Pendidikan Pada Masa Politik Etis: Dorongan bagi Ki Hajar Dewantara untuk Merintis Pendidikan bagi Semua Kalangan

Travel-iing Indonesia
Travel-iing Indonesia
5 min readMay 1, 2019

130 tahun yang lalu, pada tanggal 2 Mei 1889, Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara lahir. Hingga kini, tanggal kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional untuk mengenang peran beliau sebagai pelopor pendidikan bagi kalangan Bumi Putera di Indonesia melalui didirikannya perguruan Taman Siswa. Salah satu dari tiga semboyannya yang terkenal, “Tut Wuri Handayani”, yang berarti “Dari belakang memberi dorongan” menjadi semboyan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Didirikannya Taman Siswa oleh beliau karena pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah memberlakukan segregasi terhadap berbagai kalangan. Kalangan Eropa, Indo-Eropa, priyayi/bangsawan, dan etnis Tionghoa bahkan ditempatkan pada sekolah-sekolah yang berbeda dengan kalangan Bumi Putera. Selain itu, para pelajar dari kalangan Bumi Putera juga menghadapi berbagai macam kendala seperti bahasa, standar kurikulum yang tinggi, serta biaya. Pada kesempatan kali ini, Travel-iing Indonesia kali ini akan membahas apa saja sekolah-sekolah yang ada di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda selain Taman Siswa.

Sekolah Dasar Negeri Pemerintah Hindia Belanda

Sekolah dasar yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang pertama adalah Europeesche Lagere School (ELS) yang diperuntukkan bagi kaum Eropa, Indo-Eropa, kaum priyayi/bangsawan, dan etnis Tionghoa/Asia non-bumi putera. Sejak diberlakukannya politik etis, golongan Bumi Putera yang mampu juga dapat bersekolah disini. Namun, sejak ada Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang diperuntukkan bagi kaum Bumi Putera dan Hollandsch-Chineesche School (HCS) bagi etnis Tionghoa, ELS kembali hanya diperuntukkan bagi kalangan Eropa saja. Ketiga sekolah tersebut menerapkan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan ditempuh selama 7 tahun.

Hollandsch-Inlandsche School
(Sumber: wikiwand.com)

Selain itu, ada juga Sekolah Rakyat ( Volkschool, Vervolgschool, & Schakelschool) dengan bahasa pengantar daerah. Sekolah Rakyat didirikan untuk mempersiapkan golongan Bumi Putera agar nantinya dapat melanjutkan ke sekolah kejuruan dan menjadi pegawai di Pemerintahan Hindia Belanda.

Sekolah Menengah Pemerintah Hindia Belanda

Pada tingkat menengah, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Hoogereburgerschool (HBS) yang diisi oleh kalangan Eropa, Bumi Putera, dan Tionghoa terpilih di Hindia Belanda. Masa pendidikannya adalah 5 tahun dan pendidikannya setingkat SMP dan SMA dengan bahasa pengantarnya adalah bahasa Belanda. Selain itu, kualitas pendidikannya setara dengan HBS di Belanda, sehingga tergolong berat. Lulusan HBS juga dapat langsung melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Tercatat, Presiden Soekarno pernah bersekolah di HBS dan melanjutkan studinya di THS.

Selain HBS, ada pula Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang setingkat SMP. Masa pendidikannya adalah 3 tahun dengan bahasa pengantarnya adalah bahasa Belanda. MULO terbilang sebagai alternatif dari HBS yang tergolong sulit. Meski begitu, MULO tidak kalah istimewa karena lulusan MULO dapat langsung mendaftar ke STOVIA (sekolah tinggi kedokteran). Selain itu, lulusan MULO juga dapat melanjutkan studinya ke sekolah pertanian, atau melanjutkan studinya di AMS.

Sebagai kelanjutan dari MULO, Algemeene Middelbare School (AMS) adalah sekolah setingkat SMA. Masa pendidikannya adalah 3 tahun dengan bahasa pengantarnya adalah bahasa Belanda. AMS didirikan untuk memperluas kesempatan untuk dapat masuk perguruan tinggi karena sebelumnya, yang dapat melanjutkan studi di perguruan tinggi seperti THS dan RHS atau bahkan universitas di Eropa hanya lulusan HBS saja.

Sekolah Vokasi (Vokonderwijs) Pemerintah Hindia Belanda

Untuk memenuhi kebutuhan pegawai dari kalangan Bumi Putera di Hindia Belanda, pemerintah saat itu mendirikan berbagai sekolah vokasi/kejuruan. Beberapa diantaranya adalah sekolah pertukangan Amachts leergang dengan bahasa pengantar daerah untuk mendidik para tukang dan Ambachtsschool dengan bahasa pengantar Belanda untuk mendidik para mandor di bidang mesin, perkayuan, perbatuan, listrik, dan otomotif. Ada pula Sekolah teknik ( Technish Onderwijs) dengan bahasa pengantar Belanda yang menghasilkan para pengawas atau mandor di bawah insinyur dan sekolah dagang/bisnis ( Handels Onderwijs) yang menghasilkan tenaga-tenaga administrasi bagi perusahaan-perusahaan di Hindia Belanda. Selain itu, ada sekolah pertanian ( Landbouw Onderwijs) untuk menghasilkan pengawas-pengawas pertanian dan kehutanan.

Perguruan Tinggi Negeri Pemerintah Hindia Belanda

Di Hindia Belanda, ada 3 perguruan tinggi yang terkenal, seperti STOVIA, THS, dan RHS. School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) adalah sekolah kedokteran yang awalnya diperuntukkan bagi kalangan Bumi Putera atas desakan akan kebutuhan tenaga medis di wilayah Hindia Belanda, namun akhirnya menerima semua kalangan. STOVIA menerima lulusan MULO dan ditempuh selama 7 tahun. Ki Hajar Dewantara pernah menempuh studi di STOVIA, namun tidak sampai lulus karena sakit. Dr. Cipto Mangunkusumo, rekannya di Indische Partij (Partai Hindia/Indonesia) dan salah seorang dari “Tiga Serangkai” juga menempuh studinya di STOVIA. Kini, STOVIA menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ada pula Technische Hoogeschool (THS), yang merupakan perguruan tinggi pertama di Hindia Belanda (didirikan pada tahun 1920) yang terbuka bagi semua kalangan. THS menerima lulusan HBS dan AMS dan ditempuh selama 5 tahun. THS dibentuk karena kebutuhan akan tenaga teknik (insinyur) serta situasi Perang Dunia I yang menyebabkan terganggunya hubungan antara Belanda dan wilayah jajahannya. THS kini berubah menjadi Institut Teknologi Bandung.

Technische Hogeschool te Bandoeng
(Sumber: wikipedia.org)

Terakhir, Rechtshoogeschool (RHS) atau sekolah tinggi hukum yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan Hindia Belanda akan praktisi hukum seperti jaksa atau hakim. RHS menerima lulusan AMS dan HBS dari berbagai kalangan. Pendidikan di RHS dapat ditempuh selama 5 tahun dengan bahasa pengantar Belanda. Kini, RHS telah menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Sekolah-sekolah yang Didirikan Selain oleh Pemerintah Hindia Belanda

Selain Taman Siswa, didirikan pula Ksatrian Instituut (sekarang menjadi SMP Negeri 1 Bandung) oleh Dr. Danudirja Setiabudi (Ernest Douwes Dekker) yang terbuka bagi semua kalangan, terutama peranakan Indo-Eropa, yang kental dengan nasionalisme Indonesia. Ada pula Sekolah Muhammadiyah yang didirikan oleh Muhammad Darwis (K.H. Ahmad Dahlan) yang mulai mengadopsi sistem madrasah.

SMP Negeri 1 Bandung, yang dahulu bernama Ksatrian Instituut
(Sumber: infobdg.com)

Sejak Islam masuk ke Indonesia, sudah ada pesantren-pesantren dan perguruan yang mengajarkan ilmu agama Islam. Namun, pesantren yang ada di Indonesia terhitung terlambat mengadopsi sistem sekolah/madrasah yang lebih modern. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa Ki Hajar Dewantara sebenarnya memelopori sistem pendidikan modern yang terbuka bagi semua kalangan di Indonesia. Pesantren yang mulai mengadopsi sistem yang lebih modern diantaranya Pesantren Gontor dan Pesantren Diniyyah Puteri Padang Panjang.

Nah, akang teteh, kini visi dari Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan yang terbuka bagi semua golongan pada masa kini dapat dibilang mulai tercapai. Bahkan, batasan-batasan seperti ekonomi sekalipun dapat dilampaui dengan program beasiswa yang makin banyak tersedia. Meskipun begitu, memang masih ada keterbatasan-keterbatasan yang masih harus diatasi, seperti yang terjadi di daerah pelosok dan terluar di Indonesia. Semoga, kedepannya, pendidikan di Indonesia makin dapat menjangkau semua kalangan dan Indonesia makin maju berkat sumber daya manusianya yang makin terdidik serta memberi kontribusi yang sebesar-besarnya bagi nusa dan bangsa. Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Originally published at https://travel-iing.co.id on May 1, 2019.

--

--