Kecamuk September

Bagus Ramadhan
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata
2 min readOct 7, 2023

Di depan gang kampung itu dia mengeluarkan ponsel pintarnya. Menyaksikan bagaimana senja berpendar, membuat gapura bermotif gunungan jawa menjadi siluet gelap menyisakan langit yang memerah. Dalam benakknya hanya bergumam, perpisahan macam apa ini?

Sore itu di bulan September, dia rela untuk berkendara jauh dari tempat tinggalnya. Berusaha menyelesaikan urusan perasaan yang selama ini menggerogotinya dari dalam. Karirnya runtuh, kepercayaan dirinya padam, pikirannya kacau penuh kebimbangan. Perjalanan yang akan membuatnya memutus silaturahim dengan dua orang tua yang dia hormati. Bukan, bukan orang tua kandungnya, Tapi orang tua yang rencananya akan menjadi mertuanya.

Sayang, hal itu sulit untuk terwujud. Mulanya untuk memupuk niat besar, dia datang pada orang tua. Langkah yang mungkin tidak populer di anak muda saat ini yang menjalin hubungan tanpa melibatkan orang tua sama sekali. Namun di akhir, dia harus menyampaikan perpisahan yang menyakitkan.

Kenangan bersama sekejap hilang. Rencana-rencana besar dan inisiatif baik berubah menjadi rencana beracun yang saling menyakiti. Dia bahkan dipermalukan secara publik.

Rasa sakit itu menghambat produktivitasnya. Pekerjaannya terbengkalai, performanya berantakan tidak secemerlang ketika dirinya beraga di jantung perekonomian Indonesia: Jakarta. Dia akhirnya berhenti bekerja. Mengajukan pengunduran diri, tanpa menjelaskan apa sumber persoalannya. Tanpa tahu, akan melakukan apa, bagaimana bertahan hidup selanjutnya. Hanya tabungan di rekeningnyalah yang menjaminnya sampai akhirn tahun.

Karirnya sebagai jurnalis selesai.

Momen mencekam, menekam dan menyedihkan yang ternyata mewarnai kecamuk di bulan September.

Untungnya, itu hanya satu momen penting dalam hidupnya. Di bulan September, ada banyak kenangan lain yang menarik dan manis. Di bulan ini beberapa tahun lalu dia akhirnya lulus kuliah setelah berjuang menyelesaikan studinya yang terhambat karena kehilangan arah tujuan hidup. Pencapaian yang sempat dianggapnya tidak berguna dan tidak ada nilainya. Untungnya, kelulusah mengubah dirinya menjadi lebih optimis.

Kebiasaannya untuk berkeliling kota di tengah malam, berbagi makanan seadanya dan melihat realita jalanan. Membuatnya terus bergerak. Dari yang hanya bersembunyi di dalam kamar dengan gamepad, dia harus bercengkrama dengan orang-orang yang mayoritas asing tiap malam. Silih berganti menemani, beramai-ramai, berkeliling. Denyut nyawa yang akhirnya membantunya bertahan.

Sampai hari kelulusan itu tiba, di bulan September. Dengan status sebagai pekerja yang dia dapat dua hari usai menyelesaikan sidang karya ilmiahnya sebulan sebelumnya. Pekerjaan menulis yang tidak pernah terpikirkan. Menjadi jurnalis, berkeliling menjejakkan kaki di pulau-pulau besar Indonesia, menyaksikan Indonesia.

Mungkin sebenarnya September suka bercanda dengannya. Tentang pertemuan, tentang perpisahan. Semua berkecamuk menjadi satu di bulan ini. Kini, setiap tahun, setiap September, dia mengenang, mengingat, semua masa-masa itu dengan sisipan teh hangat favoritnya. Teh camomile racikan Brand artisan teh lokal yang sedang naik daun.

Entah apa yang akan terjadi di bulan September berikutnya, bertahun-tahun kemudian. Apapun itu, dia telah siap untuk menyambutnya dan berkata tiap bergantian bulan, “Halo September.”

--

--

Bagus Ramadhan
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.