Penerapan Analisis Sastra dalam Proses Desain

Meiga Tutiarta
Traveloka Design
Published in
6 min readDec 2, 2016
All photos by Azis Pradana

Judul di atas itu membosankan sekali. Namun, judul-judul “njlimet” seperti ini kadang bisa mendatangkan banyak klik. Buktinya kamu sendiri mengklik.

Perkenalkan. Namaku Meiga, Product Copywriter di Traveloka. Pasti sekarang kamu jadi bertanya-tanya, sebenarnya Product Copywriter itu apa.

Coba kamu buka Traveloka App, lalu pesan tiket pesawat ke Praha. Orang-orang sepertikulah yang menulis kata Pesan Sekarang, lalu memandumu mengisi Data Pemesan dan Data Penumpang. Aku juga yang akan mengingatkanmu lewat pesan berwarna merah ketika kamu tidak sengaja memasukkan karakter ‘@L4y’ ke dalam kotak isian. Lantas, aku akan mengarahkanmu untuk mengetuk tombol Lanjut ke Pembayaran dan menuntunmu ke halaman e-tiket sewaktu kamu telah berhasil melakukan pembayaran. Aku pun bisa memandumu untuk sekaligus memesan kamar hotel di sana. Jadi, persiapan liburanmu terasa jauh lebih mudah.

Aku masuk ke dalam pikiranmu dan mensugestimu melakukan hal-hal yang kumau. Namun, kamu tidak menyadari itu.

Seperti sekarang ini.

Kamu terus membaca tulisanku padahal tidak benar-benar menginginkannya. Namun, kamu penasaran dengan judul yang kutulis. Apa hubungannya analisis sastra dengan proses desain? Begitu tanyamu di dalam kepala. Memangnya sastra ada analisisnya?

Lalu sekarang hatimu mencelos. Kamu mulai takut karena mengira aku sedang membaca pikiranmu.

Tidak, aku tidak bisa membaca pikiran. Aku mahir melakukan ini karena memang mempelajarinya saat kuliah. Aku yang waktu itu kuliah Sastra, terlatih mengobservasi manusia. Karenanya, aku bisa memperkirakan reaksimu sewaktu membaca kata-kata tertentu.

Di masa itu, aku kerap melakukan dekonstruksi teks. Dekonstruksi berarti membaca sebuah teks sebagai strategi, karena teks tidak selalu ditulis berurutan, dan sebuah teks bisa memiliki jaringan makna yang kompleks. Selama bertahun-tahun, aku melakukan itu untuk mempelajari bagaimana setiap kata dalam teks dapat memicu reaksi manusia.

Saat melakukannya, aku menggunakan banyak alat bantu: berbagai teori yang jika kujabarkan akan membuatmu sakit kepala. Maka, kusederhanakan saja untukmu: setiap analisis akan dimulai dengan membedah unsur intrinsik yaitu alur, latar, tokoh, dan sudut pandang. Ajaibnya, empat unsur ini ternyata sangat membantuku dalam proses desain.

  1. Alur
Gunakan alur maju saat mendesain sebuah produk.

Nama lainnya adalah jalan cerita. Unsur ini yang menjaga cerita agar tetap masuk akal. Ada tiga macam alur: maju, mundur, dan campuran.

Dalam mendesain sebuah produk, alur akan membantumu membuat product flow. Berapa banyak screen dalam fitur ini? Apa saja action yang harus dilakukan User? Apa saja kemungkinan gagalnya? Kapan User ini harus ditolong? Kapan User harus menyerah dan mengulang prosesnya kembali dari awal? Semuanya dapat terjawab dengan menulis alur cerita. Tentunya, kita harus menggunakan alur maju.

Alur campuran (maju-mundur) berarti produkmu membingungkan. User tidak percaya diri untuk melanjutkan action-nya dan memilih menekan tombol back hanya untuk memastikan kembali apa yang ada di halaman sebelumnya. Alur mundur berarti produkmu gagal.

Setiap kali melihat flow lengkap sebuah fitur, sebuah cerita dengan alur maju langsung terbayang di benakku: User akan menjelajah dari satu screen ke screen lainnya. Jika di tengah-tengah ia tersesat, maka akan banyak pesan berwarna merah dan kuning untuk memandunya kembali ke jalur yang seharusnya. Tenang saja, selama mengikuti panduanku, ia akan selamat sampai screen terakhir dan hidup bahagia selama-lamanya.

2. Latar

Latar bertugas untuk membangun suasana pada product flow.

Dalam teknik penulisan cerita, latar bertugas untuk membangun suasana. Itulah mengapa film horor selalu berwarna lebih gelap dibanding film drama.

Lantas, bagaimana dengan desain produk? Jika alur digunakan untuk menentukan berapa banyak screen yang akan kamu buat, maka latar akan membantumu membangun suasana di setiap screen itu. Kamu bisa menentukan apakah User akan berakhir tragis atau bahagia, dengan mengatur latarnya.

Dalam sebuah cerita, ada banyak latar yang terlibat: latar tempat, latar waktu, latar sosial, latar budaya, latar sejarah, dan berbagai macam latar lainnya. Untuk pekerjaanku, kupersempit latarnya menjadi dua: latar tempat dan latar sosial.

Latar tempat: Indonesia. Dari sini, ada turunan berupa latar waktu yaitu tahun ini. Latar sosial: kompleks. Kadang aku ingin sekali mengabaikan hal ini, tetapi bagian ini sangat penting untuk melatih empati pada User. Dari latar sosial ini, ada beberapa turunan yang bisa kudapat yaitu latar budaya dan latar sejarah. Penting untuk mengetahui budaya dan sejarah dalam timeline yang panjang karena apa yang terjadi di masa lalu pasti berpengaruh pada kehidupan kita hari ini.

Kudengar, sebelumnya repot sekali untuk membeli tiket pesawat dari Indonesia, apalagi jarak jauh. Maka, ada baiknya membangun suasana agak fun pada produk yang kukerjakan untuk merayakan kemudahan yang akan didapat oleh User.

3. Tokoh

Pilihlah satu tokoh utama untuk satu produk.

Ini bagian favoritku: menentukan tokoh cerita. Sebenarnya, inti dari sebuah cerita adalah perubahan karakternya. Perubahan itu terjadi lewat banyak peristiwa (yang tersusun dalam sebuah alur).

Biasanya aku memilih satu tokoh untuk satu fitur. Bagaimana caraku menentukan tokoh-tokoh itu? Dengan mengobservasi sekelilingku.

Dua tokoh ini adalah favoritku:

Tokoh pertama: Laki-laki A.

Ciri pembeda (ciri pembeda adalah bagian terkecil dari seorang tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain dan terlihat secara kasat mata): Warna kemeja dan celananya tidak serasi. Kerah kemejanya tidak rapi. Makan dengan sangat cepat.

Plus: Efisiensi (mengenakan apa pun yang pertama kali dilihatnya di dalam lemari, tidak membuang-membuang waktu saat makan).

Minus: Tergesa-gesa (tidak mengecek lagi kerah bajunya sebelum berangkat).

Fitur yang cocok: Travelers Picker (tidak perlu mengisi data penumpang), My Cards (tidak perlu mengisi data kartu kredit, transaksi selesai kurang dari satu menit).

Challenge untuk Copywriter: User ini tergesa-gesa. Tulis copy dengan clear dan concise, tanpa basa-basi (message untuk di-emphasize harus ada di bagian awal kalimat).

Catatan tambahan: Mungkin ia tidak membaca Halaman Review. Mungkin e-tiketnya tidak terbit karena ia salah mengisi data. (?)

Tokoh kedua: Perempuan B.

Ciri pembeda: Warna ikat rambut, cardigan, kaus kaki, dan botol minumnya serasi. Selalu mengeluhkan menu makan siangnya.

Plus: Attention to details (ia peduli pada warna kaus kaki).

Minus: Penggerutu.

Catatan: Cocok untuk user testing. Perempuan B pasti akan langsung menemukan ketidaksempurnaan dalam mockup design dan akan memberi banyak insights (note: cari tahu namanya, beri ke User Interface Designer).

Tips: Tidak perlu melakukan interaksi langsung saat melakukan observasi ini karena kamu hanya bisa melihat sesuatu dengan objektif dari jarak yang tepat.

4. Sudut Pandang

Bagaimana caramu bertutur pada User? Sebagai teman akrab atau sebagai seseorang yang sangat sopan dan menjaga jarak?

Sudut pandang adalah bagaimana cara penulis bertutur sepanjang cerita. Dari beragam sudut pandang yang ada, sudut pandang orang ketiga di luar cerita adalah yang paling pas untuk digunakan bertutur dalam sebuah produk.

Dengan sudut pandang ini berarti si pencerita berada di luar cerita sehingga memiliki perspektif yang sangat luas, si pencerita serupa dewa yang melihat segalanya dari atas. Namun di saat yang sama, ia pun bisa berada di mana-mana.

Sebagai Copywriter, penting untuk tahu kapan waktunya duduk manis sambil melihat-lihat seperti dewa serta kapan harus terlibat langsung dalam perjalanan User. Jadi, kapankah waktunya? Aku bisa duduk manis saat User mengisi formulir pemesanan karena aku telah menuliskan kalimat-kalimat pemandu untuknya. Namun, saat ia melakukan kesalahan, aku akan langsung beranjak dari tempat dudukku dan lari ke hadapannya membawa berbagai macam kalimat peringatan.

Nah, artikel ini sudah selesai. Pasti sekarang kamu jadi berpikir. Ternyata ada hal-hal lain yang dilakukan Copywriter selain menulis copy. Jika ia sedang duduk lama-lama di pantry atau tiba-tiba tampak melamun di mejanya, berarti ia sedang mencari “mangsa”. Siapa yang akan menjadi tokoh utama untuk produk selanjutnya?

Mungkin kamu, atau seseorang yang duduk di sampingmu. Atau seorang lainnya yang kamu bagi cerita ini.

--

--