Mewujudkan Solidaritas Antar Bangsa dalam Konferensi Asia Afrika

Travel-iing Indonesia
Travel-iing Indonesia
5 min readApr 18, 2019

Gedung Merdeka, yang saat ini telah menjadi museum di jalan Asia Afrika, Bandung, dahulunya sempat menjadi tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika pada tanggal 18–24 April 1955. Ditengah berkecamuknya Perang Dingin yang memecah dunia menjadi dua kubu, sekelompok negara di kawasan Asia dan Afrika pun bersatu dengan visi yang sama: mewujudkan perdamaian dunia dan melawan penjajahan antar bangsa, serta menggalang solidaritas antar kedua benua tersebut. 64 tahun telah berlalu sejak Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Namun semangat mewujudkan visi tersebut tidak lekang hingga saat ini. Terbukti, 50 tahun dan 60 tahun setelah Konferensi Asia Afrika pertama, telah diadakan pertemuan lanjutan yang menghasilkan Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika dan deklarasi kemerdekaan Palestina.

Kali ini, Travel-iing Indonesia telah menghimpun sejumlah fakta seputar berlangsungnya Konferensi Asia Afrika pertama tahun 1955.

Konferensi Asia Afrika Merupakan Akhir dari Rangkaian Konferensi yang Diadakan di Colombo dan Bogor

Konferensi Asia Afrika merupakan hasil dari Konferensi Colombo di Sri Lanka pada tanggal 28 April-2 Mei 1954 dan Konferensi Bogor pada tanggal 22–29 Desember 1954. Kedua konferensi tersebut dihadiri oleh perdana menteri dari 5 negara penyelenggara Konferensi Asia Afrika yang antara lain: Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamijoyo, Perdana Menteri Sri Lanka Sir John Kotelawala, Perdana Menteri India Pandit Jawaharal Nehru, Perdana Menteri Pakistan Muhammad Ali Bogra, dan Perdana Menteri Myanmar U Nu. Pada Konferensi Colombo, Ali Sastroamijoyo mengusulkan untuk menggelar konferensi yang mencakup negara-negara di Kawasan Asia dan Afrika dengan Indonesia sebagai tuan rumahnya, yang disepakati oleh para peserta yang hadir. Setelah itu, pada Konferensi Bogor dihasilkan beberapa keputusan terkait pelaksanaan Konferensi Asia Afrika yang antara lain: penetapan lokasi yaitu di Bandung pada tanggal 18–24 April 1955, penetapan negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika, dan tema yang akan didiskusikan.

Konferensi Asia Afrika Dihadiri oleh Lebih dari 29 Negara

Konferensi Asia Afrika akhirnya dilangsungkan dan dihadiri oleh 29 negara yang banyak diantaranya belum dan baru saja merdeka serta sejumlah negara besar, antara lain: Afganistan, Arab Saudi, Myanmar, Sri Lanka, Republik Rakyat Tiongkok, Ethiopia, Pantai Emas (sekarang Ghana), India, Indonesia, Irak, Iran, Jepang, Kamboja, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Mesir, Nepal, Pakistan, Filipina, Sudan, Suriah, Thailand, Turki, Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara), Republik Vietnam (Vietnam Selatan), Kerajaan Mutawakkilīyah Yaman (Yaman Utara), dan Yordania. Selain itu, Konferensi Asia Afrika turut dihadiri oleh perwakilan dari Siprus, Maroko, Tunisia, Brasil, Aljazair, Palestina, dan Afrika Selatan yang berstatus sebagai pengamat/observer.

Total delegasi negara yang hadir saat itu mencapai 1.500 orang yang diakomodasi dengan Hotel Homann, Hotel Preanger, dan penginapan lain di sepanjang Jalan Cipaganti, Lembang, dan Ciumbuleuit. Selain delegasi negara, Konferensi Asia Afrika juga dihadiri oleh 500 wartawan lokal dan asing. Untuk memenuhi kebutuhan transportasi antara penginapan dan lokasi acara, yaitu di Gedung Merdeka dan Gedung Dwiwarna, sebanyak 143 mobil, 30 taksi, 20 bus, dan 230 supir, serta 350 ton bensin dan 175 ton cadangan bensin dikerahkan saat itu.

Negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika pertama
(sumber: id.wikipedia.org)

Konferensi Asia Afrika Berlangsung Selama Seminggu Penuh

Selama 7 hari, sejak “Langkah Bersejarah” (The Bandung Walks) pada pukul 08.30 WIB tanggal 18 April hingga penutupan Konferensi Asia Afrika pada malam hari tanggal 24 April 1955, acara diisi dengan sidang-sidang yang membahas masalah politik, ekonomi, dan kebudayaan. Meskipun terdiri dari berbagai latar belakang ras, agama, dan pandangan politik, berkat sistem musyawarah dan mufakat serta rasa toleransi dan kekeluargaan di antara peserta konferensi dapat berjalan lancar dan tidak menemui kebuntuan.

Konferensi Asia Afrika akhirnya menghasilkan konsensus yang isinya adalah mengenai:

  1. Kerja sama ekonomi;
  2. Kerja sama kebudayaan;
  3. Hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri;
  4. Masalah rakyat jajahan;
  5. Masalah-masalah lain;
  6. Deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.

Deklarasi yang disebutkan pada poin ke-6 selanjutnya dikenal sebagai “Dasasila Bandung” (The Ten Principles of Bandung) yang isinya adalah:

  1. Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
  2. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
  3. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
  4. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
  5. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
  6. Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun serta tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
  7. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
  8. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
  9. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
  10. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika oleh Presiden Ir. Soekarno
(sumber: perpek.com)

Konferensi Asia Afrika Menginisiasi Dilangsungkannya Konferensi-konferensi Lanjutan

Konferensi Asia Afrika secara langsung telah membangkitkan semangat negara-negara di kawasan Asia dan Afrika untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Terbukti, Pantai Emas yang merupakan daerah jajahan Inggris akhirnya merdeka pada tahun 1957 dan berubah nama menjadi Ghana, dan Siprus merdeka pada tahun 1960 dari Inggris dengan Makarios III, delegasi Siprus pada Konferensi Asia Afrika, sebagai presiden pertamanya.

Pada Konferensi Asia Afrika ini, negara-negara peserta memberikan dukungan terhadap Indonesia dalam klaim atas Irian Barat, serta penghapusan dwikewarganegaraan oleh Republik Rakyat Tiongkok atas peranakan Tionghoa yang sempat menjadi isu yang panas di Indonesia.

Konferensi Asia Afrika juga menyadarkan negara-negara adikuasa seperti Amerika Serikat akan pengaruh dari dunia ketiga, terutama Indonesia, dalam percaturan politik dunia. Terbukti, Indonesia dalam kurun waktu satu dasawarsa menjadi salah satu negara yang terdepan dalam gerakan non-blok dan kelompok negara-negara berkembang (The New Emerging Forces/NEFOS).

Peringatan 60 tahun historical walk Konferensi Asia Afrika pertama
(sumber: asianafricanmuseum.org)

Lebih lanjut, Konferensi Asia Afrika telah mencetuskan solidaritas antar bangsa di kawasan Asia dan Afrika dalam berbagai bidang serta menginspirasi diselenggarakannya konferensi antarorganisasi, seperti Konferensi Mahasiswa Asia Afrika, Konferensi Solidaritas Rakyat Asia Afrika, Konferensi Wartawan Asia Afrika, dan Konferensi Islam Afrika Asia.

Originally published at https://travel-iing.co.id on April 18, 2019.

--

--