imbang memandang poligami (dan preferensi-preferensi personal lainnya)

Apakah sebuah ambisi baik kekeuh bermonogami/berpoligami dari seorang istri/suami akan memantik keberkahan, atau malah sesuatu yang dipaksakan dan akan menzalimi diri dan orang lain?

Tristia Riskawati
Tristia Riskawati
2 min readJul 16, 2023

--

Photo by Pawel Czerwinski on Unsplash

Teringat sewindu lebih yang lalu menulis tentang poligami. Dulu masih lajang, wgwg. Yang jelas perenunganku ihwal poligami sudah sedari lama.

Aku mengibaratkan ketika memilih poligami, barangkali kurang lebih bisa diibaratkan ketika seseorang memilih kuliah double degree.

Sayangnya, tulisan di atas nggak bisa lagi dibuka. Intinya, barangkali ada beberapa pribadi yang cocok dan memang Allah ridhai keberkahannya ketika memilih berkuliah double degree. Tapi memang ada yang nggak cocok dan Allah juga nggak meridhainya.

Begitupun dengan poligami. Ada keluarga yang memang Allah ridhai dan mampukan untuk berpoligami, tetapi ada yang Allah tidak ridhai.

Kupikir pola ini juga berlaku dengan contoh tambahan yang akhir-akhir ini kupikirkan, ketika semisal seorang istri ingin berkiprah di ranah publik. Ada yang Allah ridhai dan permudah support system dan keberkahannya. Ada pula yang Allah nggak ridhai.

RidhaNya pada masing-masing hamba/keluarga itu unik, menurutku.

Berkomunikasi dengan Allah, dengan jernih menganalisa pertanda-pertandaNya kemudian berdoa meminta petunjuk menurutku akan menuntun.

For the wrap up apakah ambisi/nafsu kita adalah yang kelak akan membawa keberkahan, atau malah menzalimi diri atau orang lain?

Apakah sebuah ambisi baik kekeuh bermonogami/berpoligami dari seorang istri/suami akan memantik keberkahan, atau malah sesuatu yang dipaksakan dan akan menzalimi diri dan orang lain?

Dann apakah ketika tiul cekout pashmina warna sage akan memantik keberkahan, atau malah jadinya tak kondusif bagi kesehatan finansial? Wgwg🙈🙈***

--

--