3 Hal yang Harus Dilakukan Untuk Menjadi Pendengar yang baik

Bukan dengan diam

Bagus Ramadhan
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata
3 min readDec 16, 2018

--

Sebagai seorang introvert seperti saya, membuat saya cenderung untuk dipahami sebagai seorang yang mudah untuk bisa menjadi pendengar. Itu adalah hal yang wajar Introversion memang lebih sering dipandang sebagai bentuk kepasifan dan menutup diri dibandingkan dengan extroversion yang lebih terbuka dan outgoing.

Pasif dan menjadi pendengar sering kali terdengar mudah. Cukup diam dan mendengarkan orang lain berbicara kemudian menimpali seperlunya. Tapi ternyata itu bukan hal yang mudah, sebab nyatanya menjadi pendengar yang efektif merupakan salah satu bentuk komunikasi yang baik. Sebagai satu bagian tidak terpisahkan dari bicara efektif.

Jika kebanyakan orang telah mengerti bagaimana berbicara efektif, tidak demikian dengan menjadi pendengar yang efektif. Kebanyakna orang mengira menjadi pendengar yang baik dan efektif adalah semata tentang:

  • Tidak berbicara saat orang lain berbicara
  • Membuat pembicara tahu bahwa kita sedang mendengarkan, melalui ekspresi wajah dan suara-suara verbal yang lirih seperti (hmm ya, atau semacamnya).
  • Kemampuan untuk bisa mengulangi apa yang disampaikan oleh pembicara, bahkan persis setiap kata.

Menariknya, berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh Harvard Business Review (HBR), menjelaskan bahwa ketiga hal tadi bukanlah bentuk dari kemampuan mendengar yang baik.

Berdasarkan riset yang dilakukan HBR, mereka menemukan bahwa pertama, pendengar yang baik dan efektif adalah mereka yang secara baik mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bisa memantik inspirasi dan pemahaman. Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan berusaha untuk bisa menantang asumsi lama. Namun dilakukan dengan cara yang konstruktif.

Itu mengapa, duduk dan diam mendengarkan tidak serta merta membuktikan bahwa seseorang sedang mendengar. Sebaliknya dengan memberikan pertanyaan yang baik akan memberi tahu pembicara bahwa pendengar tidak hanya mendengar apa yang disampaikan tetapi juga mampu memahami serta menginginkan informasi lebih.

Pendengar yang baik akan menciptakan atmosfer dialog dua arah, dan bukan satu arah. Sebuah interaksi yang sehat sehingga pesan dalam komunikasi dapat tersampaikan dengan baik dan aktif.

Kedua, pendengar yang baik juga mampu untuk membangun rasa percaya diri seseorang. Itu artinya, para pendengar akan bisa mengevaluasi pengalaman perbincangan secara positif. Hal yang tentu tidak akan bisa terjadi jika pendengar merupakan orang yang pasif atau bahkan terlalu kritis.

Photo by Gradikaa on Unsplash

Pendengar yang baik akan membuat pembicara merasa didukung dan percaya diri. Mereka juga akan memberikan masukan-masukan sebagai upaya konstruktif. Namun bukan berarti pendengar harus setuju dengan apa yang disampaikan oleh pembicara.

Kuncinya adalah tentang bagaimana pendengar bisa menciptakan suasana yang baik untuk mendiskusikan ide dan perbedaan secara terbuka.

Kemudian yang terakhir, menjadi pendengar yang baik akan membuat perbincangan semakin produktif karena timbal balik akan muncul secara alami. Sehingga salah satu pihak, baik pendengar ataupun pembicara tidak harus defensif akibat komentar pihak lawan bicara.

Sementara pendengar yang buruk akan menjadi semacam lawan bagi pembicara. Diamnya pendengar akan menjadi lawan yang berusaha untuk terus menjatuhkan pembicara. Sehingga pendengar terkesan tidak ingin saling membangun pemahaman. Kelakuan seperti ini hanya baik jika dilakukan di forum debat namun tidak jika dilakukan dalam sebuah diskusi ataupun percakapan.

Contoh yang paling kentara dalam situasi ini adalah ketika kita membaca komentar-komentar para follower yang nyinyir di sosial media.

Dari ketiga hal di atas menggambarkan bagaimana seorang pendengar yang baik sejatinya adalah lebih seperti trampolin yang mampu untuk memberikan timbal balik atas ide-ide yang diberikan.

Mereka memperkuat, memperjelas dan memberikan energi pada ide-ide yang disampaikan padanya. Sehingga mampu meninggikan pesan yang disampaikan, layaknya kita saat melompat tinggi di trampolin.

Sementara sebaliknya, pendengar yang baik akan seperti spons yang menyerap tanpa memberikan timbal balik. Menghisap ide dan bahkan menyedot energi dari pesan yang disampaikan. Kita bisa saja tenggelam di dalam spons itu dan tidak akan mampu keluar dengan selamat.

Bagi saya, apa yang diungkapkan oleh HBR tersebut bukanlah hal yang mudah. Mengingat saya bukanlah seorang pembicara yang begitu aktif, sebagai introvert kemampuan untuk mendengar adalah kemampuan yang krusial. Sehingga meski memiliki karakter yang cenderung tertutup, saya akan tetap bisa mendapatkan tempat dalam sebuah perbincangan dan diskusi.

Pun, dengan berperan menjadi pendengar yang baik saya akan bisa belajar bagaimana membangun pemahaman satu sama lain. Karena jelas mustahil, dalam sebuah perbincangan semua orang menjadi pembicara. Lalu siapa yang mendengarkan?

--

--

Bagus Ramadhan
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata

Produsen konten berpengalaman 8+ tahun. Telah memimpin projek konten untuk 5+ Brand teknologi & menghasilkan 1 juta lebih traffic. Hubungi bagusdr@teknoia.com.