Ulah Barbar 212, Wartawan Tidak Meliput Diprotes, Wartawan Meliput Dicekik dan Dicakar

Seword
TribunNews
Published in
3 min readFeb 23, 2019

Para oknum 212 selalu saja bikin masalah di negeri ini. Mereka merasa paling benar sendiri, dan yang lain selalu salah.

Buktinya, terjadi pada wartawan. Apa yang dilakukan wartawan tidak ada yang benar di mata 212. Tidak diliput protes. Diliput wartawan diintimidasi.

Masih ingat acara Reuni 212, 2018 silam? Saat itu panitia reuni berniat mendatangi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyampaikan nota keberatan terkait banyaknya media yang tidak memberitakan acara mereka.

“Kami akan mendatangi KPI, ingin diskusi, mengadu apa yang sedang terjadi di negeri ini, serta menyampaikan surat keberatan kami terhadap sejumlah media,” kata Ketua Panitia Reuni 212, Bernard Abdul Jabar, (7/12/2018).

Bernard mengatakan, tujuan PA 212 datang ke KPI untuk mengingatkan media terkait fakta sejarah besar yang terjadi pada Reuni 212.

Menurut Sekjen Komisi Nasional Anti Pemurtadan (KNAP) tersebut, Reuni 212 mempunyai hak publik untuk disiarkan.

Akan tetapi, Bernard tidak menyebutkan nama-nama media apa saja yang akan dilaporkannya ke KPI tersebut.

Selain itu, bernard menyampaikan, panitia Reuni 212 yang terdiri dari GNPF Ulama, FPI dan PA 212 akan membuat seruan untuk memboikot media yang tidak menyiarkan acara mereka.

“Kami akan sebarkan seruan untuk tidak menonton media-media itu,” ujarnya.

Tidak hanya panitia Reuni 212 loh, yang geram kepada wartawan, terkait minimnya pemberitaan acara Reuni 212. Tapi, tamu kehormatan mereka, Prabowo pun turut geram.

Prabowo memprotes media massa, yang tidak menyebutkan bahwa masa yang hadir di reuni 212 mencapai angka belasan juta orang.

“Hampir semua media tidak mau meliput sebelas juta lebih orang yang kumpul,” kata Prabowo, (5/12/2018).

Wauw, belasan juta. Bukankah jumlah penduduk DKI Jakarta saja tidak sampai 11 juta? Hehehe

“Saya kira ini kejadian pertama ada manusia kumpul sebanyak itu tanpa dibiayai siapa pun,” ujar Prabowo.

Hahaha. Gak nyangka, ternyata papa Didit lebay juga.

Prabowo tidak terima dengan pemberitaan media yang menyebut masa yang hadir di reuni 212 hanya belasan ribu. Dan menuding media-media tersebut telah memanipulasi demokrasi Indonesia.

“Media-media yang mengatakan dirinya obyektif, Bertanggung jawab untuk membela demokrasi, padahal justru mereka ikut Bertanggung jawab menjadi bagian dari usaha manipulasi demokrasi,” ujar Prabowo dengan nada kesal.

Dengan tidak meliput Reuni 212, menurut Prabowo, media-media itu telah menelanjangi diri sendiri di hadapan rakyat Indonesia.

“Ada belasan juta mereka tidak mau melaporkan,” kata jenderal pecatan itu.

Tidak berhenti sampai disitu, Prabowo juga menuding wartawan telah menghianati tugasnya, karena tidak memberitakan acara Reuni 212.

Prabowo merasa, wartawan mau meliputnya, hanya ketika ia salah bicara saja.

“Ada media di sini? Saya khawatir wartawan ke sini hanya nunggu saya salah bicara. Karena Prabowo kalau bicara enggak pakai teks,” tutur Prabowo mengungkapkan rasa kesalnya kepada wartawan.

Kampretnya, setelah acara 212 diliput oleh media, seorang wartawan, justru dicekik, dicakar, dan bajunya ditarik oleh oknum 212.

Bagaimana ceritanya?

Pada acara munajat 212, yang diselenggarakan di kawasan Monas (21/2), beberapa orang ditangkap, karena membuat kericuhan di acara tersebut.

Mereka dituduh telah mencopet.

Pada saat panitia menarik pencopet itu, wartawan dilarang oleh Laskar Pemuda Islam (LPI) meliput dan mengambil gambar kejadian.

Salah seorang wartawan DetikTV sempat mengabadikan kejadian itu lewat HP.

Saksi mengatakan, korban dilarang keras mengambil gambar kericuhan yang terjadi di acara munajat 212 tersebut.

Bahkan korban disuruh untuk menghapus gambar yang telah diambilnya.

“Nah satu wartawan, S, kebetulan paling dekat dan merekam di lokasi kericuhan. Mungkin orang LPI sadar kalau S merekam full. Dia paling dekat. Kemudian dia paksa S untuk hapus rekaman,” ungkap saksi.

Saksi mengaku bahwa wartawan DetikTV itu juga mendapat perlakuan kasar dari Laskar Pemuda Islam. Korban tidak hanya mendapat hardikan, tapi juga diintimidasi secara fisik. Massa Laskar Pemuda Islam (LPI) berkumpul mengelilingi korban yang sedang diintimidasi.

“Sempat ada perlakuan kasar kepada S. Dicekik, dicakar, kemudian bajunya ditarik-tarik,” ucapnya lagi.

Pasca kejadian intimidasi itu, Laskar Pemuda Islam bungkam, seperti tidak pernah berbuat dosa. Mereka tetap menjalankan aktivitasnya sehari-hari, seperti biasa.

Bagaimana jadinya, negeri ini, kalau preman yang dibungkus oleh jubah agama itu berkuasa?

Siap-siap porak-poranda.

Baru berdiri di belakang capres oposisi saja, mereka sudah bertindak semena-mena terhadap wartawan. Bagaimana kalau dapat jabatan atau kedudukan?

Memang bener, yang namanya preman, mau dibungkus pakai apa saja, agama, jubah putih, peci putih, ya tetap preman. Kelakuannya pun tetap barbar, mengintimidasi orang-orang yang tidak sejalan dengannya.

Apakah kita mau, para preman berbungkus agama ini berkuasa di negeri ini, yang saat ini berada di kubu sebelah? (Fery Padli/Seword)

--

--