Mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api

Travel-iing Indonesia
Travel-iing Indonesia
3 min readMar 24, 2019

Salah satu peristiwa bersejarah yang terkenal di Indonesia adalah Bandung Lautan Api. Peristiwa tersebut bahkan diabadikan dalam lagu “Halo-Halo Bandung” yang didalamnya digambarkan rasa nostalgia dan keadaan Kota Bandung dan sekitarnya saat itu. Namun, apa yang sebenarnya terjadi saat itu? Travel-iing Indonesia telah menghimpun sejumlah fakta terkait peristiwa Bandung Lautan Api.

Bandung Lautan Api adalah Klimaks dari Perjuangan Rakyat Bandung

Hingga tanggal 24 Maret 1946, tanggal terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api, sudah terjadi bentrokan bersenjata antara pihak pejuang, sekutu, dan Jepang di Kota Bandung dan sekitarnya. Konflik pada umumnya terjadi terkait dengan perebutan senjata antara ketiga pihak tersebut dan nasib para tawanan, baik orang-orang Belanda yang merupakan bekas tawanan Jepang, maupun para prajurit Jepang yang kini menjadi tawanan sekutu dan akan dipulangkan ke negara asalnya.

Sebelum sekutu dan NICA tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945, situasi di Kota Bandung sebenarnya sudah memanas akibat upaya para pejuang merebut senjata dari pihak Jepang yang saat itu sebenarnya masih kuat. Keadaan makin diperparah dengan kehadiran sekutu yang bertujuan untuk melucuti senjata dan memulangkan para prajurit Jepang serta membebaskan orang-orang Belanda yang ditawan. Namun pada praktiknya, sekutu dan NICA juga berusaha melucuti senjata dari tangan para pejuang serta mempersenjatai para tawanan yang baru saja dibebaskan. Tindakan sekutu dan NICA ini pun ditanggapi dengan perlawanan oleh para pejuang.

Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat di Dipati Ukur, Kota Bandung
(Sumber: Dinas Pariwisata Kota Bandung)

Perlawanan Para Pejuang Terjadi Tidak Hanya di Kota Bandung Saja

Selain pertempuran-pertempuran di sekitar pusat Kota Bandung (seperti Cikutra, Hotel Savoy Homann, daerah Lengkong Besar, dan Andir), ternyata pertempuran juga terjadi di pinggiran kota, seperti Bumi Siliwangi (Isola) hingga Lembang. Bahkan, pasca Bandung Lautan Api, terjadi juga pertempuran kecil di Dayeuh Kolot yang berakhir dengan meledaknya gudang mesiu di sana.

Perjuangan Rakyat Bandung Terus Berlanjut Pasca Peristiwa Bandung Lautan Api

Sebelum peristiwa Bandung Lautan Api, terjadi perdebatan antara pemerintah pusat (diwakili oleh A.H. Nasution) yang memerintahkan para pejuang untuk mundur ke selatan Kota Bandung dan Markas TRI di Yogyakarta (diwakili oleh Letkol Omon Abdurrahman) yang menginginkan untuk melanjutkan perlawanan. Hasilnya adalah para pejuang diperintahkan mundur, namun Kota Bandung dibumihanguskan agar tidak dapat dimanfaatkan oleh sekutu. Selain itu, perlawanan tetap dilanjutkan dengan membuat kantong-kantong pertahanan dan penyusupan di Kota Bandung dan sekitarnya.

Saat rencana bumi hangus dimulai, umumnya rakyat secara sukarela ikut membakar rumahnya agar tidak digunakan oleh sekutu dan mengungsi. Hal ini menunjukkan kesatuan antara rakyat dengan pejuang saat itu.

Rencana Bumi Hangus Para Pejuang Umumnya Berhasil Digagalkan oleh Sekutu dan NICA

Rencana bumi hangus Kota Bandung oleh para pejuang berhasil diendus oleh pihak sekutu dan NICA. Menanggapi rencana para pejuang, sekutu dan NICA melakukan upaya sabotase, sehingga bangunan-bangunan penting di Kota Bandung dapat diselamatkan dan dapat digunakan oleh sekutu dan NICA.

Rencana yang seharusnya dimulai tepat tengah malam, akhirnya dimajukan menjadi sekitar pukul 20.00, akibat sabotase pihak sekutu dan NICA. Hal ini menyebabkan persiapan dari para pejuang kurang matang, dan banyak lokasi penting yang luput dari api. Api akhirnya hanya membakar sedikit gedung dan kebanyakan membakar rumah warga.

Meledaknya Gudang Mesiu di Dayeuh Kolot Tidak Terjadi Bertepatan dengan Peristiwa Bandung Lautan Api

Berbeda dengan beberapa tulisan yang menceritakan tentang perjuangan Moh. Toha dan kawan-kawannya meledakkan gudang mesiu yang diklaim sebagai awal dari peristiwa Bandung Lautan Api, peristiwa ini sebenarnya terjadi berbulan-bulan setelahnya. Kejadian ini terjadi tepatnya pada tanggal 10 Juli 1946.

Monumen Pahlawan Mohammad Toha di Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung
(Sumber: serbabandung.com)

Terkait pelaku kejadian tersebut, banyak orang yang meyakini bahwa yang melakukannya adalah Moh. Toha dan kawan-kawannya, yang diperkuat dengan laporan yang terbit di koran pada tanggal 17 Agustus 1946. Namun, karena kurangnya informasi, hal tersebut sulit dipastikan kebenarannya. Selain itu, sebelum peristiwa berlangsung, Moh. Toha dikabarkan tidak melaporkan rencananya kepada atasannya saat itu.

Originally published at https://travel-iing.co.id on March 24, 2019.

--

--