Prudentia
Ketika Rasa Sakit Membuatmu Ingin Berhenti
Itu adalah saat yang tepat untuk terus berjalan
Rasa sakit adalah pengalaman yang akan dialami oleh setiap manusia. Tidak ada manusia yang hidup tanpa merasakan ketiganya. Begitupun kita. Kita bukanlah orang yang tidak pernah kebal dari sakit. Tapi karena ini, kita bisa menjadi manusia yang bisa semakin sempurna.
Saya yakin tidak ada satupun orang di dunia ini yang ingin merasakan sakit. Kenapa kita harus yakin tidak ada satupun orang di dunia ini yang ingin merasakan sakit? Sebab manusia secara naluriah dan alami tumbuh untuk menghindari rasa sakit. Bahkan organ-organ tubuh manusia berevolusi dan diciptakan untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi sakit.
Sakit yang kita bahas di sini bukan hanya tentang sakit fisik tetapi juga sakit dalam arti jiwa. Fisik dan jiwa yang sehat adalah harapan semua orang, setiap hari. Tanpa kecuali.
Kalau ada yang mendambakan sakit di kesehariannya. Mohon beri tahu saya. Saya akan wawancarai dia.
Meski kita mendambakan tubuh dan jiwa yang sehat, pada suatu saat kita akan mendapatkan rasa sakit. Kecelakaan, insiden, bahkan peristiwa emosional seperti sakit karena kehilangan, perseteruan, frustasi, dan lain-lain. Semuanya menyebabkan kita merasa sakit.
Ketika kita merasa sakit, apa yang sebenarnya terjadi? Tubuh kita akan merespon dengan spontan. Tubuh menghangat. Tubuh bereaksi untuk mengembalikan situasi menjadi “normal” sebagaimana sedia kala. Kita mencari sebuah kenyamanan seperti sebelumnya.
Di saat yang sama kita akan perlu beristirahat. Berhenti sejenak untuk memulihkan diri. Kembali seperti sediakala ketika kita bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Istirahat adalah momen yang paling tepat untuk kembali memikirkan. Merenungi dan berkontemplasi. Apa yang seharusnya kita lakukan. Memikirkan kesalahan apa yang sudah kita perbuat, sehingga kita menjadi sakit. Lalu bagaimana untuk mendapatkan hasil yang berbeda. Yakni, sehat.
Berpikir evaluatif adalah tindakan yang sehat. Tapi sialnya, kita sering kali begitu kejam pada diri sendiri. Menghukum dan mewajarkan kita untuk mendapatkan ganjaran atas kesalahan. Padahal sikap seperti ini malah membuat kita tidak lagi bisa beristirahat. Alih-alih beristirahat, kita malah tenggelam dalam situasi dan memperburuk keadaan. Kebanyakan kita mengalami kondisi seperti ini yang membuat tubuh dan jiwa semakin sakit.
Kita mungkin bertanya-tanya, kapan kita seharusnya bisa menyadari bahwa kita perlu untuk berhenti dan beristirahat. Kemudian kita kembali berjalan.
Sejujurnya tidak ada jawaban yang pasti. Kita tidak bisa menjamin sebuah jawaban pasti yang bakal menjadi obat jitu dari masalah sakit yang kita alami. Tapi yang kita bisa ketahui adalah kita harus bisa kembali. Kembali sehat dan kembali berjalan. Berfungsi seperti sediakala.
Ketika kita merasa perlu untuk berhenti sejenak. Sering kali di sanalah momen bahwa kita perlu untuk terus berjalan. Tapi ingat, jangan berpikir bahwa ketika kita istirahat, kita harus berlari untuk mengejar ketertinggalan. Kita hanya perlu untuk berdiri. Kembali mengatur nafas lalu kembali berjalan sesuai dengan kecepatan yang kita miliki.
Tidak perlu risau dengan pencapaian orang lain. Pun dengan pencapaian kita di masa lalu karena hal yang paling penting saat ini adalah detik ini, dan sekarang. Bukan kemarin atau besok.
Jika memang kita dibuat untuk bisa terus berjalan. Mengapa kita hanya berdiam saja?
Tanpa berjalan kita tidak akan bisa melihat cakrawala baru. Kita tidak akan bisa melihat perubahan horizon yang akan membuka wawasan baru. Rasanya berjalan perlahan meski saat sakit akan membuat kita bisa punya harapan. Dibanding harus berhenti lalu tenggelam dalam kelam.
Itu mengapa kita harus terus berjalan. Terus bergerak menuju tujuan yang mungkin telah kita lupakan. Saat kita mempelajari sesuatu dan menemui jalan buntu. Kita harus terus berusaha menemukan jalan keluar. Momen ketika rasa sakit itu muncul, itulah bukti bahwa kita telah melalui proses. Proses adalah hukum alamiah yang membuat kita selalu optimis.
Jadi perhatian kita sebenarnya adalah untuk menikmati proses tersebut tanpa berhenti meski sakit mengadang, frustasi menghantui, ataupun nasib buruk yang menimpa. Menikmati jalan kaki. Perlahan tapi pasti. Dengan perlahan kita akan sampai pada tujuan akhir yang telah kita amini.
Semoga kita bisa selalu terus berjalan. Terus bertahan.