Belum

Bagus Ramadhan
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata
3 min readNov 10, 2018

Pagi itu, sebuah pesan masuk ke ponsel warna hitam miliknya. Dari seseorang yang selalu menghiasi angan hari demi hari.

“Aku pikir aku belum siap untuk pernikahan”

Pesan singkat itu menghenyak di fajar yang masih memerah. Jiwa ini berusaha keras untuk mengendalikan kewarasannya. Diam membisu berusaha merespon dengan segala logika yang tersisa. Rasa sakit itu pelan-pelan menjalar bagai kanker yang menggerogoti.

Pelan tapi pasti, dia mengangkat ponsel itu menekan tombol untuk mendengar suara darinya. Ia banyak terdiam, masih berusaha mengembalikan kewarasan. Mencegah para agen-agen sabotase untuk mengendalikan ruang kendali. Sembari memanggil bantuan, sekompi pasukan oksigen terjun menuju ruang-ruang vital mencegah sistem mengalami kematian. Menyelamatkan jiwa dari invasi parasit-parasi jahat symbiote.

“Tidak ada pemenang dalam sebuah peperangan.”

Begitu kata mereka yang telah merasakan bagaimana ngerinya peperangan. Sama seperti pagi itu, peperangan hanya menghasilkan air mata yang mengalir pelan dan tertahan sebelum ia terjun bebas membasahi kapuk.

Saat kewarasan telah kembali aku memberanikan diri untuk bertanya. “Seriuskah perkataanmu itu wahai kasihku? Atau hanya spontanitas,” tanyaku berusaha memperjelas maksud pesan itu.

Dirinya menjawab dengan diplomatis nan singkat, “Serius juga spontan.”

Jawabannya tentu seakan membuat hati ini runtuh. Seluruh imaji tentang keindahan dan kebaikan-kebaikan bersama luruh menjadi debu. Terbang tanpa bekas entah pergi kemana.

Pertanyaan-pertanyaan kemudian muncul memenuhi kepala, tentang mengapa dan bagaimana. Semuanya menyerbu mengendalikan jiwa layaknya telah terjadi kekalahan perang yang membuat penghuni ruang menyerah tanpa syarat. Symbiote itu telah menang.

Hening. Lalu tidak lama telepon tertutup.

Syaraf-syaraf di lengannya memberi sensasi yang aneh. Sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Tidak ada sakit. Hanya ada dingin yang mencekat. Mencegahnya untuk bisa menelan apapun lewat kerongkongannya.

Ia terdiam. Ia lumpuh karena panik. Entah apa yang bisa ia lakukan saat ini. Ia frustasi menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tiada henti menyerang kepalanya. Kepalanya semakin berat, tekanannya begitu kuat seakan-akan kepala itu akan pecah.

Beruntung, seputaran aliran darah kemudian rupanya ia kembali bisa mengendalikan diri. Perlahan kewarasannya kembali, meski nafasnya masih tersengal dan tenggorokan yang masih tercekat. Segelas air putih ia ambil dan ia teguk dengan tenang. Mengatur kembali ritme tubuhnya untuk keluar dari serangan panik yang ia dapatkan.

Sejenak kemudian ia kembali mengambil ponsel pintarnya itu. Lalu kembali mengirimkan pesan kepada kekasihnya.

“Aku akan menunggumu, hingga dirimu siap.”

Pesan ia kirim.

Semenit kemudian, balasan ia terima.

“Bagaimana bila aku tidak lagi ingin bersamamu kala itu?” balas sang kekasih.

“Aku akan terus mencoba, aku tidak akan berhenti. Izinkanlah aku untuk mencoba,” balasnya begitu keras kepala.

Dasar cinta. Apapun akan dilakukan, meski berulang kali diragukan. Hanya satu yang ada dipikirannya, upayanya harus dilakukan sampai benar-benar ada penghalang yang menghentikannya. Agar tidak ada penyesalan baginya untuk bisa mendampingi pujaan hatinya itu.

Ia takut, tetapi dalam hati kecilnya, ia percaya bahwa tidak ada penghalang apapun yang mustahil baginya jika pemilik takdir mengizinkannya.

Pesan terakhir yang ia kirim kemudian dibalas dengan balasan sederhana.

“Silakan mencoba, aku akan menunggumu,” balas sang pujaan hati singkat.

Jawaban sederhana yang cukup untuk memberikan ruang oksigen segar untuk sang laki-laki. Jawaban yang akhirnya bisa membuatnya tertidur. Lelah dan ponsel dalam genggamannya menjadi temannya malam itu.

--

--

Bagus Ramadhan
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.