3 min readApr 21, 2019

Raden Ayu Kartini, hingga saat ini, masih dikenang sebagai perintis perjuangan emansipasi wanita di Indonesia. Hari kelahirannya, tanggal 21 April 1879, diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Kartini di Indonesia. Hal tersebut adalah bentuk penghargaan masyarakat dan negara Indonesia atas upaya Kartini memperjuangkan kesetaraan hak dalam pendidikan dan pernikahan. Upaya tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa di bawah pemerintahan Hindia Belanda dan adat Jawa semasa hidupnya, terdapat pembatasan-pembatasan hak wanita sehingga wanita tidak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan tinggi dan rentan mengalami ketidakadilan terutama dalam hal pernikahan.

Terlahir dari keluarga bangsawan Jawa, Kartini mendapatkan keistimewaan yaitu dapat bersekolah di ELS (Europese Lagere School) yang umumnya diperuntukkan bagi orang Belanda dan mempelajari bahasa Belanda hingga berusia 12 tahun. Sejak itu, Kartini mulai belajar sendiri dari berbagai buku dan majalah, serta berkirim surat kepada beberapa sahabat penanya di Belanda. Selain itu, Kartini juga berupaya untuk mengenyam pendidikan tinggi di Belanda, walau akhirnya beliau diberi kesempatan oleh pemerintah untuk masuk ke sekolah guru di Batavia. Namun, kesempatan tersebut tidak diambilnya dengan alasan sudah menikah dan mulai mengikuti adat Jawa saat itu yaitu melayani suaminya secara penuh.

Setelah Kartini, perjuangan untuk mewujudkan emansipasi wanita terus berlanjut. Kali ini, Travel-iing Indonesia telah menghimpun berbagai fakta terkait perjuangan emansipasi wanita sejak masa pemerintahan Hindia Belanda hingga kini.

Perjuangan Emansipasi Wanita pada Masa Hindia Belanda

Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, bahkan sebelum era Kartini, emansipasi wanita ternyata sudah ada dalam bentuk perjuangan bersenjata. Cut Nyak Dhien dari Aceh dan Martha Christina Tiahahu dari Maluku adalah segelintir tokoh wanita yang berjuang melawan pemerintah Hindia Belanda di daerahnya masing-masing. Selain perjuangan bersenjata, perjuangan emansipasi wanita juga dilakukan dalam bidang pendidikan. Maria Walanda Maramis dari Minahasa dengan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT), dan Dewi Sartika dari Jawa Barat dengan Sakola Kaoetamaan Isteri-nya merupakan organisasi pendidikan yang mengupayakan pendidikan bagi kaum wanita. Tidak hanya itu, emansipasi wanita juga terlihat dengan terjunnya H.R. Rasuna Said ke dalam kancah perpolitikan pergerakan Indonesia pra-kemerdekaan dengan mendirikan berbagai organisasi, aktif sebagai jurnalis, dan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS) dan Dewan Pertimbangan Agung.

Sakola Istri, Sekolah Perempuan Pertama Milik Dewi Sartika
(Sumber: fimela.com)

Perjuangan Emansipasi Wanita Pasca-kemerdekaan

Pada masa pasca-kemerdekaan, upaya mewujudkan emansipasi wanita dilakukan melalui organisasi. Gerakan Wanita Indonesia (Gerwis), yang kemudian berubah nama singkatan menjadi Gerwani, adalah contoh organisasi yang memperjuangkan reformasi hukum perkawinan, hak-hak buruh, dan nasionalisme Indonesia. Gerwani awalnya menjangkau kaum wanita yang ditelantarkan oleh suaminya, hingga akhirnya menjangkau kaum buruh dan petani. Karena memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia, serta diduga terlibat dalam G 30 S, Gerwani dilarang di Indonesia sejak itu.

Aktivis Gerwani di Penjara Bukit Duri, Jakarta
(Sumber: cnnindonesia.com)

Perjuangan Emansipasi Wanita pada Masa Orde Baru Hingga Sekarang

Pada masa orde baru, tepatnya pada tahun 1978, dibentuklah Kementerian Muda Urusan Peranan Wanita (yang kini bernama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dengan tugas pokok merumuskan, menetapkan, mengkoordinasikan, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Sejak awal hingga saat ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah dipimpin oleh 8 menteri wanita. Kini, dalam Kabinet Kerja 2014–2019, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dipimpin oleh Yohana Yembise, seorang menteri wanita pertama dari papua.

Pokja Perempuan memperingati Hari Perempuan Internasional
(Sumber: kbr.id)

Selain melalui kementerian, emansipasi wanita juga diperjuangkan lewat Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) dan berbagai lembaga swadaya masyarakat. Secara umum, lembaga-lembaga tersebut memperjuangkan pemberdayaan wanita dengan fokus pada masalah ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan. Selain itu, lembaga-lembaga tersebut juga fokus pada masalah kekerasan pada wanita.

Originally published at https://travel-iing.co.id on April 21, 2019.

--

--