Wartawan Diintimidasi, Neno Ancam Tuhan, Jadi Munajat 212 Itu Niatnya Doa Atau …

Seword
TribunNews
Published in
4 min readFeb 23, 2019

Semalam di Monas ada acara munajat 212. Munajat itu biasanya identik dengan doa. Upaya meminta dengan sungguh-sungguh ke Allah agar hajat kita terkabul. Tapi munajat semalam membuat saya ragu, mereka ini sungguhan berdoa atau bagaimana?

Wartawan Diintimidasi

Anda pasti sudah baca beritanya tadi. Dari broadcast AJI saya dapat info seperti ini :

Sejumlah jurnalis menjadi korban kekerasan, intimidasi, dan persekusi oleh massa yang menggunakan atribut Front Pembela Islam (FPI). Peristiwa itu terjadi di kawasan Monas, Jakarta, saat kegiatan Munajat 212 digelar pada Kamis 21 Februari 2019. Koordinator Liputan CNN Indonesia TV, Joni Aswira yang berada di lokasi menjelaskan kejadian tersebut. Malam itu, belasan jurnalis dari berbagai media berkumpul di sekitar pintu masuk VIP, dekat panggung acara. Mereka menanti sejumlah narasumber yang datang untuk diwawancarai.

Tiba-tiba di tengah selawatan sekitar pukul 21.00 WIB, terjadi keributan. Massa terlihat mengamankan orang. Saat itu, beredar kabar ada copet tertangkap. Para jurnalis yang berkumpul langsung mendekati lokasi kejadian. Beberapa di antaranya merekam, termasuk jurnalis foto (kamerawan) CNN Indonesia TV. Kamera jurnalis CNN Indonesia TV cukup mencolok sehingga menjadi bahan buruan sejumlah orang. Massa yang mengerubungi bertambah banyak dan tak terkendali. Beberapa orang membentak dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam beberapa detik.

Saat sedang menghapus gambar, Joni mendengar ucapan bernada intimidasi dari arah massa. “Kalian dari media mana? Dibayar berapa?”, “Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!

Nasib serupa juga dialami wartawan Detikcom. Saat sedang merekam, dia dipiting oleh seseorang yang ingin menghapus gambar. Namun, dia tak mau menyerahkan ponselnya. Massa kemudian menggiring wartawan Detikcom ke dalam tenda VIP sendirian. Meski telah mengaku sebagai wartawan, mereka tetap tak peduli. Di sana, dia juga dipukul dan dicakar, selain dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang. Namun akhirnya ponsel wartawan tersebut diambil paksa. Semua foto dan video di ponsel tersebut dihapus. Bahkan aplikasi WhatsApp pun dihapus, diduga agar pemilik tak bisa berkomunikasi dengan orang lain. Usai kejadian itu, korban langsung melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum.

Jurnalis CNNIndonesia.com yang meliput di lokasi kejadian ikut menjadi saksi kekerasan tersebut. Sementara jurnalis Suara.com yang berusaha melerai kekerasan dan intimidasi itu terpaksa kehilangan ponselnya.

Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Kerja-kerja jurnalistik itu meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik. Selain itu, mereka juga bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan massa FPI tidak hanya terjadi kali ini saja. Sebelumnya massa FPI pernah melakukan pemukulan terhadap jurnalis Tirto.id Reja Hidayat di Markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 30 November 2016 lalu.

Atas intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tersebut, AJI Jakarta menyerukan dan menyatakan:

1.Mengecam keras tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan massa FPI terhadap para jurnalis yang sedang liputan Munajat 212.

2.Mendesak aparat kepolisian menangkap para pelaku dan diadili di pengadilan hingga mendapatkan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera sehingga kasus serupa tak terulang di masa mendatang.

3.Mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis sebelumnya. Sebab, hingga kini belum ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tuntas sampai pengadilan.

4.Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan intimidasi, persekusi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang liputan.

Sungguh ini konyol. Masih ingat Prabowo Subianto teriak-teriak katanya aksi reuni 212 tidak diliput dan media tidak menggambarkan dengan jumlah massanya. Sekarang saya ketemu jawabannya. Mungkin jurnalis takut dengan massa 212 yang beringas. Mungkin juga mereka sudah meliput tapi kan kubu 212 itu maunya berita harus sesuai keinginan mereka. Sementara klaim jumlah massa dan kenyataan saja nggak sama. Jadi daripada playing victims mending Prabowo itu mengingatkan pendukungnya supaya tidak barbar.

Neno Mengancam Tuhan

Satu lagi yang jadi sorotan, puisinya Neno. Bunyinya yang di video seperti ini :

jangan, jangan Engkau tinggalkan kami

dan menangkan kami

Karena jika Engkau tidak menangkan

Kami khawatir ya Allah

Kami khawatir ya Allah

Tak ada lagi yang menyembah-Mu

Ini gimana sih kok Tuhan diancam nggak bakal ada yang nyembah kalau Prabowo kalah. Allah itu nggak butuh kita, kita yang butuh Allah. Kok bisa Tuhan dibawa-bawa ke politik sampai seperti ini. Neno ini sudah kelewatan kalau jualan agama. Saya heran apa dia itu nggak bisa melakukan hal yang lebih produktif dan berkah? Nalarnya Neno sudah musnah. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Mungkin sudah waktunya dia konsul ke psikiater sekaligus juga Taubatan Nasuha mohon ampun ke Allah karena sudah mempolitisasi agama.

Ini Imam Sholatnya 2?

Saya baru kali ini tahu ada sholat berjamaah dengan dua orang di depan. Kenapa juga imamnya harus ada di posisi lebih tinggi? Kenapa juga harus ada dua orang di sana? Toh kalau alasan biar makmumnya kelihatan juga nggak mungkin. Sejak kapan makmum sholat harus melongok-longok ke atas lihat imamnya ngapain? Ini aneh buat saya. Tapi sudahlah terserah 212 saja. Itu urusan mereka dengan Allah.

Yang jelas dengan kelakuan intimidasi ke wartawan dan apa yang dilakukan Neno, saya semakin ragu bahwa 212 punya niat baik dengan acara-acara mereka. Orang kalau berdoanya serius, khusyu’, nggak akan kepikiran berbuat kasar seperti itu. Apalagi mengancam Tuhan juga. Anda doa, minta ke Allah, kok bisa-bisanya dengan kekhawatiran seperti itu. Itu sama saja Neno meragukan Kekuasaan Allah SWT.

Astaghfirullahaladzim…

Kalau sudah begini masih percaya dengan 212? Masih percaya dengan Prabowo? (Rahmatika/Seword)

--

--